Polisi Tangkap Tiga Pelajar Pelaku Perundungan Penyandang Disabilitas di Cirebon
Polisi menangkap tiga pelajar yang diduga melakukan perundungan terhadap anak penyandang disabilitas mental di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Kasus ini kembali mengungkap rentannya anak difabel menjadi korban kekerasan.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·4 menit baca
CIREBON, KOMPAS — Kepolisian menangkap tiga pelajar yang diduga melakukan perundungan terhadap seorang anak penyandang disabilitas mental di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Kasus ini kembali mengungkap rentannya anak difabel menjadi korban kekerasan.
Kasus perundungan itu tersiar dalam video yang viral di media sosial sejak Selasa (20/9/2022). Rekaman itu menunjukkan seorang remaja berseragam putih abu-abu menendang punggung anak penyandang disabilitas. Korban meringis kesakitan sambil memeluk tiang penyangga gubuk.
Bukannya berhenti, terduga pelaku yang mengisap rokok malah menginjak pundak korban. Seorang remaja lainnya juga menendang kaki korban. Mereka terlihat tertawa, sedangkan korban menangis. Pelaku lainnya merekam kejadian itu dan menyebarkannya via status aplikasi percakapan.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Kota Cirebon Komisaris Anton mengatakan, aksi kekerasan itu berlangsung pada Senin (19/9/2022) sekitar pukul 13.00 di sebuah gubuk di dekat persawahan di Desa Bojong Kulon, Kecamatan Susukan, Kabupaten Cirebon. Lokasi tersebut berjarak sekitar 2 kilometer dari balai desa setempat.
”Saat itu, para pelaku sedang berkumpul. Lalu, seorang pelaku memanggil korban yang melintas. Mereka masih tetangga. Korban kemudian dirundung, diteriaki, diinjak, dan ditendang. Pelaku hanya nongkrong, tidak minum minuman keras,” ujar Anton kepada awak media, Rabu (21/9/2022).
Anto menyebut, jumlah pelaku sebanyak empat orang. Namun, polisi baru menangkap tiga orang pada Selasa malam kemarin. ”Yang satu masih dalam pencarian. Semuanya pelajar berusia sekitar 15-16 tahun,” ucapnya. Para pelaku itu merupakan siswa SMK di Kabupaten Cirebon.
Ketiga pelaku diduga melanggar Pasal 80 juncto Pasal 76 C Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No 23/2002 tentang Perlindungan Anak. Ancaman hukuman untuk mereka adalah penjara lima tahun.
Namun, polisi belum menentukan apakah para pelaku akan ditahan karena mereka masih kategori anak. Sementara itu, korban mengalami trauma psikologis. Apalagi, korban juga pernah mengalami perlakuan serupa sebelumnya.
”Korban itu (penyandang) disabilitas mental. Ketika melihat orang lain, dia tampak takut. Kami akan melibatkan pihak terkait, minimal untuk traumahealing,” ujar Anton.
Kuwu (Kepala Desa) Bojong Kulon Sudarso mengatakan, korban dan salah seorang pelaku berasal dari desanya. Menurut dia, korban merupakan anak berkebutuhan khusus yang belajar di sekolah luar biasa. Selama ini, korban tergolong pendiam, berperilaku baik, dan murah senyum.
Sementara itu, Sudarso tidak mengenal dekat salah seorang pelaku yang berasal dari Desa Bojong Kulon. Namun, dia menyebutkan, pelaku perundungan itu juga pernah mencuri uang di kantor sekolah dasar (SD) di desa tersebut.
”Dulu, dia juga pernah mengambil uang di kantor SD. Saya sudah sering mengingatkan dia. Tapi, orangtuanya juga sudah menyerah. Kalau kasus kekerasan seperti ini baru pertama kali selama sembilan bulan saya menjabat,” ucapnya.
Rekaman itu menunjukkan seorang anak berseragam putih abu-abu menendang punggung anak penyandang disabilitas.
Melalui akun Instagram-nya, Gubernur Jabar Ridwan Kamil turut mengecam kasus perundungan terhadap penyandang disabilitas itu. Pemerintah Provinsi Jabar pun menurunkan tim psikolog Jabar Quick Response untuk mendampingi korban. Para siswa juga diimbau tak melakukan perundungan.
”Untuk para orangtua dan para guru, mari edukasi terus rasa sayang kemanusiaan kepada anak-anak asih dan anak-anak didik kita. Agar dunia selalu damai dan saling tolong-menolong,” ujar Emil, sapaan Kamil.
Asih Widiyowati, pendiri Umah Ramah, lembaga yang turut mendampingi komunitas difabel di Cirebon, mengatakan, kasus perundungan itu menunjukkan penyandang disabilitas rentan mengalami kekerasan. Kondisi berbeda yang dialami penyandang disabilitas kerap dimanfaatkan pihak-pihak tak bertanggung jawab untuk melakukan kekerasan.
”Teman-teman disabilitas distigma sebagai orang tidak berdaya, tidak berguna, sampai disebut kena kutukan. Padahal, setiap anak itu ciptaan Tuhan yang sempurna dengan keunikannya masing-masing. Cara pandang yang memberi stigma kepada difabel ini harus diubah,” ujarnya.
Asih juga mengimbau orangtua agar memberikan pola asuh, pendidikan, dan komunikasi yang intens terhadap anak. Menurut dia, tanpa pendampingan yang memadai, perkembangan teknologi informasi bisa menjerumuskan anak ke berbagai masalah, termasuk melakukan perundungan.
Kasus perundungan di Jabar bukan kali ini saja terjadi. Pada Juli lalu, seorang anak dari Tasikmalaya diduga mendapatkan perundungan karena disuruh melakukan tindakan asusila terhadap kucing. Video peristiwa itu juga viral di media sosial. Anak yang mengalami gangguan tumbuh kembang itu kemudian depresi dan meninggal.