Anggrek dianggap memiliki kelas berbeda dengan bunga dan tanaman hias lain. Itulah kenapa, flora indah ini terus memesona bagi banyak orang dan harganya cenderung stabil.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·5 menit baca
Puluhan pengunjung yang sebagian besar kaum perempuan mengamati beragam anggrek yang memenuhi stan di halaman sisi timur Balai Kota Among Tani, Kota Batu, Jawa Timur, Jumat (30/9/2022). Sebagian dari mereka sibuk memilih-milih anggrek untuk dibeli dan sebagian lainnya asyik berswafoto.
Beberapa pengunjung juga berusaha mengintip ruang dalam Graha Pancasila—salah satu ruangan di balai kota—dari balik dinding dan pintu kaca. Di ruangan itu terdapat banyak anggrek eksotis yang sengaja ditempatkan dalam ruang tertutup dengan pendingin ruangan.
Begitulah suasana pameran Batu International Orchids Show 2022 yang berlangsung pada 24 September-2 Oktober 2022. Pameran itu menghadirkan lebih dari 118 stan. Sebanyak 16 di antaranya merupakan stan tingkat nasional dan empat stan tingkat internasional. Selain itu, ada 104 stan yang memamerkan anggrek jenis baru hasil silangan atau hibrida.
Para pembudidaya anggrek dari sejumlah daerah, misalnya Bali, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Jambi, Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Papua, ikut ambil bagian dalam pameran itu.
Para pembudidya anggrek dari Jatim berasal dari beberapa daerah, seperti Kediri, Nganjuk, Lumajang, dan Batu. Selain itu, ada juga pembudidaya dari luar negeri, misalnya Singapura, Malaysia, dan Thailand.
Tak hanya anggrek yang sudah berbunga, sejumlah stan juga menjajakan bibit anggrek yang masih berada dalam botol, termasuk pernak-pernik terkait. Harga yang ditawarkan pun bervariasi, mulai dari belasan ribu rupiah per pot hingga puluhan juta rupiah. Selain itu, ada juga jenis tanaman hasil bonsai dan teknik menanam kokodema ala Jepang.
”Anggrek tak pernah ada matinya. Dia selalu disukai. Peminatnya tetap banyak meski di rumah mereka sudah punya,” ujar Anton Supriadi (29) dari usaha Anggrek Astuti asal Nganjuk, Jatim.
Dalam pameran itu, Anton memamerkan banyak varietas anggrek jenis hibrida. Selama pameran berlangsung, sudah banyak anggrek dari gerainya yang terjual. Saking banyaknya, Anton mengaku tak ingat berapa jumlahnya. Anggrek dengan harga mulai dari Rp 65.000 per batang sampai Rp 1 juta itu kebanyakan dibeli oleh pembeli dari luar kota.
Anton menyebut, sejak pandemi Covid-19 melanda, pameran itu merupakan kegiatan terbesar yang diikutinya. Dalam kesempatan sebelumnya, pameran biasanya diadakan di pusat perbelanjaan dengan peserta terbatas.
Penjualan anggrek memang tak pernah mati karena anggrek dianggap punya kelas berbeda dengan bunga dan tanaman hias lain. Oleh karena itu, harga anggrek cenderung stabil. Ini berbeda dengan tanaman hias lain, seperti aglonema, yang harganya sempat melambung tinggi, tetapi kemudian merosot tajam secara cepat.
”Jika dulu seorang penggemar bisa mendapatkan bibit anggrek dengan harga Rp 15.000 per batang, maka saat ini harganya juga segitu untuk jenis yang sama. Beda dengan tanaman hias lain yang tadinya harganya tinggi, lalu jatuh,” ujar Andri (33), pelaku usaha anggrek dari Griya KWB (Kota Wisata Batu).
Pada pameran ini, Andri menampilkan lebih dari tujuh varietas anggrek, mulai dari Dendrobium keriting, Dendrobium bulat, Grammatopyllum, anggrek hitam Kalimantan, anggrek bulan, dan Cattleya.
Dari beberapa jenis anggrek itu, Dendrobium keriting kini sedang naik daun. Jenis ini banyak disukai karena variannya berkelanjutan, ada warna-warna baru hasil dari budidaya yang tidak dimiliki oleh jenis lain.
Menurut Andri, kondisi masyarakat yang kini mulai normal berpengaruh terhadap permintaan anggrek ataupun tanaman hias lain. Pada awal pandemi, permintaan masyarakat terhadap anggrek dan tanaman hias lain sempat melejit. Namun, saat ini, permintaan itu telah kembali melandai.
Kondisi itu karena kegiatan masyarakat sudah kembali normal. Tidak banyak orang yang mesti bekerja dari rumah atauwork from home (WFH). Biasanya, saat WFH, mereka berusaha menghalau penat dengan merawat tanaman hias.
”Tapi, pembelian masih tetap ada, termasuk yang melalui daring. Pembelian anggrek secara online mudah dilakukan karena bunga ini mudah dikemas,” kata Andri yang enggan membeberkan harga tertinggi anggrek yang dia tawarkan.
Anggrek dianggap punya kelas berbeda dengan bunga dan tanaman hias lain. Oleh karena itu, harga anggrek cenderung stabil.
Meluas
Selama ini, Kota Batu dan Malang dikenal sebagai salah satu sentra anggrek di Jatim. Namun, perkembangan budidaya anggrek terus meluas. Kondisi ini tidak hanya didapati di Jatim, tetapi juga daerah lain, salah satunya Jabar.
Perkembangan budidaya anggrek itu tak lepas dari kiprah Perhimpunan Anggrek Indonesia (PAI). Dewan Pimpinan Daerah (DPD) PAI Jabar yang baru terbentuk tahun ini, misalnya, aktif merekrut anggota baru.
”Di Jabar sudah mulai bergerak. DPD PAI mulai banyak merangkul anggota baru yang sebelumnya belum gabung. Kami banyak ajak anggota dari grup mana saja yang ada di Jabar,” kata Arif Setiono, pengurus Dewan Pimpinan Cabang PAI Bandung, Jabar.
Selain anggrek hibrida, Jabar juga memiliki sejumlah kantong anggrek spesies, seperti kawasan Taman Nasional Gede Pangrango, Ciamis, Pangandaran, dan Tangkubanparahu. Anggrek-anggrek spesies juga bisa ditemukan di kawasan Lembang.
”Sebagian orang bilang sentra Dendrobium itu di Batu, sedangkan anggrek bulan di Bandung atau Jabar. Memang pusat anggrek bulan kebunnya banyak di Bandung, mungkin baru dua-tiga tahun ini bergeser ke daerah lain,” ujar Arif.
Budidaya anggrek yang terus meluas itu terjadi karena anggrek memang memiliki nilai ekonomi tinggi. Ketua DPD PAI Jatim Fathul Yasin mengatakan, selama dua hari awal, Batu International Orchids Show 2022 berhasil membukukan transaksi Rp 3,3 miliar.
Fathul menambahkan, jumlah kebun anggrek di Jatim mencapai ratusan. Jika kebun-kebun itu dikelola dengan baik, Jatim akan memiliki komoditas anggrek yang besar untuk diekspor.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, luas panen anggrek di Jatim tahun 2021 sebesar 14.387 meter persegi. Dari angka itu, panen terluas di Pasuruan, mencapai 6.371 meter persegi, Malang 4.020 meter persegi, dan Batu 800 meter persegi.
Adapun dari sisi produksi, Jatim menghasilkan 128.994 tangkai anggrek selama 2021. Sebanyak 86.559 tangkai berasal dari Malang, 24.600 tangkai dari Batu, dan 11.529 tangkai dari Pasuruan.
Wali Kota Batu Dewanti Rumpoko menyebut pameran Batu International Orchids Show 2022 bisa menjadi salah satu cara untuk memulihkan perekonomian di kota berpenduduk sekitar 213.000 jiwa itu.
Dia pun berharap kegiatan itu bisa memotivasi petani untuk makin mengembangkan anggrek. Selain itu, pameran tersebut juga diharapkan dapat memperkenalkan potensi yang dimiliki Batu ke dunia internasional. ”Semoga Batu bisa menjadi pusat anggrek di Indonesia,” katanya.