Pemprov NTT Terus Memantau Pergerakan Harga Bahan Kebutuhan Pokok di Pasar
Dampak kenaikan harga BBM, Pemprov NTT terus melakukan pemantauan terhadap pergerakan harga di pasar-pasar lewat pemerintah daerah masing-masing.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·5 menit baca
KOMPAS/KORNELIS KEWA AMA
Diskusi publik ”Refleksi Kritis Empat Tahun Kepemimpinan Victory-Joss” yang diselenggarakan Serikat Media Siber Indonesia NTT di Kupang, Nusa Tenggara Timur, Kamis (8/9/2022). Dari kiri ke kanan: Michael Rajamuda Bataona selaku moderator beserta pemakalah John Tuba Helan, Inche Sayuna, Viktor Laiskodat, P Philipus Tule SVD dan Zeth Malelak. Mereka memberikan catatan kritis sesuai bidang ilmu dan tugas masing-masing, kemudian ditanggapi Gubernur Viktor Laiskodat.
KUPANG, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur terus memantau pergerakan harga kebutuhan pokok pasca-kenaikan harga bahan bakar bersubsidi. Langkah ini untuk menjaga agar tidak terjadi inflasi akibat kenaikan sejumlah bahan kebutuhan pokok di pasar-pasar tradisional.
Pemprov mendorong masyarakat meningkatkan usaha di sektor pertanian, peternakan, dan perkebunan untuk mengantisipasi melemahnya daya beli masyarakat.
Gubernur Nusa Tenggara Timur Viktor Bungtilu Laiskodat mengungkapkan hal itu seusai diskusi publik ”Refleksi Kritis Empat Tahun Kepemimpinan Victory-Joss” yang diselenggarakan Serikat Siber Media Indonesia NTT di Kupang, Nusa Tenggara Timur, Kamis (8/9/2022).
Dikatakan, kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi tidak bisa dihindari. Pemprov telah mengantisipasi dampak dari kenaikan itu sebelum kenaikan harga BBM diumumkan.
"Kami telah menyurati para bupati dan wali kota di provinsi ini agar terus melakukan pemantauan terhadap pergerakan harga bahan kebutuhan pokok di pasar-pasar," ujarnya.
Jika terjadi pergerakan kenaikan harga secara terus-menerus atas komoditas tertentu, segera dilakukan intervensi. Khusus NTT, biasanya inflasi itu terjadi pada cabai merah, ikan kembung, sayur-sayuran, dan beberapa komoditas lain.
Diskusi publik itu dibawakan empat pemakalah, yaitu Wakil Ketua DPRD NTT Inche Sayuna; Rektor Universitas Katolik Widya Mandira (Unwira) Kupang, P Philipus Tule SVD, dosen pertanian lahan kering Universitas Nusa Cendana (Undana), Kupang, Zeth Malelak; dan dosen Fakultas Hukum Undana, John Tuba Helan. Adapun moderator diskusi adalah Michael Rajamuda Bataona dari Unwira. Peserta diskusi meliputi insan pers, lembaga swadaya masyarakat, perwakilan mahasiswa, dan masyarakat.
Para peserta diskusi terdiri dari insan pers, lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat umum.
Refleksi kritis ini menyangkut hampir semua sektor pembangunan di NTT di bawah kepemimpinan Gubernur Viktor Laiskodat dan Wakil Gubernur Josef Nae Soi. Ada kritik pedas, sedang, dan tegas oleh para pemakalah.
Akan tetapi, ada pula pujian atas keberhasilan, terutama pembangunan jalan provinsi di NTT. Sejumlah kegagalan selama empat tahun kepempinan Viktor-Jos diharapkan bisa ditanggulangi dalam sisa waktu satu tahun masa kepemimpinan mereka.
Daya beli
Menurut Laiskodat, hasil pantauan tim teknis di pasar-pasar tradisional sebelum pengumuman kenaikan harga BBM bersubsidi, NTT tidak pernah mengalami inflasi secara berlebihan, kecuali deflasi. Pemerintah terus berjuang agar harga semua bahan kebutuhan pokok di pasar tetap stabil. Upaya ini untuk menjaga daya beli masyarakat dan dampak kemanusiaan lain.
Meningkatkan daya beli masyarakat pasca-kenaikan harga BBM, Pemprov bekerja sama dengan 22 kabupaten/kota mendorong masyarakat meningkatkan perluasan lahan dan usaha. Sektor pertanian, peternakan, dan perkebunan segera digenjot dengan melibatkan seluruh masyarakat dan mengerahkan semua kekuatan yang ada.
Jika masyarakat sudah sukses, pemerintah menarik diri. Tetapi, pemantauan dan bimbingan terus diberikan.
Pemda mendorong masyarakat memanfaatkan sisa-sisa air yang ada, khusus untuk tanaman hortikultura, seperti sayur, bumbu dapur, dan jagung. Jenis tanaman hortikultura ini sudah ramai dikembangkan masyarakat, termasuk kaum muda. Jenis-jenis tanaman ini bisa mendongkrak ekonomi masyarakat di tengah situasi ini.
Cuplikan makalah yang disampaikan Gubernur Viktor Laiskodat mengenai keberhasilan budidaya kelor pada tahun 2021 sebanyak 7,6 juta pohon kelor. Kelor diyakini sebagai salah satu jenis pangan yang bisa mengatasi stunting (tengkes) di NTT.
Budidaya kelor digerakkan secara massal di 22 kabupaten/kota. ”Jenis tanaman ini tahan terhadap cuaca panas. Permintaan kelor dari dalam dan luar negeri sangat tinggi,” ujarnya.
NTT adalah salah satu provinsi yang memiliki kualitas kelor terbaik di dunia. Maka, sektor usaha ini terus digenjot secara masif. Bahkan, komoditas ini sudah diekspor dan dalam waktu dekat ekspor serupa kembali dilakukan.
Selain bernilai ekonomi, kelor juga memiliki nutrisi tinggi. Jika semua anak balita di NTT mengonsumsi kelor, di samping jenis makanan lain, kasus stunting (tengkes) dan gizi buruk yang melanda anak-anak balita di NTT bisa ditekan.
Sektor peternakan, seperti ayam potong, ayam kampung, sapi, babi, dan kambing, pun menjadi perhatian pemerintah. Jenis-jenis ternak ini sudah dikenal masyarakat. Jika dikembangkan secara masif, populasi ternak-ternak ini bisa mendorong daya beli masyarakat.
Sebanyak 3.026 desa di NTT mendapatkan dana desa. Saat ini, kasus Covid-19 terus melandai sehingga alokasi dana desa, yang selama ini antara lain untuk menangani Covid-19, bisa dialokasikan untuk sektor lain, sepertipeningkatan pertanian, peternakan, perkebunan, dan air bersih.
”Jika ada kemauan dan tekad untuk maju, NTT bisa keluar dari situasi ini. Tidak hanya dampak dari kenaikan harga BBM, tetapi juga kasus-kasus kemiskinan yang selama ini menimpa masyarakat,” katanya.
Yustina Sadji saat berada di stan pameran Expo UMKM di Kupang, NTT, Selasa (22/9/2020).
Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) pun didorong dan difasilitasi agar tetap bertahan di tengah situasi ini. Instansi teknis, seperti dinas koperasi dan UMKM, terus melakukan pembinaan dan pendampingan. Setiap kesulitan pelaku usaha segera ditangani, sejauh memungkinkan dari sisi hukum dan aturan.
Akan tetapi, peran pemerintah sebagai fasilitator dan penggerak. Kunci sukses itu ada pada masyarakat. ”Jika masyarakat sudah sukses, pemerintah menarik diri. Tetapi, pemantauan dan bimbingan terus diberikan,” katanya.
Dosen pertanian lahan kering Undana, Zeth Malelak, mengatakan, air merupakan masalah utama di NTT, apalagi di tengah puncak kemarau seperti sekarang. Pemda perlu menggerakkan semua rumah tangga di NTT agar memanfaatkan air limbah rumah tangga untuk tujuan produktif.
”Air limbah itu dialirkan ke lubang atau langsung ditanam. Di lokasi itu bisa ditanami berbagai jenis tanaman produktif usia pendek, 1-3 bulan. Bisa cabe, tomat, sawi, terong, pepaya, kelor, dan jenis tanaman lain sesuai selera keluarga itu. Intinya, air limbah itu tidak boleh dialirkan keluar dari pekarangan rumah itu,” tutur Zeth.
Sayur bayam milik Alfons Siga di Kelurahan Naimata, Kota Kupang, NTT, Minggu (11/7/2021). Setiap bedeng berukuran 2 meter x 25 meter. Pada musim kemarau, usaha tanaman hortikultura di sejumlah lahan kosong di Kota Kupang cukup marak dengan memanfaatkan air seadanya.
Hasil produksi pekarangan rumah ini bisa mengurangi beban ekonomi rumah tangga jika dilakukan secara bertanggung jawab. Meski usaha ini sederhana, diperlukan pendampinganpemerintah. Air limbah rumah tangga itu tidak dibuang sia-sia, apalagi air itu dibeli dengan harga Rp 80.000-Rp 200.000 per mobil tangki kapasitas 5.000 liter.