Cabuli Remaja Putri Terbelakang Mental, 8 Orang di Banyumas Diringkus
Delapan laki-laki dewasa diringkus karena melakukan percabulan kepada seorang remaja putri dengan keterbelakangan mental di Banyumas.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·3 menit baca
PURWOKERTO, KOMPAS — Seorang remaja putri dengan keterbelakangan mental berinisial FT (15) menjadi korban percabulan oleh sembilan tetangganya yang sebagian besar sudah berusia lanjut. Delapan tersangka itu telah ditangkap dan ditahan, satu orang lainnya masih dalam pengejaran. Pencegahan kasus kekerasan seksual yang terus terjadi terutama pada kelompok lemah menjadi tanggung jawab bersama.
”Korban sekarang dalam keadaan hamil dengan usia kandungan tiga bulan. Korban memang ada dugaan keterbelakangan mental. Korban ini dirayu dengan diberi uang oleh para tersangka mulai Rp 20.000 sampai Rp 50.000, lalu terjadilah persetubuhan,” kata Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Kota Banyumas Komisaris Agus Supriyadi di Purwokerto, Banyumas, Jawa Tengah, Jumat (23/9/2022).
Agus menyampaikan, para tersangka melakukan perbuatan tersebut di tempat dan waktu yang berbeda sejak 2021 di salah satu desa di Kecamatan Cilongok, Banyumas. Tersangka kasus percabulan adalah Y (75), AS (68), S (61), R (59), S (52), AL (42), F (41), dan MY (41). ”Mereka ada yang berstatus duda, ada juga masih punya istri. Pekerjaannya ada yang swasta, petani, atau juga tukang,” ujarnya.
Kasus ini terungkap, lanjut Agus, lantaran sang ayah korban curiga karena anak bungsunya ini tidak menstruasi beberapa bulan. Kemudian setelah diperiksakan ke dokter, ternyata anak ini sedang hamil. ”Pendidikan terakhir korban adalah SD, tapi tidak lulus,” ujarnya.
Dari keterangan para tersangka, kata Agus, mereka memanfaatkan keterbelakangan mental si korban untuk dapat melakukan hubungan seksual. Para tersangka dijerat dengan Pasal 81 dan atau Pasal 82 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Kepala Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Satuan Reserse Kriminal Polresta Banyumas Ipda Metri Zul Utami menambahkan, persetubuhan dilakukan di rumah para tersangka atau juga di kebun sekitar desa. ”Persetubuhan dilakukan tersangka ada yang sampai 10 kali, 5 kali, dan 1 kali. Korban secara fisik sehat, tapi ada keterbelakangan intelegensia. Kadang sulit fokus atau kurang konsentrasi. Selain itu, beberapa kali tidak naik kelas,” ujarnya.
Menurut Metri, sepanjang 2022 ini, pihaknya menangani 34 kasus yang terdiri dari 17 kasus persetubuhan, 2 kasus percabulan, 10 kasus pencurian, 3 kasus kekerasan, 1 kasus penipuan, dan 1 kasus kekerasan dalam rumah tangga.
Atas kasus tersebut, baik Agus maupun Metri mengimbau para orangtua untuk meningkatkan pengawasan kepada anak-anaknya. Memantau dengan siapa dan ke mana anaknya bermain serta menjalin komunikasi yang sehat untuk mencegah terjadinya kekerasan seksual.
Dalam sejumlah kesempatan, dosen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, Tri Wuryaningsih, menyampaikan, untuk mengatasi kembali berulangnya kasus semacam ini diperlukan kerja sama berbagai pihak mulai dari keluarga, lingkungan, hingga sekolah untuk saling menjaga dan memahami pentingnya pendidikan seksual sejak dini. Masyarakat pun perlu terus diedukasi.
Kekerasan seksual dan pencabulan itu cenderung dipahami hanya pada persetubuhan, padahal tindakan mencolek atau memegang organ vital itu juga bagian dari kekerasan seksual (Kompas.id, 19/9/22).