”Food Estate” di Perbatasan NTT Memberikan Dampak Positif
Kehadiran ”food estate” telah memberikan dampak positif bagi masyarakat di Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
ATAMBUA, KOMPAS — Keberadaan lokasi food estate di Desa Fatuketi, Kecamatan Kakuluk Mesak, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur, telah dirasakan manfaatnya oleh masyarakat setempat. Setelah dibantu pemerintah pada musim tanam pertama, kini warga mulai berdikari mengelola lahan pertanian sendiri. Pada musim tanam perdana, produktivitas jagung yang dihasilkan mencapai 6-7 ton per hektar.
Lokasi food estate pertama di daratan Pulau Timor itu diresmikan Presiden Joko Widodo pada Maret 2022. Kala itu, Presiden bersama Ibu Negara Iriana Joko Widodo melakukan tanam jagung perdana di areal seluas 52 hektar. Lahan tersebut berada tidak jauh dari perbatasan antara Indonesia dan Timor Leste.
Dalam catatan Kompas, Presiden mendorong agar lahan diperluas lagi menjadi 5.000 hektar. Menurut Presiden, kehadiran program food estate untuk menjamin ketersediaan pangan pada masa mendatang. Presiden juga menginginkan agar petani mendapat keuntungan dari pengolahan lahan tersebut.
Hingga Selasa (20/9/2022), sebagian petani mulai menanam jagung untuk musim tanam kedua. ”Jagung yang Bapak Presiden tanam itu sudah kami panen. Hasilnya bagus. Sekarang mau tanam lagi,” kata Maria Fatima (55), petani. Kala itu, Presiden menanam jagung di kebun milik Fatima.
Fatima menuturkan, petani mendapat dukungan penuh pemerintah, mulai dari penyiapan lahan, pengadaan bibit, pengairan, penanaman, pemupukan, hingga pascapanen. Bibit, pupuk, dan alat pertanian disediakan secara gratis. Tak hanya itu, pemerintah juga membantu untuk proses pemasaran.
Saat ini harga jagung naik dari sebelumnya Rp 4.000 per kilogram menjadi Rp 6.000 per kilogram. Para pembeli berlomba datang melakukan transaksi di kebun petani. ”Mereka (pemerintah) juga tidak melarang jika kami jual di mana saja. Hasilnya semua untuk kami. Mereka hanya dampingi,” kata Fatima.
Yulius Matkeu, Ketua Kelompok Star Tani, mengatakan, kelompoknya mengolah lahan jagung 7,5 hektar. Pada musim tanam pertama, hasil yang diperoleh 36 ton. Setiap anggota dibagi hasil panen, kemudian masing-masing mereka mengurus penjualan. Yulius mendapat Rp 11,3 juta.
Menurut dia, dalam satu tahun, mereka bisa menanam jagung hingga tiga kali. Dengan hasil maksimal, mereka bisa meraup penghasilan lebih dari Rp 30 juta, pencapaian yang tidak pernah mereka alami sebelumnya. ”Ini yang membuat kami bersemangat untuk serius kerja jagung. Hasilnya nyata,” katanya.
Sebelumnya, areal itu hanyalah ladang tadah hujan dengan musim tanam sekali dalam setahun. Hasilnya sebatas untuk makan. Namun, terkadang terjadi gagal panen akibat hari hujan yang sedikit. Selesai musim panen, lahan tidur itu dibiarkan untuk tempat penggembalaan sapi.
Gerardus Mbulu, Asisten II Pemerintah Kabupaten Belu, mengatakan, produktivitas tanaman jagung masih bervariasi. Hasil tertinggi sejauh ini berkisar 6-7 ton per hektar. Produktivitas itu masih bisa ditingkatkan lagi. ”Ini, kan, masih dalam tahap awal, jadi masih penyesuaian,” kata mantan Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Belu itu.
Infrastruktur seperti ini tepat sasaran dan sangat dibutuhkan masyarakat.
Keberadaan areal food estate sudah cukup memadai, terutama pasokan air dari Bendungan Rotiklot, tak jauh dari tempat itu. Bendungan yang diresmikan Presiden Jokowi itu memiliki daya tampung 3,30 juta meter kubik. Air dialirkan ke lahan melalui pipa dengan menggunakan tiang sprinkler. Setiap sprinkler dipasang keran untuk mengalirkan air ke tanaman.
Menurut Gerardus, kehadiran bendungan menjawab kebutuhan masyarakat setempat. Pasalnya, Kabupaten Belu dan sebagian besar wilayah di Pulau Timor selalu mengalami kendala ketersediaan air. Oleh karena itu, sektor pertanian di daerah itu sulit maju.
”Presiden Jokowi memahami hal itu, makanya beliau bangun bendungan. Infrastruktur seperti ini tepat sasaran dan sangat dibutuhkan masyarakat. Setelah itu beliau buka lahan pertanian. Kami dorong masyarakat agar bekerja lebih rajin. Memang etos kerja menjadi tantangan,” katanya.
Selain untuk swasembada pangan di tingkat lokal, hasil pertanian dari daerah itu diharapkan menyuplai kebutuhan daerah lain di dalam negeri. Lebih dari itu, bisa juga diekspor ke negara tetangga Timor Leste yang hingga kini masih membutuhkan pasokan pangan dari Indonesia.