Albar Mahdi, santri Pondok Modern Darussalam Gontor, Ponorogo, Jawa Timur, harus meregang nyawa di ponpesnya karena diduga dianiaya oleh seniornya. Mimpi Albar untuk menghilangkan aksi kekerasan di ponpes pun kandas.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·6 menit baca
KOMPAS/RHAMA PURNA JATI
Rusdi (47) memegang foto anak sulungnya, Albar Mahdi (17), yang meninggal dunia diduga akibat dianiaya oleh seniornya di Pondok Modern Darussalam Gontor, Ponorogo Jawa Timur, Jumat (9/9/2022). Rusdi meminta keadilan agar pelaku ditindak sesuai dengan hukum yang berlaku.
Dengan mengenakan gamis hitam dan kerudung hijau, Soimah datang ke kantor Pengacara Titis Rachmawati untuk meminta pendampingan hukum pada Selasa (6/9/2022). Di sana dia mencurahkan perasaannya setelah ditinggal anak sulungnya, Albar Mahdi (17) yang harus meregang nyawa di tempatnya menuntut ilmu di Pondok Modern Darussalam Gontor I, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur.
Berita duka itu diterima Siti Soimah ketika dihubungi oleh pihak pondok, Senin (22/8/2022). Pesantren mengabarkan bahwa Albar meninggal dunia di ketika mengikuti perkemahan Kamis-Jumat di lingkungan pondok pesantren. Mendengar kabar itu, hati ibu tiga anak ini terguncang.
”Sungguh miris, tragis, dan menyakitkan. Tidak pernah Albar mengeluh sakit, tiba-tiba pengasuh ponpes menyatakan anak saya telah meninggal dunia,” ujar Soimah sambil terus menangis. Sang suami Rusdi pun sesekali mencium kening istrinya untuk memberi ketenangan.
Masuk ke Pesantren Gontor sudah lama Albar impikan. Pada tahun 2019, Albar meminta restu kepada kedua orangtuanya untuk menuntut ilmu di Gontor IV di Banyuwangi. Alasannya karena lulusan Gontor terlihat sangat keren dan suasana pesantrennya yang adem. Namun, Soimah ingin Albar masuk ke Gontor I karena merupakan ponpes unggulan.
Doa Albar pun terjawab, dia masuk ke ponpes idamannya. Satu tahun menjalani pendidikan, pihak pengelola ponpes menawarkan Albar untuk masuk ke Gontor I karena dianggap berprestasi. Bahkan sebelum kejadian naas ini menimpanya, Albar dipercaya untuk menjadi Ketua Perkemahan Kamis-Jumat (Perkajum).
Pimpinan dari Pondok Modern Darussalam Gontor, Ponorogo, Jawa Timur, mendatangi makam Albar Mahdi (17), di TPU Sei Selayur Palembang, Sumatera Selatan, Jumat (9/9/2022). Albar adalah santri yang meninggal diduga karena tindak kekerasan oleh seniornya di dalam ponpes.
Albar ingin sekali masuk Pondok Modern Darussalam Gontor karena terbukti telah menciptakan insan yang berkualitas. Albar ingin sekali berkuliah di Kairo, Mesir. Bahkan dia sudah mencari sejumlah program yang memang menyediakan beasiswa untuk dirinya berkuliah.
”Karena dia (Albar) tahu bahwa kemampuan ayahnya terbatas. Namun, dia tidak ingin mendapatkan beasiswa dari Gontor,” ujarnya Rusdi yang sehari-hari bekerja sebagai kontraktor ini.
Dengan prestasinya tersebut, Albar ingin sekali mengubah stigma yang terjadi di mana senior selalu menindas yuniornya. Ayah Albar, Rusdi (47), teringat misi putranya di pesantren Gontor. Dia ingin sekali mengubah sistem pendidikan di sana yang dinilai terlalu keras.
Karena kerasnya hidup di Gontor, bahkan, Albar melarang adiknya untuk bersekolah di sana. ”Sudah jangan sekolah di Gontor lagi karena saya sudah merasakannya,” ucap Rusdi menirukan pesan anaknya tersebut ketika bertemu untuk yang terakhir kalinya pada Mei 2022. Namun, belum tercapai misi tersebut, Albar harus kehilangan nyawanya di Gontor. Dia diduga menjadi korban kekerasan oleh seniornya di dalam kawasan ponpes.
Ditutupi Hati Soimah semakin sakit, kala pihak pengelola ponpes seakan menutupi penyebab kematian anaknya. Ketika perwakilan Ponpes datang mengantarkan jenazah Albar, mereka mengatakan bahwa Albar meninggal karena jatuh akibat kelelahan. Awalnya, Soimah tidak menaruh curiga karena memang saat itu, Albar menjadi Ketua Perkajum. Hal ini diperkuat dengan surat keterangan kematian dari RS Yasyfin Darussalam Gontor yang menyatakan Albar meninggal karena sakit.
Namun, kecurigaan kian muncul lantaran ada info dari rekan sesama wali santri yang menyatakan bahwa Albar merupakan korban kekerasan. Keluarga pun memutuskan untuk membuka kafan dan betapa terkejutnya, kondisi jenazah tampak memar dan darah yang terus mengucur di bagian belakang kepala Albar. ”Kami sampai harus dua kali mengganti kain kafan karena darah yang selalu keluar,” ujar Soimah.
KOMPAS/RHAMA PURNA JATI
Petugas Forensik dari RS Bhayangkara Moch Hasan Palembang seusai mengotopsi jenazah AM di TPU Sei Selayur, Palembang, Sumatera Selatan, Kamis (8/9/2022). Proses ini dibutuhkan untuk memperkuat alat bukti. Sampai saat ini, polisi belum menetapkan tersangka walau telah ada dua orang yang diduga menjadi tersangka dalam kasus penganiayaan ini.
Amarah Soimah membuncah lantaran pihak ponpes memberikan keterangan yang berbeda-beda. Keluarga pun sempat hendak meminta jenazah anaknya divisum. ”Karena desakan itu, pihak ponpes baru mengakui bahwa anak saya meninggal karena kekerasan,” ujarnya.
Soimah pun memutuskan untuk tidak melakukan visum karena ingin jasad anaknya dimakamkan segera.
Karena pengakuan itu, Soimah ingin sekali pihak ponpes mengusut tindak kekerasan ini, termasuk memediasi dirinya dengan keluarga pelaku. Namun, hingga Rabu (31/8/2022), tidak ada kabar apa pun yang ia terima dari pihak ponpes. Dia pun memilih diam untuk menghilangkan trauma atas kematian anaknya.
Kedatangan Pengacara Hotman Paris Hutapea ke Palembang pada Minggu (4/9/2022) menjadi momen bagi Soimah untuk berbicara. Curahan hati Soimah pun viral di media sosial hingga ditonton. Pengacara bergaya nyentrik itu pun menyarankan agar Soimah membuat laporan di Polres Ponorogo Jawa Timur agar kasus ini segera diselidiki.
Keesokan harinya, setelah video curahan hati Soimah viral di media sosial, pihak ponpes baru mengeluarkan pernyataan resmi. Juru Bicara Pondok Modern Darussalam Gontor Noor Syahid menyatakan permohonan maaf dan rasa dukacitanya atas kepergian salah satu santrinya, Albar.
Siti Soimah, ibu dari AM santri Pesantren Modern Darussalam Gontor, Ponorogo, Jawa Timur, yang tewas di Ponpes tersebut, menangis di pelukan sahabatnya, Selasa (6/9/2022). Dia meminta penyebab kematian anak sulungnya itu bisa terkuak.
Dukacita tersebut juga dibuktikan ketika pimpinan Pondok Darussalam datang ke Palembang untuk melakukan ziarah ke makam Albar, Jumat (9/9/2022). Pengelola ponpes pun meminta maaf jika dalam pengantaran jenazah dianggap tidak terbuka.
Dari hasil temuan tim pengasuhan santri, Noor mengakui, adanya dugaan penganiayaan di balik meninggalnya Albar. Santri yang diduga terlibat dalam aksi penganiayaan ini pun sudah diberi sanksi dengan dikeluarkan secara permanen dari ponpes dan dikembalikan kepada orangtuanya masing-masing.
Pengurus Ponpes pun berkomitmen akan terus mengikuti proses hukum yang sedang berjalan. Polres Ponorogo pun sudah melakukan langkah penyelidikan, mulai dari mengumpulkan barang bukti hingga menggali keterangan dari 18 saksi.
Dari hasil pemeriksaan, ada dua terduga pelaku yang telah diamankan. Mereka adalah santri senior dari Pondok Modern Darussalam Gontor. Motif dari penganiayaan tersebut diduga karena kesalahpahaman yang terjadi antara pelaku dan korban.
”Selain Albar, ada dua korban lain yang diduga menjadi korban kekerasan. Namun, saat ini kondisinya sudah membaik dan telah mengikuti kegiatan belajar-mengajar,” kata Kasat Reskrim Polres Ponorogo Ajun Komisaris Nikolas Bagas Yudhi Kurnia, Kamis (8/9/2022) di Palembang.
KOMPAS/RHAMA PURNA JATI
Orangtua AM, santri Pesantren Modern Darussalam Gontor, Ponorogo, Jawa Timur, Rusdi dan Siti Soimah, menghadiri konferensi pers terkait kematian anak mereka di Palembang, Selasa (6/9/2022). Mereka meminta penyebab kematian anak sulungnya itu bisa terkuak.
Kedatangan penyidik ke Palembang adalah untuk melengkapi alat bukti dengan mengotopsi jenazah Albar di TPU Sei Selayur Palembang, meminta keterangan dari orangtua korban, dan menyita pakaian korban yang digunakan saat peristiwa penganiayaan terjadi. ”Hasil otopsi ini akan menjadi bukti kuat dalam penetapan tersangka,” ujar Nikolas.
Dalam kunjungannya ke Palembang, Rabu (7/9/2022), Wakil Presiden Ma’ruf Amin menginstruksikan kasus ini diproses segera agar tuntas segera. Hanya saja, Wapres Amin berharap agar masyarakat tidak mendiskreditkan ponpes secara umum. ”Dulu tidak ada (peristiwa kekerasan) di pesantren. Di sana, para santri dididik untuk memperoleh akhlak yang mulia,” jelas Wapres.
Pada dasarnya, visi dari didirikannya sebuah pesantren adalah untuk memberikan ilmu agama dan mendidik anak agar mempunyai akhlak yang mulia. ”Jika belakangan kerap ada kekerasan, tentu harus menjadi perhatian kita bersama,” ucap Wapres.
Di sisi lain, Wapres berhadap agar setiap santri diberikan didikan untuk saling menghargai, mencintai pada sesama sehingga kejadian kekerasan seperti ini tidak lagi terulang.
KOMPAS/RHAMA PURNA JATI
Ratusan santri Pondok Pesantren Gontor bersiap untuk berangkat dari Kompleks Olahraga Jakbaring, Palembang, ke Jawa Timur dengan menggunakan bus, Sabtu (20/6/2020). Ada 650 santri asal Sumatera Selatan yang diberangkatkan ke Jawa Timur untuk memulai aktivitas belajar.
Harapan serupa juga Soimah sampaikan, dia ingin kekerasan di sistem pendidikan di Indonesia berubah, tidak lagi mengedepankan kekerasan. ”Cukup anak saya saja yang menjadi korban, jangan sampai terjadi pada anak-anak lain,” ucapnya. Jika hal itu terealisasi, tunailah cita-cita Albar yang pernah ia sampaikan kepada Soimah, yakni menuntut ilmu tanpa dihantui bayang kekerasan.