Polres Ponorogo melakukan ekshumasi pada makam AM (17), korban kekerasan di Pesantren Modern Darussalam Gontor, Jawa Timur, Kamis (8/9/2022), di TPU Sei Selayur, Palembang. Ini dilakukan untuk melengkapi alat bukti.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Polres Ponorogo melakukan ekshumasi pada makam AM (17), korban kekerasan di Pesantren Modern Darussalam Gontor, Jawa Timur, Kamis (8/9/2022), di TPU Sei Selayur, Palembang. Proses ini merupakan upaya untuk melengkapi alat bukti agar tersangka bisa ditetapkan segera.
Proses otopsi yang berlangsung tertutup itu dilakukan oleh tim forensik dari bidang Kedokteran dan Kesehatan RS Bhayangkara M Hasan Palembang dan dokter umum dari RS Mohammad Hoesin Palembang. Ayah AM, Rusdi, dan kuasa hukum keluarga pun hadir dalam proses otopsi tersebut.
Otopsi berlangsung selama empat jam. Setelah selesai, jenazah korban pun dimakamkan kembali. Kasat Reskrim Polres Ponorogo, Komisaris Nikolas Bagas Yudhi Kurnia, Kamis (8/9), di Palembang, mengatakan, proses otopsi ini diperlukan untuk memperkuat alat bukti. ”Hasil otopsi akan dijadikan bukti penting agar tersangka bisa ditetapkan segera,” ujarnya.
Sebelum proses ekshumasi ini berlangsung, ujar Nikolas, pihaknya sudah mengumpulkan sejumlah alat bukti seperti keterangan dari 18 saksi yang terdiri dari anggota staf pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) Modern Darussalam Gontor, dokter ponpes dan beberapa anggota staf instalasi gawat darurat. ”Kami pun sudah meminta keterangan dari keluarga korban,” ujarnya.
Selain itu, polisi juga mengamankan tongkat yang diduga digunakan memukul korban dan becak yang digunakan untuk membawa korban ke rumah sakit. Pengelola ponpes pun sangat kooperatif sehingga proses pemeriksaan dapat berlangsung lancar. Di Palembang, ujar Nikolas, pihaknya juga akan membawa pakaian korban untuk dijadikan barang bukti.
Terduga pelaku
Dari pengumpulan barang bukti dan keterangan para saksi, ada dua santri senior yang diduga sebagai pelaku penganiayaan. Motif penganiayaan diduga karena kesalahpahaman antara pelaku dan korban pada pelaksanaan perkemahan Kamis Jumat (Perkajum) di kawasan Ponpes.
Selain AM, pelaku juga diduga menganiaya ada dua korban lain. ”Saat ini kondisi kedua korban sudah membaik dan telah mengikuti proses pembelajaran,” ungkap Nikolas. Mengenai kemungkinan ada tindak pidana lain, Nikolas menuturkan penyidik belum mengarah ke sana karena sedang fokus untuk pemeriksaan kasus penganiayaan ini.
Pada kasus ini, ujar Nikolas, pelaku dijerat dengan Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Undang-Undang Perlindungan Anak.
”Karena korban tergolong masih anak-anak,” ujarnya.
Kuasa hukum keluarga korban, Titis Rachmawati, mengapresiasi langkah penyidik yang datang ke Palembang untuk memperkuat alat bukti. ”Kami berharap dengan ekshumasi ini, kasus kekerasan ini bisa terungkap secepatnya,” ucap Titis.
Hingga kini, ucap Titis, keluarga masih menunggu perkembangan kasus. Berdasarkan hasil koordinasi dengan pihak kepolisian, keluarga tidak perlu mengajukan laporan karena telah ada laporan dari pihak pengelola ponpes.
Namun, Titis menyesalkan mengapa kasus ini baru dilaporkan setelah terkuak di publik. ”Apabila pihak ponpes sudah melaporkan kasus ini lebih cepat tentu tidak perlu ada ekshumasi lagi,” ucapnya.
Dokter Forensik dari RS Bhayangkara M Hasan Palembang Ajun Komisaris Besar Mansuri mengatakan, proses otopsi jenazah dilakukan secara menyeluruh.
”Kami periksa semua dari ujung rambut ke ujung kaki. Dari organ luar hingga dalam,” ujarnya.
Hanya, dalam prosesnya tim dokter menemui kendala karena tubuh korban sudah mengalami pembusukan lantaran sudah 15 hari dimakamkan.
”Adapun untuk hasil otopsi sudah diserahkan langsung kepada penyidik,” ujarnya.