Pendeta di Bolaang Mongondow Diduga Melakukan Perbudakan Seksual di Panti Asuhan
Seorang pendeta di Bolaang Mongondow diduga memperbudak tujuh anak asuhnya, termasuk untuk memenuhi hasrat seksualnya. LBH Manado telah melaporkannya ke kepolisian serta menuntut ia dipecat dari denominasinya.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
MANADO, KOMPAS — Seorang pendeta di Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara, diduga memperbudak tujuh anak asuhnya, termasuk untuk memenuhi hasrat seksualnya. Lembaga Bantuan Hukum Manado telah melaporkannya ke kepolisian serta menuntut ia dipecat dari denominasi yang menaunginya.
Terduga pelaku adalah FP (46), seorang pendeta Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI). Ia dituduh melecehkan tujuh anak di panti asuhan yang ia urus serta mempekerjakan mereka secara paksa selama bertahun-tahun. Istri FP bahkan diduga mengetahui semua tindak kekerasan ini.
Dihubungi dari Manado, Kamis (8/9/2022), pengacara Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Manado, Citra Tangkudung, mengatakan baru empat korban yang mau memberikan keterangan kepada LBH. ”Satu sebagai pelapor, tiga lainnya saksi. Pelapor sudah menjadi korban sejak 2019, tetapi ada yang sudah mengalami pelecehan sejak 2014,” katanya.
Menurut keterangan pelapor yang kini berusia 17 tahun, pelecehan tersebut terjadi hampir setiap hari sejak ia masih berusia 14 tahun. FP selalu memulai pelecehan itu dengan meminta para korban untuk memijatnya. Ia akan marah jika permintaan itu ditolak, kemudian menghukum mereka dengan kerja berat.
Anak-anak asuh di panti tersebut juga dipekerjakan paksa di beberapa usaha milik FP dan istrinya, antara lain rumah makan, tambak ikan, dan bahkan tambang emas. Menurut keterangan yang dihimpun LBH Manado, anak laki-laki ataupun perempuan dipekerjakan sebagai buruh bangunan serta menjaga rumah makan dan tambak ikan.
Menurut Citra, dari tujuh korban, tiga korban lainnya mengaku, tetapi belum mau memberikan keterangan karena adanya tekanan dari anggota keluarga yang bekerja di panti asuhan FP. ”FP tergolong orang berpengaruh dan dihormati oleh umatnya. Jadi kami masih kesulitan untuk meminta keterangan dari korban lainnya,” katanya.
Kendati begitu, LBH Manado telah melaporkan FP ke Kepolisian Daerah (Polda) Sulut pada Jumat (26/8). Proses penyidikan sedang berlangsung saat ini. ”Karena ini masih tahap awal, kami belum bisa menyebut nama panti asuhan (milik FP). Tetapi kami sangat ingin mengungkapnya, karena ini sangat penting untuk diketahui publik,” kata Citra.
Para korban sangat terbantu oleh Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Kesaksian korban sudah cukup agar laporan bisa diproses. Aturan ini juga menegaskan tidak ada mediasi untuk memberikan keadilan bagi korban.
Hak akan layanan pemulihan juga telah diberikan. Kini, keempat korban sudah didampingi oleh Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Sulut. Asesmen psikologis telah dilaksanakan, dan mereka ditampung di rumah singgah. Semua pelayanan berlangsung di sana.
Di samping itu, LBH Manado akan bersurat ke beberapa lembaga lain, termasuk GPdI untuk meminta FP dikeluarkan dari denominasi. ”Apa yang dia lakukan sudah termasuk perbudakan karena bukan cuma sekali dua kali, tetapi hampir setiap hari,” tambah Citra, yang juga advokat di UPTD PPA Sulut.
Sementara itu, kepolisian sudah memulai penyelidikan. Menurut Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Sulut Komisaris Besar Jules Abraham Abast, tiga orang korban telah diperiksa pada Selasa (6/9).
Kasus ini pun telah menjadi perhatian Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati. ”Setiap kasus yang terjadi di daerah, apakah viral atau tidak, selalu kami komunikasikan dengan teman-teman di daerah. Kami terus memantau, dan kasus ini sudah ditangani Dinas PPPA, UPTD PPA, dan ditangani polda,” kata dia, Senin (5/9) dalam kunjungan ke Manado.
Bintang juga menjamin pemenuhan hak para korban selama proses hukum sesuai mandat UU PKS. Saat ini, UPTD PPA di 34 provinsi sudah memberikan pelayanan yang terintegrasi. Artinya, semua pelayanan bagi korban dapat diperoleh di bawah satu atap gedung UPTD PPA.
Setiap kasus yang terjadi di daerah, apakah viral atau tidak, selalu kami komunikasikan dengan teman-teman di daerah.
Pihaknya pun akan memperkuat layanan ini sampai ke tingkat kabupaten/kota. Dari 514 daerah tingkat dua, ad 279 yang sudah menerapkan layanan terintegrasi. Tahun ini, ada pula dana alokasi khusus (DAK) sebesar Rp 101 miliar yang dialirkan ke kabupaten/kota untuk meningkatkan layanan.
Pada 2023, DAK yang dikucurkan menurut rencana akan meningkat menjadi Rp 130 miliar.
”UU PKS ini jangan sampai hanya menjadi dokumen semata, tetapi harus betul-betul implementatif,” kata Bintang.