Proyek pembangunan empat pos lintas batas Indonesia dan Timor Leste di NTT bernilai hampir setengah triliun rupiah. Warga negara Timor Leste ikut menikmati manfaat insfrastruktur di perbatasan itu.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·6 menit baca
Sebuah mobil berpelat nomor negara Timor Leste keluar dari Pos Lintas Batas Negara Terpadu atau PLBNT Motaain di Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur, September 2022. Mobil itu bergerak menuju Oeccuse, wilayah enklave Timor Leste yang dikelilingi wilayah Indonesia. Jalan dari Motaain ke Oeccuse merupakan satu-satunya akses darat dan dibangun oleh Indonesia.
Keluar dari PLBNT Motaain, mobil melaju ke arah selatan, melepir di sisi barat Pulau Timor. Kondisi jalan yang dilewati mulus dan lebar ini tergolong mewah jika dibandingkan sejumlah ruas jalan di NTT yang bergelombang dan rusak berat. Bahkan, banyak daerah masih terisolasi lantaran tak ada akses jalan.
Lepas dari kawasan Motaain, mobil melewati permukiman penduduk di Atapupu, daerah pelabuhan yang menjadi salah satu pintu masuk distribusi logistik dari Pulau Jawa ke Pulau Timor. Dari pelabuhan itu, banyak barang diekspor ke Timor Leste melalui jalur darat.
Setiap hari, lebih dari 20 mobil ekspedisi membawa barang dari Indonesia ke Timor Leste melalui pos Motaain. Barang dimaksud kebanyakan bahan pokok dan barang bangunan, seperti semen. Ada juga pakaian. Sebagian kebutuhan di Timor Leste dipasok dari Indonesia.
Mobil terus melaju keluar dari wilayah Kabupaten Belu dan masuk ke Kabupaten Timor Tengah Utara, melewati padang penggembalaan sapi terbesar di NTT. Sekitar satu setengah jam dengan menempuh jarak 74 kilometer, mobil tiba di PLBNT Wini dan masuk ke Oeccuse.
PLBNT Motaain, PLBNT WINI, serta jalan yang menghubungkan kedua titik itu merupakan proyek infrastruktur yang dibangun oleh Pemerintah Indonesia. Proyek ini didanai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Untuk PLBNT Motaain, biaya pembangunannya Rp 82 miliar, sedangkan PLBNT Wini Rp 130 miliar.
Padahal, tak hanya Motaain dan Wini, Pemerintah Indonesia lewat APBN juga membangun dua PLBNT lainnya, yakni di Motamasin, Kabupaten Malaka, dan Napan di Kabupaten Timor Tengah Utara. Biaya pembangunan PLBNT Motamasin sebesar Rp 145 miliar dan PLBNT Napan Rp 106 miliar. Total keseluruhan anggaran pembangunan PLBNT di daerah itu mencapai Rp 463 miliar.
”Pos lintas batas dan jalan ini sebetulnya yang lebih membutuhkan adalah mereka (warga negara Timor Leste). Mereka sangat terbantu. Secara ekonomi tidak banyak yang didapat Indonesia dari jalur ini,” kata Maksi (45), sopir taksi yang lebih dari 10 tahun beroperasi di perbatasan.
Jalan yang dilewati tak hanya Motaain ke Wini sejauh 74 kilometer. Ada juga jalan dari Motaain dari sisi barat Pulau Timor di tepian Laut Sawu ke Motamasin di sisi timur pulau di tepian Laut Timor sejauh 95 kilometer. Begitu juga jalan dari Motaain ke Napan di bawah kaki Gunung Mutis sejauh 127 kilometer.
Selain itu, jalan dari Wini di sisi barat Pulau Timor ke Napan sejauh 50 kilometer, Wini ke Motamasin sejauh 124 kilometer, serta Motamasin ke Napan sejauh 116 kilometer. Semua ruas jalan sepanjang 586 kilometer yang dibiayai oleh APBN itu ikut dinikmati oleh warga Timor Leste.
Henrique de F Marques, warga Timor Leste, mengakui, keberadaan PLBNT serta berbagai infrastruktur yang dibangun Pemerintah Indonesia sangat membantu warga Timor Leste. Contohnya, mereka yang dari Dili, ibu kota Timor Leste, ke Oeccuse, melewati wilayah Indonesia dengan kondisi jalur relatif lancar.
”Manfaatnya sungguh besar, terutama dapat membantu perekonomian masyarakat Timor Leste yang berbatasan langsung di empat pos lintas tersebut. Hal ini bisa dilihat bahwa ada perubahan di semua sektor kehidupan mereka. Transportasi di daerah perbatasan sungguh baik dan lancar dan situasi di kedua perbatasan tenang dan damai,” katanya.
Keberadaan pos lintas batas negara itu menjadi jembatan untuk mengeratkan hubungan antara Indonesia dan Timor Leste. Masyarakat yang menghuni garis batas memiliki budaya dan bahasa yang sama, yakni bahasa Tetun dan sebagian bahasa Dawan. Mereka masih saling mengunjungi setelah Timor Leste memisahkan diri lewat referendum tahun 1999.
Jika tidak ada pos lintas batas, mereka pastinya akan menyeberang lewat ”jalur tikus”, dan hal itu merupakan bentuk pelanggaran hukum. Mereka akan dideportasi dan bahkan diberikan sanksi tambahan berupa larangan untuk masuk ke negara tetangga kendati lewat prosedur resmi.
Hubungan diplomatik
Marques juga bersyukur dengan adanya hubungan diplomatik antara Indonesia dan Timor Leste. Ia mendapat kesempatan studi guru pada Program Studi Pendidikan Matematika Univeristas Katolik Widya Mandira, Kupang. Ia diwisuda pada tahun 2012.
”Ilmu yang saya dapat kini membantu saya dalam menjalankan tugas harian sebagai guru di salah satu sekolah swasta di Timor Leste. Untuk diketahui juga bahwa selama studi di Kupang, segala proses administrasi, transportasi, dan pengurusan di imigrasi sungguh baik dan lancar tanpa ada hambatan,” tuturnya.
Pada Agustus 2022 lalu, ia mewakili sekolahnya yang setara dengan sekolah menengah kejuruan di Indonesia datang ke almamaternya di Kupang untuk menjalin kerja sama. Sekolah dimaksud adalah Instituto Escola Secundaria Tecnica Vocacional Catolica Materi Misericordiae yang beralamat di Postu Administrativu de Ermera, Munisipiu de Ermera.
Disaksikan rektor, ia menandatangani nota kesepahaman dengan Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Katolik Widya Mandira, Kupang. Kerja sama itu mencakup pengajaran, penelitian, pengabdian kepada masyarakat, dan seminar serta kegiatan akademik lainnya.
Ke depan, ia berharap Indonesia dan Timor Leste sepakat memberlakukan bebas visa bagi warga kedua negara yang melakukan perjalanan studi atau berjumpa keluarga. Selain itu, Indonesia sebagai negara besar yang berpengaruh di kancah global ataupun regional dapat membantu saudaranya, Timor Leste, untuk diterima sebagai anggota ASEAN.
Presiden Joko Widodo pernah menyampaikan komitmennya untuk mendorong badan usaha milik negara dan perusahaan-perusahaan Indonesia berpartisipasi dalam pembangunan di Timor Leste, termasuk di bidang infrastruktur. Presiden juga berharap Indonesia dan Timor Leste segera menyelesaikan perjanjian bilateral investasi.
Hal ini penting karena nilai investasi Indonesia di Timor Leste mencapai 818 juta dollar AS. Investasi terutama di sektor perbankan, minyak dan gas, serta telekomunikasi. Presiden menyampaikan hal tersebut saat menerima kunjungan Presiden Timor Leste Ramos Horta di Istana Kepresidenan Bogor, Bogor, Jawa Barat, Selasa (19/7/2022).
Presiden Jokowi bersama Presiden Horta sepakat memperkuat kerja sama dalam bidang perdagangan, investasi, dan konektivitas. Kesepakatan dicapai seusai pertemuan bilateral yang didampingi sejumlah menteri. Empat nota kesepahaman ditandatangani sejumlah menteri terkait, yakni tentang pertanian, kerja sama pergerakan bisnis lintas batas, standardisasi dan meteorologi, serta teknis perdagangan.
Tuti Lawalu, pengamat ekonomi di NTT, mendorong pemerintah di daerah untuk memanfaatkan PLBNT sebagai akses ekonomi menuju pasar di Timor Leste. Salah satunya adalah sektor pertanian. Selama era kepemimpinan Presiden Jokowi, banyak bendungan dibangun di NTT, kemudian diikuti pembukaan lahan food estate (lumbung pangan).
Tuti juga berharap pemerintah pusat mendorong berdirinya industri skala besar di NTT untuk produksi bahan kebutuhan ke Timor Leste. Dengan begitu, NTT tidak hanya sebagai tempat transit. ”Kalau ini berjalan, ekonomi di perbatasan akan maju. Infrastruktur yang dibangun negara menjadi penggerak, bukan hanya sekadar bangunan," ucapnya.
Pandemi Covid-19 mulai reda sehingga aktivitas di perbatasan pun semakin ramai. Banyak warga Timor Leste datang berbelanja dan bepegian ke daerah enklave yang dikelilingi wilayah Indonesia. Mereka ikut menikmati kue pembangunan infrastruktur di perbatasan. Di setiap pintu pelintasan, mereka selalu menyapa dengan hangat petugas Indonesia sambil mengucapkan ”obrigado”. Artinya, terima kasih.