Napi Kendalikan Peredaran Narkoba, Pengawasan di Lapas Cirebon Diperketat
Polisi mengungkap peredaran narkoba yang diduga dikendalikan oleh seorang narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Cirebon. Pengawasan di lapas pun diperketat.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·4 menit baca
CIREBON, KOMPAS — Seorang narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Cirebon diduga mengendalikan peredaran narkoba di Cirebon, Jawa Barat. Lapas memperketat pengawasan dan bekerja sama dengan polisi agar kasus serupa tidak berulang.
Kasus itu terungkap setelah polisi menangkap pria berinisial UJ yang akan bertransaksi sabu di Jalan Kalijaga, Kota Cirebon, Selasa (23/8/2022) pagi. Dari tangan tersangka, polisi menemukan sembilan paket sabu seberat 4,5 gram di lokasi. Polisi lalu memeriksa indekos UJ di Katiasa.
Di sana, polisi kembali menemukan delapan paket sabu seberat 48,59 gram sehingga total sabu yang disita mencapai 53,09 gram. Polisi juga menyita empat timbangan digital, plakban, lima bungkus plastik bening, dan tas berwarna coklat. Barang itu digunakan untuk mengedarkan sabu.
”Dari hasil interogasi, tersangka mengakui barang bukti itu dari SAS yang merupakan warga binaan Lapas (Narkotika) Gintung. Kami sudah menemukan tersangka (SAS),” ujar Kepala Kepolisian Resor Cirebon Kota Ajun Komisaris Besar Fahri Siregar, Selasa (13/9), di Cirebon.
Menurut Fahri, tersangka SAS mendapatkan sabu itu dari seseorang di Purwakarta, Jawa Barat. Barang haram itu lalu diberikan kepada UJ untuk diedarkan ke wilayah Cirebon. Pihaknya menduga SAS menggunakan alat komunikasi di dalam lapas. ”Masih kami dalami,” ucapnya.
Saat ditanya terkait hubungannya dengan SAS, UJ mengaku sudah lama saling kenal sebagai teman. Namun, ia baru terjun ke bisnis terlarang itu. ”Enggak (lama bertransaksi narkoba), Pak. Baru dua bulan. Sudah tiga kali (sabu) beredar masuk wilayah Cirebon,” kata juru parkir ini.
Kepala Satuan Narkoba Polres Cirebon Kota Ajun Komisaris Tanwin Nopiansah mengatakan, polisi sudah menyita alat komunikasi yang diduga digunakan SAS untuk transaksi. ”UJ mengedarkan sabu atas perintah SAS. Dia (SAS) itu pengendali, yang kendalikan (peredaran sabu),” ucapnya.
Saat ini, pihaknya telah menahan UJ di Polres Cirebon Kota, sedangkan SAS masih menjalani masa tahanan di Lapas Narkotika Kelas IIA Cirebon dengan kasus serupa. Meski demikian, pihaknya tetap memproses berkas tersangka SAS dan tengah berkoordinasi dengan pihak Lapas Gintung.
Menurut Tanwin, tidak tertutup kemungkinan ada keterlibatan orang lain dalam kasus peredaran sabu yang dikendalikan seorang napi itu. ”Pasti ada pihak lainnya. Tidak mungkin SAS sendiri. Tapi, siapa pun (pelakunya), pasti kami proses (hukum). Semua masih pendalaman,” ujarnya.
Atas perbuatannya, kedua tersangka terancam hukuman penjara minimal 6 tahun dan paling lama 20 tahun serta denda maksimal Rp 10 miliar. Tersangka juga dapat dijatuhi hukuman mati berdasarkan Pasal 112 Ayat 2 Pasal 114 Ayat 2 UU RI No 35/2009 tentang Narkotika.
Pasti ada pihak lainnya. Tidak mungkin SAS sendiri. Tapi, siapa pun, pasti kami proses.
Kepala Lapas Narkotika Kelas IIA Cirebon Nur Bambang Supri Handono mengonfirmasi seorang warga binaannya diduga terlibat peredaran narkoba. Saat ditanya terkait alat komunikasi yang digunakan SAS dalam lapas, Bambang tidak menampik, tetapi tidak juga membenarkan.
”Sebenarnya, kegiatan pencegahan dengan penggeledahan di kamar hunian (napi) secara internal dilakukan setiap hari di satu atau dua kamar. Kalau ada informasi, (penggeledahan) insidentil juga ada,” ujarnya. Pihaknya juga memastikan tidak ada sambungan listrik di dalam penjara.
Saat ini, lanjutnya, petugas menempatkan SAS di ruangan isolasi khusus. Petugas juga mencatatkan SAS dalam buku pelanggaran yang akan berdampak pada hukumannya. Konsekuensi tersebut diharapkan jadi efek jera sekaligus menjadi pelajaran bagi napi lainnya.
Apalagi, peredaran narkoba yang melibatkan napi di lapas Cirebon bukan kali ini saja terjadi. Catatan Kompas, 25 Oktober 2019 lalu, misalnya, jajaran Polres Cirebon Kota meringkus SR (24) beserta sabu 48,6 gram. Tersangka mendapatkan barang itu dari napi di Lapas Gintung.
Pihaknya juga akan memperketat pengawasan terhadap aktivitas napi. ”Selain penggeledahan setiap hari, kami juga akan memperbanyak pemeriksaan insidentil, bisa seminggu sekali. Kami akan terus kerja sama dengan polisi dan BNN. Pergerakan pegawai juga dibatasi,” katanya.
Menurut Bambang, sebanyak 121 petugas dilarang membawa telepon seluler saat memasuki kawasan warga binaan lapas. Sesuai dengan protokol selama masa pandemi Covid-19, hanya seorang dari keluarga inti yang boleh membesuk warga binaan maksimal seminggu sekali.
Bambang menuturkan, meskipun terbatas, petugas berusaha menjaga keamanan lapas. Saat ini, napi di lapas mencapai 811 orang. ”Padahal, kapasitas huniannya hanya untuk 640 orang. Petugas keamanan juga terbatas, 14 orang. Harusnya, 1 petugas berbanding 10 (napi),” ujarnya.