Tiga Tahun Berselang, Penyebab Kematian Yusuf Kardawi Belum Terungkap
Tiga tahun berselang, kasus kematian mahasiswa Universitas Halu Oleo, Yusuf Kardawi, masih ”gelap”. Polisi dituntut mengungkap kasus ini seterang-terangnya.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·3 menit baca
KENDARI, KOMPAS — Aksi ratusan mahasiswa memperingati kematian Randi dan Yusuf Kardawi di Kendari, Sulawesi Tenggara, berujung rusuh dengan polisi, Senin (26/9/2022). Mahasiswa menuntut polisi segera menuntaskan kasus kematian Yusuf yang belum terungkap meski telah tiga tahun berselang.
Randi dan Yusuf adalah dua mahasiswa Universitas Halu Oleo (UHO) yang tewas di Kendari pada Kamis (26/9/2019). Saat itu, mereka ikut dalam aksi menolak sejumlah rancangan undang-undang (RUU).
Randi meninggal setelah terkena tembakan di ketiak kiri yang tembus ke dada kanan. Sementara Yusuf terluka di kepala. Berdasarkan temuan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Yusuf terkena tembakan di kepala.
Kasus Randi kini telah selesai di pengadilan. Terpidananya adalah Brigadir AM. Ia divonis empat tahun penjara karena melanggar Pasal 359 KUHP tentang kelalaian mengakibatkan orang meninggal dunia dan 360 KUHP tentang kelalaian yang menyebabkan orang lain luka berat. Namun, hingga kini kasus Yusuf belum tuntas. Pelakunya belum diketahui.
Jaya, salah seorang koordinator aksi dari Aliansi Keluarga Besar Yusuf dan Randi, mengungkapkan, kasus tewasnya dua mahasiswa ini telah tiga tahun berjalan. Namun, baru kasus Randi yang sudah ditetapkan terpidana dan memiliki kronologi kematian jelas. Sementara, kata dia, kasus Yusuf belum ada titik terang. Polisi terkesan tidak serius mengungkapnya.
”Tiga tahun bukan waktu singkat. Namun, sampai sekarang belum juga ada kejelasan tersangka dalam kematian Yusuf,” kata Jaya.
Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Teknik UHO Hasriodi menduga kasus kematian Yusuf ditutup-tutupi secara sistematis oleh polisi. Hal itu, kata dia, mulai dari penyebab hingga belum ada pihak yang dijadikan tersangka. Padahal, setiap tahun polisi menjanjikan akan mengungkap kasus ini seterang-terangnya. Sejumlah kepala Polda Sultra telah berganti. Namun, kasus ini seperti jalan di tempat.
Ke depan, pihaknya meminta dialog terbuka dengan polisi terkait hambatan dan tantangan dari kematian Yusuf. ”Kami tidak tahu apa masalahnya. Sejumlah saksi sudah memberikan keterangan dan bukti dikumpulkan. Tapi, sampai sekarang kasus kematian Yusuf tidak ada titik terang,” ucapnya.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Sultra Komisaris Besar I Wayan Riko mengakui, kasus kematian Yusuf masih gelap. Penyebabnya, belum ada alat bukti yang menunjukkan jika kematian mahasiswa ini masuk ranah pidana.
”Sejauh ini baru ada keterangan dokter yang menjelaskan ada luka tidak beraturan di kepala korban. Itu, kan, harus diketahui apakah kena kayu, batu, terjatuh, atau seperti apa?” katanya.
Hingga saat ini, 19 saksi telah diperiksa untuk mencari unsur pidana dari kasus tersebut. Namun, belum ada keterangan kuat yang menyebutkan Yusuf meninggal karena tindakan seseorang.
Salah satu hal utama yang membuat kasus ini semakin sulit karena keluarga korban tidak bersedia otopsi. Padahal, otopsi bisa menjadi dasar awal untuk menelusuri kasus ini hingga terungkap jelas.
”Kasus ini tidak pernah ditutup, tapi memang masih dalam penyelidikan. Kalau keluarga korban bersedia otopsi, kami sangat mendukung. Sama halnya jika ada keterangan saksi, silakan datang untuk memberikan kesaksian,” ucapnya.
Sementara itu, aksi yang awalnya damai berakhir bentrok. Sejumlah peserta aksi melempar batu yang dibalas tembakan gas air mata oleh aparat kepolisian. Beberapa orang yang terlibat ditangkap dan dibawa ke Markas Polda Sultra.
Kepala Kepolisian Resor Kota Kendari Komisaris Besar Eka Faturrahman mengungkapkan, aksi awalnya berlangsung lancar dan damai. Namun, ada sebagian kelompok yang tiba-tiba melempar batu.
”Kami lakukan prosedur pengendalian massa dan memeriksa apakah mereka provokator atau bukan. Kami tidak melarang aksi, tapi jangan melanggar aturan,” ucapnya.