Ditangkap Setelah Konflik di Kebun Sawit, Harimau Sumatera Akan Dilepasliarkan di TNGL
BBKSDA Sumut akan melepasliarkan harimau sumatera yang ditangkap dari kebun sawit di Kabupaten Langkat. Harimau itu sebelumnya ditangkap karena beberapa kali bertemu warga hingga memangsa ternak.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
DOKUMENTASI BBKSDA SUMUT
Petugas dari Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumatera Utara dan dokter hewan memeriksa kesehatan harimau sumatera yang ditangkap setelah berkonflik dengan masyarakat di Langkat, Sumatera Utara, Rabu (31/8/2022).
MEDAN, KOMPAS — Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Utara akan melepasliarkan harimau sumatera yang ditangkap dari kebun sawit di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Harimau itu sebelumnya ditangkap karena beberapa kali bertemu warga hingga memangsa ternak di kebun sawit di area penyangga Taman Nasional Gunung Leuser itu.
Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumut Rudianto Saragih Napitu, di Medan, Kamis (8/9/2022), mengatakan, pihaknya sudah melakukan pemeriksaan kesehatan pada harimau sumatera itu. Uji laboratorium dilakukan terhadap sampel darah dan feses serta disimpulkan harimau betina berusia sekitar tiga tahun itu sehat dan tidak berpenyakit.
”Namun, kami masih menunggu satu lagi hasil pemeriksaan laboratorium dari Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. Jika semua keadaannya baik, paling lambat minggu ini akan kami lepasliarkan ke zona inti Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL),” kata Rudianto.
Rudianto mengatakan, sejak Juli hingga Agustus, terjadi konflik harimau sumatera dengan manusia di perkebunan sawit yang berbatasan dengan TNGL. Area itu meliputi sejumlah desa dari Kecamatan Besitang sampai Batang Serangan, Langkat. Ada pertemuan langsung dan tidak langsung.
Petugas dari Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumatera Utara menangkap harimau sumatera dengan kandang jebak di kebun sawit di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, Rabu (31/8/2022). Harimau itu ditangkap setelah berkonflik dengan masyarakat di penyangga Taman Nasional Gunung Leuser.
Puncak konflik adalah saat harimau sumatera memangsa seekor sapi yang diangon di kebun sawit milik PT Rapala, Senin (29/8/2022). Awalnya, petugas menangani konflik dengan menghalau harimau memakai jeduman (meriam bambu/kaleng) agar masuk ke hutan. Karena skala konflik semakin meningkat, diputuskan untuk membuat kandang jebak.
”Kami pun berhasil menangkap harimau pada Rabu (31/8/2022) dan langsung kami bawa ke Kebun Binatang Medan,” kata Rudianto.
Selama sepekan di Kebun Binatang Medan, kata Rudianto, pihaknya hanya melakukan observasi. Harimau itu tidak bisa dilihat pengunjung dan hanya diawasi melalui kamera pemantau (CCTV). Sejumlah peneliti dari berbagai lembaga pun melakukan pengamatan dan observasi lewat CCTV.
Penyelamatan habitat
Rudianto mengatakan, pihaknya juga melakukan penanganan secara menyeluruh agar konflik harimau dengan manusia tidak berulang di zona penyangga TNGL di Langkat. Ia mengingatkan, area Besitang sampai Batang Serangan dan sekitarnya merupakan wilayah jelajah harimau sumatera meskipun sebagian sudah dialihfungsikan menjadi kebun sawit.
KOMPAS/NIKSON SINAGA
Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumut Rudianto Saragih Napitu memberikan keterangan tentang rencana pelepasliaran harimau sumatera ke zona inti Taman Nasional Gunung Leuser, di Medan, Kamis (8/9/2022). Harimau itu ditangkap setelah berkonflik dengan masyarakat di Langkat, Sumatera Utara, dalam sebulan terakhir ini.
Menurut beberapa survei, kata Rudianto, populasi harimau sumatera di TNGL mengalami peningkatan dalam beberapa tahun terakhir meskipun tidak signifikan. Namun, belum bisa disimpulkan berapa jumlah populasi di sana.
BBKSDA Sumut sudah berkomunikasi dengan Pemprov Sumut dan pemerintah kabupaten/kota untuk membangun koridor-koridor konservasi di sejumlah daerah. Pembangunan koridor satwa ini pun diharapkan masuk dalam rencana tata ruang wilayah (RTRW) Sumut dan kabupaten/kota.
Secara terpisah, Pelaksana Tugas Bupati Langkat Syah Afandin mengatakan, pihaknya sudah bertemu dengan BBKSDA Sumut untuk membicarakan penanganan konflik harimau sumatera. ”Pada prinsipnya, kami sangat mendukung penyelamatan harimau sumatera di Langkat. Kami memandang bahwa harimau sumatera dan satwa kunci lain itu adalah kekayaan jadi harus diselamatkan,” kata Afandin.
Afandi menyebut, langkah evakuasi satwa sangat penting karena intensitas konflik yang meningkat. Hal itu agar tidak menimbulkan keresahan masyarakat dan untuk menyelamatkan satwa dari konflik dengan manusia. Ia menyebut, Pemkab Langkat pun terus melakukan sosialisasi untuk penanganan konflik dengan harimau.
Untuk jangka pendek, pihaknya meminta agar warga tidak menggembalakan ternak di kebun sawit, khususnya di desa-desa yang berbatasan langsung dengan hutan. Untuk jangka panjang, Pemerintah Kabupaten Langkat pun akan membuat koridor satwa dan konservasi dalam RTRW-nya.