Farwiza dipilih sebagai 100 tokoh dunia karena konsistensi sebagai konservasionis hutan. Lebih dari satu dekade Farwiza terlibat langsung dalam upaya perlindungan hutan Leuser.
Oleh
ZULKARNAINI
·2 menit baca
Farwiza Farhan (36), Direktur Yayasan Hutan Alam Lingkungan Aceh (HAkA), terpilih sebagai World Rising Star Time 100 Next atau 100 orang paling berpengaruh oleh majalah Time. Bagi Farwiza, apresiasi itu bukti dunia sangat mencintai hutan Leuser.
Farwiza dipilih sebagai 100 tokoh dunia karena konsistensi sebagai konservasionis hutan. Lebih satu dekade Farwiza terlibat langsung dalam upaya perlindungan hutan Leuser.
Bersama para aktivis lingkungan di HAkA, Farwiza kerap masuk keluar hutan Leuser melaksanakan program perlindungan dan pemberdayaan warga di kawasan hutan. HAkA memiliki beberapa kelompok dampingan, seperti ranger perempuan di Damaran Baru, Kabupaten Bener Meriah, dan Desa Bunin di Kabupaten Aceh Timur.
”Perasaan aku campur aduk saat tahu masuk 100 rising star. Aku merasa orang biasa-biasa saja sebagai konservasionis Leuser. Namun, aku bahagia. Artinya, upaya melindungi Leuser dihargai dunia,” kata Farwiza.
Farwiza memaknai capaian itu sebagai pengakuan dunia terhadap upaya pelestarian Leuser. Dia merasa penghargaan tersebut bagian dari motivasi warga dunia untuk para konservasionis hutan di Aceh. Dia berterima kasih kepada semua pihak yang sepanjang hari telah bersama-sama menyelamatkan Leuser.
Bagi alumnus University of Queensland, Brisbane, Australia, itu, penghargaan tersebut menjadi pelecut semangat untuk terus konsisten bekerja di isu konservasi. ”Kita ingin membuat Leuser dicintai seluruh dunia,” ujar Farwiza.
Farwiza pantas gelisah melihat kondisi Leuser yang terus berada dalam ancaman. Alih fungsi lahan dan perambahan membuat tutupan hutan terus berkurang. Dampaknya, bencana ekologis kian masif dan konflik satwa kian sering terjadi.
Sebagai contoh perambahan Leuser di kawasan Kabupaten Aceh Tamiang untuk ditanami kelapa sawit. Farwiza bersama para aktivis lingkungan lain melakukan advokasi hingga akhirnya sawit yang telanjur ditanami di dalam kawasan itu ditebang. Kawasan itu kemudian dihutankan kembali.
Bukan hanya melindungi kawasan, HAkA juga berupaya memberdayakan warga yang tinggal di sekitar hutan. Salah satu kelompok dampingan mereka yang cukup berhasil terdapat di Desa Damaran Baru, Kabupaten Bener Meriah. HAkA mendorong dan mendampingi perempuan di Damaran Baru untuk terlibat menjaga hutan. Dari program itu, lahirlah ranger perempuan. Belakangan, Damaran Baru menjadi desa wisata alam.
HAkA juga terlibat dalam advokasi kebijakan, misalnya menggugat rencana pembangunan pembangkit listrik tenaga air di dalam kawasan Leuser. Dalam isu perdagangan satwa lindung, HAkA terlibat melakukan kampanye dan pemonitoran kasus-kasus.
Farwiza berharap kerja-kerja untuk menyelamatkan hutan, lingkungan, dan alam di Aceh mendapatkan dukungan dari banyak pihak.