Jerit Nelayan Natuna yang Terabaikan
Nelayan Natuna ulet merekam video intrusi kapal asing di ZEE Indonesia. Berkat nelayan, publik jadi tahu situasi di Laut Natuna Utara tidak baik-baik saja. Bagaimana pemerintah merespons hal itu?
Pekan lalu, kehadiran kapal China di Laut Natuna Utara (LNU) kembali disorot. Beredar video dari nelayan yang merekam kehadiran kapal Penjaga Pantai China (China Coast Guard/CCG) dengan nomor lambung 5403 di LNU.
Video itu memperlihatkan empat nelayan Natuna dengan kapal kayu berukuran panjang sekitar 13 meter (m) melaju di hadapan kapal CCG-5403 yang panjangnya mencapai 99 m. Saat kejadian, tak ada kapal aparat Indonesia yang berpatroli di sekitar lokasi.
Salah satu nelayan yang merekam video itu, Dedi (38), menyebut, kapal CCG-5403 melakukan manuver untuk memotong haluan kapal nelayan Natuna. Kejadian itu mengingatkan publik bahwa intrusi kapal asing tak pernah surut di LNU.
Ini memang bukan pertama kali nelayan Natuna menggunakan video untuk menarik perhatian publik. Cara itu telah dipakai nelayan sejak tiga tahun ke belakang.
Pada 26 Desember 2019, sejumlah nelayan merekam aksi puluhan kapal pukat China yang dikawal tiga kapal Penjaga Pantai China mengeruk ikan di LNU. Video itu dengan cepat menyebar. Banyak orang geram melihat sumber daya perikanan Indonesia digondol asing.
Hal itu membuat Presiden Joko Widodo datang ke Natuna pada 8 Januari 2020. Di Pangkalan TNI Angkatan Laut Terpadu Selat Lampa, Presiden menegaskan penegakan hukum akan dilakukan untuk menjaga hak berdaulat Indonesia atas kekayaan sumber daya alam laut di zona ekonomi eksklusif (ZEE).
Berawal dari peristiwa itu, Ketua Aliansi Nelayan Natuna, Hendri, menyadari pentingnya informasi langsung dari nelayan. Nelayan adalah saksi mata sekaligus korban pertama dari maraknya intrusi kapal asing di LNU.
Berbekal alat sederhana, yakni kamera ponsel dan sistem pemosisi global (global positioning system/GPS), nelayan bisa menunjukkan kondisi nyata di LNU kepada orang banyak. Titik koordinat yang dilaporkan nelayan seharusnya juga bisa membantu tugas aparat menghalau kapal asing.
”Inisiatif untuk merekam aksi kapal-kapal asing itu berawal dari kerisauan nelayan yang merasa pemerintah tenang-tenang saja saat situasi LNU semakin kacau. Kalau bukan nelayan, siapa lagi yang bakal menyampaikan masalah ini ke publik,” kata Hendri, Selasa (20/9/2022).
Sejak saat itu, semakin banyak nelayan yang mengirim video kepada Aliansi Nelayan Natuna. Dari video-video itu terlihat intrusi kapal asing terus marak di LNU, sekalipun Presiden telah menegaskan komitmen menjaga hak berdaulat Indonesia di ZEE.
Salah satu nelayan yang persisten merekam intrusi kapal asing di LNU adalah Dedi. Menurut dia, perairan LNU sebelah barat laut dipenuhi kapal-kapal ikan Vietnam. Adapun di perairan LNU bagian timur laut berbagai jenis kapal berbendera China mondar-mandir.
Inisiatif untuk merekam aksi kapal-kapal asing itu berawal dari kerisauan nelayan yang merasa pemerintah tenang-tenang saja saat situasi LNU semakin kacau. Kalau bukan nelayan, siapa lagi yang bakal menyampaikan masalah ini ke publik. (Hendri)
Sepanjang 2019-2022, Dedi dan sejumlah nelayan berulang kali merekam video kapal-kapal pukat Vietnam yang menangkap ikan secara ilegal di LNU. Bahkan, kapal Vietnam berani menangkap ikan secara ilegal hingga ke perairan yang berjarak 40 mil laut (64,37 kilometer) dari Pulau Natuna.
”Kalau malam, laut (Natuna Utara) itu terang sekali. Cahaya lampu dari ratusan kapal Vietnam bikin laut kelihatan seperti pasar,” kata Dedi, akhir Juli 2021.
Maraknya kapal ikan Vietnam di LNU bagian barat laut membuat Dedi beralih menangkap ikan di sebelah timur laut. Namun, di sana, Dedi dan nelayan lain justru menyaksikan kapal perang dan kapal Penjaga Pantai China leluasa hilir-mudik.
Peristiwa nelayan Natuna yang terganggu akibat kehadiran kapal China, seperti yang direkam Dedi pada 8 September lalu, bukan yang pertama. Nelayan Natuna juga pernah dibuat takut karena hadirnya kapal perang China, Kunming-172, di LNU pada pertengahan September 2021.
Baca juga: Nelayan Resah Kapal Penjaga Pantai China Mondar-mandir di Natuna
Respons tak tegas
Setelah kedatangan Presiden ke Selat Lampa pada awal 2020, tak ada lagi respons tegas pemerintah terhadap intrusi kapal asing di LNU. Hal ini salah satunya terlihat saat kapal riset China dibiarkan beroperasi selama dua bulan pada Agustus-Oktober 2021 di LNU.
Padahal, kapal riset China, Haiyang Dizhi 10, itu diduga menggelar riset bawah laut di sekitar blok eksplorasi D-Alpha yang disebut-sebut menyimpan cadangan gas terbesar di Indonesia. Selama berada di LNU, Haiyang Dhizi dikawal secara bergantian oleh kapal CCG-4303 dan CCG-6305.
Contoh lain ketidaktegasan pemerintah di LNU tecermin dalam operasi Patroli Bersama Keamanan dan Keselamatan Laut Nasional 2022. Patroli bersama yang dikoordinasi oleh Badan Keamanan Laut itu tidak menyentuh LNU, perairan yang paling rawan intrusi kapal asing.
Patroli bersama itu hanya dilakukan di Selat Malaka, Selat Singapura, dan perairan Kalimantan bagian utara. Operasi itu dibuka pada 23 Agustus dan menurut rencana akan ditutup pada akhir Oktober 2022.
”(Laut) Natuna Utara di sana lebih pada kedaulatan, kalau kami masalah penegakan hukum. Jadi, itu ada lagi, mungkin teman-teman (TNI) Angkatan Laut ada di sana,” kata Kepala Bakamla Laksamana Madya Aan Kurnia di Batam, 23 Agustus 2022.
Hal itu dikritik oleh anggota Komisi I DPR, Sukamta. Operasi patroli bersama tersebut seharusnya difokuskan di LNU. Bakamla tak boleh membiarkan nelayan kecil sendirian menghadapi intrusi kapal asing.
Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2022, Bakamla berperan sebagai koordinator lembaga di bidang keamanan, keselamatan, dan penegakan hukum di laut. Sukamta menyebut sedikitnya ada empat kapal patroli dari berbagai lembaga yang bersiaga di Natuna. Bakamla seharusnya bisa mengoordinasi kapal-kapal itu untuk berpatroli di LNU.
Respons pemerintah yang tak tegas itu akhirnya membuat nelayan mulai putus asa. Sebagian nelayan berhenti mengambil video kapal asing karena merasa itu tak ada gunanya. Pemerintah tetap diam dan kapal asing justru semakin marak.
Meski demikian, Hendri mengatakan, ada juga sebagian nelayan yang bertekad tetap merekam aksi kapal-kapal asing di LNU. Ia berharap tekanan dari publik bisa mendorong pemerintah untuk bersikap lebih tegas di LNU.
”Kami tetap berusaha mengetuk hati pemerintah karena masalah intrusi kapal asing ini mengancam mata pencarian dan periuk nasi nelayan. Kami tak ingin situasi LNU ditutup-tutupi,” ucap Hendri.
Baca juga: Armada “Kapal Hantu” di Laut Natuna Utara