Terkait Suap dan Gratifikasi, Hakim Itong Dituntut Tujuh Tahun Penjara
Itong Isnaini Hidayat dituntut tujuh tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider enam bulan kurungan oleh JPU KPK. Hakim pada Pengadilan Negeri Surabaya itu dinilai menerima suap dan gratifikasi.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·3 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS — Itong Isnaini Hidayat dituntut tujuh tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider enam bulan kurungan oleh jaksa penuntut umum KPK. Hakim pada Pengadilan Negeri Surabaya itu dinilai terbukti menerima suap dan gratifikasi dari para pihak yang berperkara untuk memenangkan permohonan mereka.
Selain itu, terdakwa juga dituntut hukuman tambahan membayar uang pengganti Rp 390 juta. Apabila terdakwa tidak sanggup membayarnya, harta bendanya akan disita. Namun, jika harta bendanya tidak mencukupi, bisa diganti dengan hukuman penjara selama setahun.
Materi tuntutan tersebut disampaikan JPU KPK Wawan Yunarwanto pada sidang lanjutan di Pengadikan Tindak Pidana Korupsi Surabaya, Selasa (27/9/2022). Dalam sidang yang dipimpin ketua majelis hakim Tongani ini, terdakwa hadir secara virtual atau dalam jaringan (daring).
”Meminta majelis hakim yang mengadili perkara ini menyatakan terdakwa Itong Isnaini Hidayat terbukti bersalah. Menghukum terdakwa dengan hukuman tujuh tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider enam bulan penjara. Menjatuhkan pidana tambahan berupa uang pengganti Rp 390 juta,” ujar Wawan.
KPK menilai Itong terbukti melanggar Pasal 12 huruf C dan Pasal 11 UU Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Jo Pasal 65 KUHP. Itong sebagai hakim di PN Surabaya dinilai telah menerima hadiah atau janji yang diketahui atau patut diduga diberikan untuk memengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili.
Dalam materi tuntutannya, JPU mengatakan, Itong menerima suap dari pengacara Hendro Kasiono melalui Hamdan, panitera pengganti di PN Surabaya. Totalnya mencapai Rp 460 juta yang dibayarkan secara bertahap. Suap itu terkait dengan perkara permohonan pembubaran PT Soyu Giri Medika.
Selain itu, Itong menerima gratifikasi dari pengacara Dodik Wahyono untuk perkara gugatan perdata sengketa tambak dan Darmaji untuk perkara sengketa tanah. Kali ini, total Rp 95 juta juga diberikan kepada Hamdan.
Wawan mengatakan, perkara korupsi Itong ini mengungkap mafia peradilan di PN Surabaya. Bersama Hamdan, dia sepakat menangani perkara. Sebanyak 90 persen untuk hakim dan 10 persen untuk panitera pengganti.
Menanggapi tuntutan JPU KPK, Tongani memberi kesempatan kepada terdakwa dan kuasa hukumnya untuk mengajukan materi pembelaan. Materi itu akan dibacakan pada sidang berikutnya, pekan depan.
Sementara itu, Mulyadi, kuasa hukum terdakwa, menyatakan sangat keberatan dengan tuntutan JPU KPK. Tuntutan tersebut tidak berdasar karena sejak awal dakwaan JPU tidak bisa dibuktikan di persidangan.
”Kami akan menjawab semua tuntutan itu dalam materi pembelaan nanti. Materi tuntutan yang disampaikan JPU KPK itu memutarbalikkan fakta persidangan,” ujar Mulyadi.
Itong ditangkap penyidik pada 20 Januari 2022 bersama dengan Muhammad Hamdan dan pengacara Hendro Kasiono. Dalam penangkapan itu, penyidik menemukan uang Rp 140 juta sebagai bukti suap.
Dalam sidang sebelumnya, JPU KPK menuntut terdakwa Muhammad Hamdan dihukum empat tahun penjara dan didenda Rp 250 juta. Hamdan juga dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp 76 juta karena dinilai terbukti menerima suap dari sejumlah hakim dan para pihak yang berperkara.
JPU KPK Wawan Yunarwanto mengatakan, Hamdan terbukti melanggar Pasal 12 huruf C dan Pasal 12 B UU Tipikor Jo Pasal 55 Jo Pasal 65 KUHP. Terdakwa bersama-sama dengan hakim Itong Isnaini Hidayat menerima suap dari pengacara Hendro Kasiyono dengan nilai total sebesar Rp 450 juta.