Hutan Mangrove Teluk Balikpapan yang Rentan Alih Fungsi
Program penanaman mangrove di Teluk Balikpapan dinilai tak cukup. Hutan mangrove dinilai perlu juga dinaikkan status lindungnya agar terbebas dari ancaman alih fungsi dan untuk melindungi nelayan tradisional.
Oleh
SUCIPTO
·6 menit baca
KOMPAS/SUCIPTO
Perahu nelayan melintas di antara hutan mangrove di Teluk Balikpapan, Kalimantan Timur, Minggu (11/9/2022).
Pemerintah membuat sejumlah program untuk menjaga hutan mangrove di Teluk Balikpapan yang berada di sisi timur hingga selatan Ibu Kota Negara Nusantara. Kendati demikian, hal itu dinilai tak cukup. Hutan mangrove di sana dinilai perlu juga dinaikkan status lindungnya agar terbebas dari ancaman alih fungsi dan untuk melindungi nelayan tradisional.
Bastah (71) bersyukur menikmati anugerah tak terhingga saat menjadi nelayan di Teluk Balikpapan. Mengandalkan uang dari hasil menjual ikan, ia bisa menyekolahkan anak-anaknya. ”Saya berangkat haji tahun 1980-an juga murni uangnya dari tangkap ikan di Teluk Balikpapan,” ujar nelayan tradisional di Kelurahan Jenebora, Kecamatan Penajam, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, itu beberapa waktu lalu.
Dari mangrove yang sehat dan minim polusi saat itu, Bastah bisa menangkap kepiting, udang, lobster, ikan baronang, kakap merah, belana, dan ikan lain. Namun, kondisi saat ini berubah. Sejumlah lahan mangrove dibabat untuk industri minyak, batubara, dan pengolahan sawit. Itu terjadi di Teluk Balikpapan bagian hilir hingga tengah.
Sejauh ingatan Bastah, kondisi itu terjadi mulai tahun 1990-an. Saat ini, pelabuhan milik perusahaan di sana semakin ramai dengan tongkang pembawa batubara, kapal minyak, dan kapal besar lain. Saat mengantre sebelum ke pelabuhan, kapal-kapal itu menaruh jangkarnya di kawasan yang biasa menjadi wilayah tangkap para nelayan tradisional.
”Kadang jaring kami rusak kena jangkarnya. Kita juga jadi ndak bisa nangkap ikan di sekitar situ,” kata lelaki yang akrab disapa Pak Haji tersebut.
KOMPAS/PRIYOMBODO
Foto udara bentang jembatan Pulau Balang di Teluk Balikpapan, Kalimantan Timur, Rabu (10/3/2021).
Air teluk juga kerap tercemar dari limbah beberapa perusahaan pengolahan sawit. Sejumlah pelabuhan yang menjorok ke perairan juga dibangun di tempat-tempat yang biasa digunakan nelayan untuk meletakkan perangkap tradisional mereka, seperti rakang dan belat.
Bastah juga bercerita, nelayan tradisional kerap diusir oleh pihak keamanan perusahaan saat memasang belat dalam radius 500 meter dari area perusahaan. Alhasil, mereka perlu mencari lokasi baru yang jauh dari rumah dengan solar yang lebih banyak.
Kelompok Kerja (Pokja) Pesisir, organisasi yang fokus pada isu nelayan dan lingkungan pesisir, menilai Teluk Balikpapan di Kalimantan Timur merupakan kawasan esensial yang menyimpan keanekaragaman hayati. Di dalamnya terdapat sekitar 16.800 hektar hutan mangrove yang rapat. Sejumlah hutan mangrove itu tersambung dengan hutan darat sehingga satwa yang bergantung di dalamnya bisa berpindah tanpa harus mengganggu kehidupan manusia.
Dengan kondisi itu, Teluk Balikpapan menjadi habitat satwa kunci dan dilindungi, seperti bekantan (Nasalis larvatus), pesut (Orcaella brevirostris), dugong, buaya muara, ratusan jenis burung, dan banyak jenis ikan. Itu pula yang membuat masyarakat pesisir di Teluk Balikpapan turut menikmati kemudahan mencari nafkah dari ekosistem teluk.
KOMPAS/SUCIPTO
Saiful (52), seorang pengepul, menimbang kepiting yang dijual nelayan kepadanya di Kelurahan Jenebora, Kecamatan Sepaku, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Minggu (6/3/2022).
Zonasi
Direktur Eksekutif Pokja Pesisir Mappaselle mengatakan, ancaman bagi hutan mangrove dan nelayan tradisional di Teluk Balikpapan belum berhenti. Belum lama ini, Pemerintah Provinsi Kaltim mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2021. Di dalamnya diatur Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K) Kaltim Tahun 2021-2041.
Wilayah perairan Teluk Balikpapan dari luar hingga ke dalam ditetapkan sebagai zona pelabuhan. Tak ada wilayah yang ditetapkan sebagai wilayah tangkap bagi nelayan tradisional. Adapun seluruh kawasan hutan mangrove berstatus area penggunaan lain. Artinya, hutan mangrove boleh digunakan untuk apa saja selama mendapat izin.
Program yang selama ini berjalan seolah tidak konsisten. Kawasan mangrove yang rusak direhabilitasi, tetapi di sisi lain hutan mangrove yang masih bagus tidak ditetapkan sebagai kawasan lindung oleh pemerintah.
Dalam pertemuan dan diskusi dengan sejumlah nelayan, Mappaselle menangkap suasana batin nelayan Teluk Balikpapan yang gelisah. Sebab, pemerintah bakal membangun Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di bagian hulu teluk. Menurut rencana, sejumlah pelabuhan bakal dibangun untuk menunjang pembangunan. Nelayan khawatir mereka bakal semakin terimpit dan tersingkir ketika kelak banyak kapal besar lalu lalang untuk mengangkut logistik.
Menurut dia, pengelolaan kawasan Teluk Balikpapan harus juga terintegrasi dengan rencana tata ruang IKN. ”Kawasan sempadan sungai dan hutan mangrove kami dorong menjadi kawasan lindung. Jika tidak, sangat rentan alih fungsi lahan,” katanya di Balikpapan, Jumat (16/9/2022).
Pokja Pesisir mencatat, dalam 10 tahun terakhir setidaknya ada 200 hektar hutan mangrove yang dirusak tanpa izin di Teluk Balikpapan. Selain lemahnya pengawasan dan penegakan hukum, kebijakan yang ada tak cukup melindungi kawasan penting ini.
KOMPAS/SUCIPTO
Bagian hutan mangrove yang dirusak meskipun belum mendapatkan izin lingkungan di Teluk Balikpapan, Kalimantan Timur, Kamis (31/3/2022).
Dengan menjadi kawasan lindung, Mappaselle mengatakan, nelayan tradisional masih bisa memanfaatkan wilayah itu dengan batasan yang jelas di Teluk Balikpapan. Selama ini pun, nelayan tradisional sudah menggunakan alat tangkap ramah lingkungan yang turut membantu kelestarian hutan mangrove di teluk.
”Dalam pembangunan IKN, nelayan tradisional di Teluk Balikpapan juga perlu diakomodasi permukimannya yang saat ini eksis, wilayah tangkapnya, dan dijamin mudah mendapatkan solar,” katanya.
Dalam rencana detail tata ruang (RDTR) IKN, Teluk Balikpapan tak masuk di dalamnya. Hanya sejumlah sungai dan daerah alirannya yang bermuara di Teluk Balikpapan yang dibahas. Misalnya, di daerah Wilayah Perencanaan (WP) 5 IKN Timur 2 yang meliputi sebagian Desa Karang Jinawi, sebagian Kelurahan Sepaku, sebagian Kelurahan Sukaraja, dan sebagian Desa Tengin Baru.
Dalam konsultasi publik RDTR IKN beberapa waktu lalu, Tito Budiarto selaku konsultan tim RDTR Wilayah Perencanaan 5 IKN Timur 2 mengatakan, masalah geologi, masyarakat, dan Teluk Balikpapan menjadi pembahasan panjang timnya. Sejumlah catatan itu akan dibahas kembali untuk pematangan RDTR IKN sebelum disahkan.
Khusus untuk Teluk Balikpapan, Tito menjelaskan, perlindungan kawasan teluk akan diatur dalam peraturan zonasi. Nantinya, katanya, ketinggian bangunan, koefisien bangunan, dan hal lain akan disesuaikan untuk melindungi Teluk Balikpapan (Kompas, 13/9/2022).
Rehabilitasi
Pemerintah mengidentifikasi sejumlah kerusakan hutan mangrove di Teluk Balikpapan. Terbaru, Badan Restorasi Gambut dan Mangrove merehabilitasi lahan Teluk Balikpapan di Desa Sotek, Kecamatan Penajam. Pohon mangrove ditebang untuk dijadikan tambak dan produksi arang oleh warga.
”Target tahun ini (2022) kami merehabilitasi lahan mangrove 20 hektar di Desa Sotek,” ujar Sekretaris Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) Ayu Dewi Utari.
Lantaran banyak hutan mangrove yang sudah dikuasai warga, BRGM tidak punya rencana menjadikan kawasan hutan mangrove di Desa Sotek sebagai area konservasi. Solusi dari BRGM, mereka melibatkan partisipasi masyarakat untuk melakukan rehabilitasi mangrove melalui kerja sama dengan kelompok tani hutan atau KTH. Warga diberi insentif setiap bulan melalui penanaman mangrove.
Lahan mangrove yang direhabilitasi Badan Restorasi Gambut dan Mangrove di Teluk Balikpapan, tepatnya di Desa Sotek, Kecamatan Penajam, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Minggu (11/9/2022).
Mappaselle menilai, pemerintah perlu melihat hutan mangrove di Teluk Balikpapan secara luas, bukan fokus di beberapa titik saja. Di luar Desa Sotek, sekitar 16.800 hektar hutan mangrove yang tersisa di teluk ini berfungsi sebagai daya dukung lingkungan bagi Kota Balikpapan dan Penajam Paser Utara.
Jika hanya merehabilitasi lahan mangrove tanpa membuat kebijjakan khusus untuk menjadikan hutan mangrove sebagai kawasan konservasi, ia khawatir pembabatan mangrove akan terus terjadi. Pokja Pesisir menyarankan, hutan mangrove di bagian tengah sampai dalam dijadikan kawasan lindung.
”Program yang selama ini berjalan seolah tidak konsisten. Kawasan mangrove yang rusak direhabilitasi, tetapi di sisi lain hutan mangrove yang masih bagus tidak ditetapkan sebagai kawasan lindung oleh pemerintah,” ujar Mappaselle.