Sekitar 1,18 Juta Keluarga di Bali Masuk Registrasi Sosial Ekonomi
BPS akan melaksanakan registrasi sosial ekonomi mulai 15 Oktober 2022. BPS Bali menyosialisasikan rencana pelaksanaan Regsosek 2022 dalam Rakor Pendataan Awal Regsosek 2022 di Kuta, Badung, Jumat (16/9/2022).
Oleh
COKORDA YUDISTIRA M PUTRA
·4 menit baca
BADUNG, KOMPAS — Pendataan kondisi sosial ekonomi masyarakat, atau Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek) 2022, di Provinsi Bali diestimasikan menjangkau 1.180.703 keluarga. Pendataan kondisi sosial ekonomi itu mencakup semua warga, termasuk aparatur sipil negara, TNI, dan Polri.
Dalam Rapat Koordinasi Pendataan Awal Registrasi Sosial Ekonomi 2022 di Provinsi Bali, di Kuta, Badung, Jumat (16/9/2022), Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali Hanif Yahya memaparkan, pendataan kondisi sosial ekonomi masyarakat, atau Regsosek 2022, dilaksanakan di seluruh Indonesia.
Diestimasikan terdapat 82.576.741 keluarga di 514 kabupaten dan kota di seluruh provinsi dengan sasaran nasional 100 persen penduduk.
”Di sembilan kabupaten dan kota di Bali, diestimasikan terdapat 1.180.703 keluarga,” kata Hanif dalam pemaparannya.
Pendataan regsosek direncanakan dimulai 15 Oktober 2022 sampai 14 November 2022. Terdapat enam variabel yang didata dalam regsosek, di antaranya variabel kependudukan dan ketenagakerjaan, perlindungan sosial, perumahan, dan pendidikan.
Pengumpulan data dilaksanakan melalui interview langsung. Keluaran (out put) pendataan regsosek adalah basis data kependudukan yang akurat dan akuntabel sehingga Indonesia memiliki sistem satu data terintegrasi untuk memetakan kondisi sosial ekonomi masyarakat.
Hanif menyatakan, pendataan regsosek pernah diujicobakan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) pada 2021 dengan daerah contoh di 96 desa dan kelurahan. Adapun BPS memiliki data hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), tetapi data Susenas itu bersifat makro.
Dia menambahkan, pendataan regsosek menjadi upaya membangun ekosistem pendataan terintegrasi yang tidak hanya dibutuhkan dalam perlindungan sosial, tetapi juga untuk pemberdayaan sosial ekonomi, termasuk pengembangan UMKM.
Di hadapan peserta rakor pendataan awal regsosek, yang berasal dari perwakilan BPS seluruh Bali, organisasi perangkat daerah (OPD) instansi pemerintah daerah di Bali, Polda Bali, dan Korem 163/Wirasatya serta media massa, Hanif menerangkan, BPS Bali akan mengerahkan lebih dari 5.900 petugas, termasuk 4.678 petugas pendataan lapangan, untuk melaksanakan Regsosek 2022. Untuk itu, BPS merekrut calon petugas melalui aplikasi Sobat BPS.
Terkait dengan persiapan pendataan Regsosek 2022, Sekretaris Daerah Provinsi Bali Dewa Made Indra mengatakan, semua elemen masyarakat di Bali, termasuk kalangan ASN di Pemprov Bali dan pemerintah daerah, harus mendukung dan menyukseskan Regsosek 2022. Dukungan diperlukan agar program regsosek di Bali berjalan lancar karena waktu pelaksanaan regsosek sangat singkat, tetapi menjangkau khalayak luas.
Setiap kali pemerintah mengeluarkan kebijakan ekonomi tertentu, yang memengaruhi masyarakat, terutama penduduk kategori miskin, maka (kebijakan) selalu diikuti kegiatan bantalan sosial.
”Instansi pemerintah daerah harus terdepan dan memperlihatkan kepeloporannya menyukseskan program regsosek yang diperintahkan langsung oleh Presiden,” kata Indra dalam sambutannya.
Indra menambahkan, Regsosek 2022 adalah upaya mendata secara lengkap, luas, dan menyeluruh untuk menghasilkan satu basis data terintegrasi yang penting. Data kependudukan dibutuhkan dalam pengambilan keputusan dan kebijakan yang memengaruhi masyarakat.
Disebutkan kebijakan pemerintah mengalihkan subsidi bahan bakar minyak (BBM), yang berdampak terhadap kenaikan harga BBM, diikuti dengan pemberian bantuan sosial kepada masyarakat, terutama penduduk kategori rentan atau miskin.
Selama ini, menurut dia, data penerima bantuan sosial berasal dari sektoral, misalnya, bantuan sosial dari data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) Kementerian Sosial, bantuan subsidi upah dari Kementerian Ketenagakerjaan dan BPJS, dan sejenisnya.
”Setiap kali pemerintah mengeluarkan kebijakan ekonomi tertentu, yang memengaruhi masyarakat, terutama penduduk kategori miskin, (kebijakan) selalu diikuti kegiatan bantalan sosial,” katanya.
Maka, pertanyaannya selalu pada tiga hal, yaitu siapa, di mana, dan berapa. ”Ini dapat dijawab dengan data yang akurat,” ujar Indra.
Kendali inflasi
Ditemui seusai membuka rakor pendataan awal Regsosek BPS Bali, Jumat (16/9), Sekda Bali Dewa Indra menerangkan, Pemprov Bali sudah merencanakan sejumlah langkah untuk menangani inflasi di daerah, di antaranya mempersiapkan pasar murah di Kota Denpasar dan Kabupaten Buleleng, memberikan subsidi transportasi, dan melaksanakan pelatihan kerja bagi masyarakat, serta memastikan ketersediaan dan ketahanan pangan di daerah.
Selain itu, menurut Indra, Pemprov Bali dan pemda di Bali juga menyiapkan bantuan perlindungan sosial untuk panti-panti sosial.
Secara umum, pada Agustus 2022, Bali mengalami deflasi berdasarkan Indeks Harga Konsumen (IHK) gabungan dari Kota Denpasar dan Singaraja (Buleleng) sedalam 0,23 persen dibandingkan dengan kondisi IHK pada Juli 2022. Namun, secara tahunan, Bali mengalami inflasi dengan tingkat inflasi sebesar 6,38 persen secara year on year (yoy).
Dari laporan BPS Bali mengenai inflasi periode Agustus 2022, komponen harga diatur pemerintah (administered), misalnya, tarif air minum, tarif listrik, dan bahan bakar, mengalami inflasi setinggi 0,31 persen dan komponen inti (core), di antaranya, canang sari, biaya perguruan tinggi, dan upah asisten rumah tangga, mengalami inflasi setinggi 0,54 persen.
Dua komponen itu menahan laju deflasi di Bali, yang disumbangkan komponen bergejolak (volatile), antara lain bawang merah, cabai rawit, cabai merah, dan minyak goreng.
Ditemui terpisah, Kepala BPS Bali Hanif Yahya mengatakan, kebijakan pengalihan subsidi BBM pada September 2022 diperkirakan akan memengaruhi kondisi inflasi bulan September. Kebijakan subsidi BBM akan berdampak terhadap distribusi komoditas dan kenaikan harga komoditas.
Hal itu berpengaruh terhadap daya beli masyarakat. Menurut Hanif, langkah-langkah pemerintah daerah mengintervensi laju inflasi dengan kebijakan strategis, misalnya pasar murah dan subsidi transportasi, diharapkan berdampak terhadap upaya mengendalikan inflasi di daerah.