Enam kabupaten di Kalimantan Barat diprakirakan berpotensi banjir kategori tinggi pada Oktober hingga November mendatang. Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kalbar mengintensifkan pemantauan.
Oleh
EMANUEL EDI SAPUTRA
·3 menit baca
TANGKAPAN GAMBAR DARI DATA BMKG
Enam kabupaten di Kalimantan Barat berpotensi banjir kategori tinggi pada Oktober hingga November mendatang.
PONTIANAK, KOMPAS — Enam kabupaten di Kalimantan Barat diprakirakan berpotensi banjir kategori tinggi pada Oktober hingga November mendatang. Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kalbar mengintensifkan pemantauan guna mengantisipasi hal tersebut.
Berdasarkan data dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Bandara Supadio, Pontianak, enam kabupaten yang berpotensi banjir kategori tinggi adalah Kabupaten Kapuas Hulu, Sintang, Melawi, Ketapang, Sanggau, dan Kayong Utara.
Prakirawan BMKG Bandara Supadio, Pontianak, Debi, Selasa (13/9/2022), menjelaskan, berdasarkan peta prakiraan curah hujan bulan Oktober dan November, di wilayah tersebut potensi curah hujannya berkategori tinggi. Oleh sebab itu, di daerah-daerah tersebut besar kemungkinan terjadi banjir pada periode Oktober dan November.
Terkait hal itu, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kalbar Ansfridus menuturkan, pihaknya mengintensifkan koordinasi dengan BPBD kabupaten. ”Kami terus memantau situasi. Sejauh ini baru Kabupaten Sintang yang menetapkan status darurat,” ujarnya.
BPBD PROVINSI KALBAR
Salah satu lokasi banjir di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, Selasa (13/9/2022).
Di lokasi tertentu, banjir sudah terjadi, misalnya di salah satu ruas jalan di Kecamatan Air Upas, Kabupaten Ketapang.
Menurut Ansfridus, berdasarkan laporan dari BPBD Kabupaten Ketapang, terdapat ruas jalan yang digenangi banjir, yakni jalan yang menghubungkan Desa Gahang menuju Desa SP1, sekitar enam jam dari Ketapang, ibu kota Kabupaten Ketapang.
Kami terus memantau situasi. Sejauh ini baru Kabupaten Sintang yang menetapkan status darurat.
Terkait antisipasi potensi banjir pada bulan Oktober dan November, daerah telah menyiapkan langkah antisipatif. Bentuk antisipasi yang dilakukan misalnya menyiapkan lokasi evakuasi jika warga memerlukannya. Selain itu, memberikan peringatan dini dan pengawasan di lokasi yang berpotensi bencana.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalbar Nikodemus Ale mengatakan, daerah-daerah tersebut setiap tahun terjadi banjir.
Agenda mitigasi
Di beberapa lokasi, pengalaman tahun lalu sudah menjadi pembelajaran, misalnya di Kabupaten Sintang, Melawi, dan Kapuas Hulu.
”Pemerintah harus siap dengan agenda mitigasi dalam waktu cepat,” ujarnya.
Pemerintah daerah harus melaksanakan sistem peringatan dini di lokasi yang berpotensi banjir. Masyarakat di wilayah-wilayah berpotensi banjir diberikan informasi agar mereka bersiap menghadapi curah hujan tinggi pada beberapa bulan ke depan.
Pemerintah harus sudah memiliki skenario jika bencana ekologis sudah tidak bisa dikondisikan, setidaknya sudah bisa mulai memikirkan anggaran agar tidak kesulitan dalam menangani warga jika terkena bencana. Salah satunya terkait logistik.
Selain itu, menentukan langkah evakuasi jika terjadi banjir. Daerah rentan bencana banjir setidaknya sudah memiliki peta lokasi evakuasi dan jalur distribusi bantuan karena berdasarkan pengalaman bencana ekologis beberapa tahun terakhir, tim kesulitan ketika warga mengungsi secara mandiri sehingga tidak semua bisa mendapatkan bantuan.
”Sebelumnya, banyak warga yang mengevakuasi diri secara mandiri. Di sisi lain, mereka kesulitan mendapatkan bantuan,” katanya.
Selain itu, sarana dan prasarana pendukung, misalnya perahu karet, tim evakuasi, dan tim medis, juga harus mulai disiapkan. Demikian juga dengan dapur umum jika sewaktu-waktu diperlukan.