Tragedi Penganiayaan Anak dan Potret Kemiskinan di Lampung Utara
Kasus kekerasan terhadap anak yang dilakukan ibu kandungnya mencuat di Lampung Utara. Kasus ini merupakan potret kemiskinan dan persoalan struktural lain di kabupaten itu.
Oleh
VINA OKTAVIA
·5 menit baca
Penganiayaan yang dialami AS, bayi laki-laki berusia 1 tahun 3 bulan, di Kabupaten Lampung Utara, Lampung, tidak hanya mengantarkan ibu kandungnya, LPN (24), mendekam di balik jeruji. Peristiwa itu juga membuka potret kemiskinan dan persoalan struktural lain yang mendera kabupaten tersebut.
AS tak berhenti menangis saat dipisahkan dari LPN yang ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan penganiayaan terhadap bayi mungil itu. Sejak Kamis (8/9/2022), LPN ditahan di rumah tahanan Kepolisian Resor Lampung Utara. AS, bayi laki-laki LPN, dititipkan di Panti Asuhan Nurul Muttaqin, Kotabumi, Lampung Utara.
Kasus kekerasan yang menimpa AS terungkap setelah video penganiayaan yang dilakukan LPN viral di media sosial. Dari tiga cuplikan video yang beredar, AS menangis kencang saat tubuhnya diinjak oleh kaki ibunya. Pada video lain, wajah bayi mungil itu juga dipukuli berkali-kali dan lehernya digantung menggunakan kain gendong. Bayi kecil itu dibiarkan menangis meski tubuhnya terjungkal jatuh di ranjang tempat tidur.
Sambil menyiksa bayinya, perempuan itu menumpahkan kekesalan kepada suaminya. ”Bapak biadab, sibuk selingkuh. Anak mati, enggak di-pikirin,” ujarnya dalam rekaman video.
Dari hasil penelusuran polisi dari Polres Lampung Utara, pembuat video itu diketahui adalah LPN (24), seorang ibu muda asal Kecamatan Bukit Kemuning, Lampung Utara. Yang dianiaya adalah AS, anak kandungnya sendiri.
Keluarga besar dari pihak ibu ataupun ayah AS tidak berkenan merawat anak tersebut dengan berbagai alasan, terutama karena persoalan ekonomi.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Lampung Utara Eko Rendi mengatakan, pelaku ditangkap di rumah kontrakannya pada Rabu (7/9/2022). Dari hasil pemeriksaan dan gelar perkara, polisi lalu menetapkan LPN sebagai tersangka dalam kasus dugaan penganiayaan terhadap anak.
Saat diperiksa, LPN menangis dan mengaku amat menyesal menyiksa anaknya. Namun, perempuan yang tidak lulus sekolah dasar itu juga tidak bisa menyembunyikan rasa kesal dan kecewa karena ditinggal pergi suaminya sejak empat bulan lalu.
Tak ada kabar berita ataupun kiriman uang dari suami untuk nafkah hidupnya. Ia justru mendengar kabar suaminya akan menikah lagi.
Tekanan ekonomi itulah yang mendorong LPN melakukan penyiksaan dan mendokumentasikannya. Ia mengaku sengaja mendokumentasikan penganiayaan itu agar bisa dikirimkan kepada suaminya. Disampaikan kepada polisi, video itu direkam selama kurun waktu Juni hingga September 2022.
Menurut LPN, ia mengirimkan video itu melalui pesan ke akun Facebook suaminya pekan lalu. Video itu lantas viral di media sosial Whatsapp di kalangan masyarakat Lampung. ”Pelaku mengirimkan video itu kepada suaminya untuk mencari perhatian dan tujuan agar diberi nafkah,” kata Eko menerangkan pengakuan LPN.
Dari hasil gelar perkara, penyiksaan terhadap AS dilakukan di kontrakan di Kecamatan Bukit Kemuning, Lampung Utara. Polisi menyita sejumlah barang bukti, antara lain rekaman video, pakaian, dan kain yang digunakan pelaku untuk menggantung tubuh korban.
Polisi juga berencana melakukan visum terhadap korban untuk mengetahui apakah ada luka serius yang dialami bayi mungil itu. Selain itu, polisi juga akan melakukan pemeriksaan kesehatan jiwa terhadap LPN.
Kepala Bidang Rehabilitasi Sosial Dinas Sosial Lampung Utara Gria Suryana Adhitama mengungkapkan, pihaknya telah berkoordinasi dengan aparat Polres Lampung Utara terkait kasus tersebut. Dari hasil diskusi disepakati, korban dirawat di panti asuhan di bawah pengawasan pemerintah daerah.
”Keluarga besar dari pihak ibu ataupun ayah AS tidak berkenan merawat anak tersebut dengan berbagai alasan, terutama karena persoalan ekonomi,” kata Gria.
Karena itulah, pemerintah daerah mencarikan panti asuhan yang bersedia merawat anak tersebut selama LPN menjalani proses hukum. Hal ini dilakukan untuk menjamin keselamatan dan hak-hak AS sebagai anak terpenuhi.
Direktur Eksekutif Lembaga Advokasi Perempuan Damar Lampung Ana Yunita Pratiwi menilai, kasus penganiayaan anak yang dilakukan ibu kandungnya di Lampung Utara merupakan persoalan sistemik yang berakar dari persoalan ekonomi dan kekerasan dalam rumah tangga. Kasus itu juga mencerminkan jurang kemiskinan dan lemahnya ketahanan keluarga di Lampung.
Dalam kasus itu, LPN yang menjadi tersangka penganiayaan anak juga sebenarnya korban penelantaran suaminya. Ia mengalami kekerasan psikis karena ditinggal pergi dan tidak dinafkahi oleh suaminya. Latar belakang pendidikan yang rendah dan tekanan ekonomi membuat LPN tak berpikir panjang hingga tega menganiaya anak kandung sendiri.
Untuk itu, Ana mendesak penyidik Polres Lampung Utara juga menangkap suami LPN berinisial SA yang hingga kini belum diketahui keberadaannya. Pria itu juga harus bertanggung jawab atas penganiayaan yang menimpa AS dan penelantaran terhadap keluarganya.
Kemiskinan
Kasus penganiayaan itu juga membuka potret kemiskinan dan berbagai persoalan lain yang mendera Kabupaten Lampung Utara. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Lampung, pada 2021, Lampung Utara menjadi kabupaten dengan persentase tingkat kemiskinan tertinggi dari 15 kabupaten/kota di Lampung. Dari total jumlah penduduk sekitar 621.000 orang, jumlah penduduk miskin di kabupaten itu mencapai 121.910 orang atau sekitar 19,63 persen.
Garis kemiskinan di daerah itu setara dengan pendapatan Rp 451.876 per bulan. Artinya, masih ada ratusan ribu penduduk di kabupaten itu yang pendapatannya kurang dari Rp 450.000 per bulan.
Padahal, Lampung Utara merupakan salah satu daerah lumbung pertanian di Lampung. Selama puluhan tahun, kabupaten itu menjadi daerah penghasil kopi, lada, dan padi yang menjadi komoditas unggulan di Lampung. Namun, masyarakatnya justru masih banyak yang hidup dalam kemiskinan.
Saat sebagian besar masyarakat Lampung Utara masih terjerembab dalam jurang kemiskinan, bupati Lampung Utara kala itu, Agung Ilmu Mangkunegara, justru terjerat korupsi. Pada 2020, Agung ditangkap KPK atas kasus dugaan suap tender proyek.
Ia telah divonis hukuman 7 tahun penjara dan denda Rp 750 juta subsider 8 bulan kurungan karena terbukti menerima suap sebesar Rp 1,3 miliar dari seorang pengusaha yang ingin memenangi tender di kabupaten tersebut. Kini, jabatan Agung digantikan oleh wakilnya, Budi Utomo.
Dosen Sosiologi dari Universitas Lampung, Fuad Abdulgani, berpendapat, kasus kekerasan tersebut merupakan ekspresi dari masalah struktural yang terjadi di masyarakat. Akar persoalannya adalah kemiskinan yang juga berkaitan dengan masalah lainnya, seperti ketimpangan jender dan tingkat pendidikan yang rendah.
”Persoalan ini dapat menyebabkan kelompok masyarakat yang terjerembab dalam kemiskinan mudah terjebak pada lingkaran kekerasan,” kata Fuad.
Menurut dia, pemerintah daerah tidak cukup menggalakkan program yang bersifat penyadaran atau literasi tentang bahaya kekerasan. Namun, pemerintah daerah juga harus menyiapkan program yang mampu menyelesaikan berbagai persoalan struktural di masyarakat, terutama persoalan kemiskinan.
”Intervensi yang dilakukan juga tidak bisa hanya proyek semata dan bersifat parsial, tapi juga harus terprogram dan kolaboratif yang melibatkan elemen masyarakat yang lebih luas,” katanya.