Rencana Pengembangan Bandara Karimun Memasuki Tahap Akhir
Rencana pengembangan Bandara Raja Haji Abdullah di Karimun, Kepulauan Riau, memasuki tahap akhir. Pemerintah diharapkan belajar dari proyek pembangunan pelabuhan yang sebelumnya mangkrak di Karimun.
Oleh
PANDU WIYOGA
·3 menit baca
BATAM, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau dan Kementerian Perhubungan menandatangani perjanjian kerja sama pengembangan bandara di Kabupaten Karimun. Dalam mengerjakan proyek itu, pemerintah diminta menerapkan studi kelayakan yang mendalam dan menyeluruh.
Penandatanganan kerja sama itu dilakukan di Gedung Karsa, Kementerian Perhubungan, Jakarta, Rabu (21/9/2022). Dalam acara itu, hadir Gubernur Kepri Ansar Ahmad, Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub Nur Isnin Istiartono, serta Bupati Karimun Aunur Rofiq.
Ansar mengatakan, penandatanganan kerja sama itu merupakan tahap akhir dari rencana pengembangan Bandara Raja Haji Abdullah (RHA) Karimun. Rencana pengembangan bandara RHA telah digodok Pemprov Kepri dan Kemenhub sejak tahun lalu.
”Landasan pacu di Bandara RHA akan diperpanjang agar bisa didarati pesawat berbadan lebar. Harapannya, itu dapat menunjang pertumbuhan investasi dan menunjang sektor pariwisata di Karimun,” kata Ansar lewat pernyataan tertulis.
Kini, dengan panjang landasan pacu 1.430 meter, Bandara RHA hanya mampu melayani operasi pesawat perintis. Pada akhir 2022 atau awal 2023, panjang landasan pacu ditargetkan bisa ditingkatkan menjadi 1.600 meter agar bisa melayani operasi pesawat tipe ATR.
Ansar menyatakan, pengembangan akan terus dilanjutkan agar Bandara RHA bisa dipakai mendarat pesawat tipe lorong tunggal, seperti Boeing 737. Untuk itu, ia menargetkan landasan pacu di bandara tersebut harus sudah selesai dibangun sepanjang 2.200 meter pada akhir 2023 atau awal 2024.
Sebelumnya, Pemprov Kepri telah merampungkan penerbitan izin lingkungan, izin pelaksanaan reklamasi, dan izin alih fungsi kawasan hutan lindung. Hal itu dibutuhkan untuk menyediakan lahan seluas 51,2 hektar yang diperlukan untuk pengembangan Bandara RHA.
Terkait dengan hal itu, Istiartono mengatakan, Kemenhub mendukung penuh upaya Pemprov Kepri mendorong pengembangan Bandara RHA di Karimun. Ia berharap pengembangan bandara tersebut dapat memberi dampak positif terhadap perekonomian daerah setempat.
Integrasi FTZ Batam-Bintan-Karimun akan dilakukan pada 2020-2045 melalui tiga tahap. Tahap pertama, 2020-2025, baru merupakan tahap awal untuk menyusun rencana induk integrasi Batam-Bintan-Karimun.
Saya harap pengorbanan itu bakal sepadan dengan manfaat yang nanti dirasakan warga.
Ansar mengatakan, kini nilai investasi di FTZ Karimun sudah sekitar Rp 50 triliun. Sebagian besar investasi itu berasal dari industri maritim, seperti galangan kapal dan instalasi infrastruktur minyak dan gas.
Menurut dia, pengembangan bandara RHA akan memicu lebih banyak investasi lain masuk ke Karimun dan FTZ lainnya. Investor dalam dan luar negeri akan lebih mudah berkunjung seiring makin mudahnya akses ke Karimun.
Secara terpisah, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Batam Rafki Rasyid menilai, pengembangan bandara di Karimun harus melalui studi kelayakan yang mendalam dan menyeluruh. Jangan sampai Bandara RHA nantinya hanya mangkrak, seperti Bandara Kertajati di Jawa Barat.
”Pengembangan Bandara RHA mengorbankan hutan lindung di Karimun. Saya harap pengorbanan itu bakal sepadan dengan manfaat yang nanti dirasakan warga,” kata Rafki.
Rafki berpendapat, apabila tujuan utama adalah menarik investasi, seharusnya pemerintah lebih dulu membangun pelabuhan peti kemas di Karimun. Menurut dia, investor akan lebih tertarik memilih lokasi di mana mereka dapat secara langsung mengirim produknya melalui pelabuhan.
Sebenarnya, pemerintah telah membangun Pelabuhan Malarko di Karimun pada 2008. Namun, proyek pelabuhan yang dulu dirancang mampu menampung arus peti kemas hingga 400.000 TEUs (twenty-foot equivalent unit/unit ekuivalen 20 kaki atau 6,1 meter) per tahun itu malah mangkrak hingga kini.