Pemkot Pontianak Mulai Atur Strategi Mengendalikan Inflasi
Pemerintah Kota Pontianak, Kalimantan Barat, mulai mengatur strategi agar inflasi tidak melonjak sebagai dampak kenaikan harga bahan bakar minyak. Tim pengendali inflasi juga terus memantau perkembangan harga komoditas.
Oleh
EMANUEL EDI SAPUTRA
·3 menit baca
PONTIANAK, KOMPAS — Pemerintah Kota Pontianak, Kalimantan Barat, mulai mengatur strategi agar inflasi tidak melonjak setelah kenaikan harga bahan bakar minyak. Oleh karena itu, tim pengendali inflasi daerah diminta terus memantau perkembangan harga komoditas.
Wali Kota Pontianak Edi Rusdi Kamtono, Selasa (6/9/2022), menuturkan, untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya inflasi sebagai dampak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), pihaknya mulai mengatur strategi. Pemerintah Kota (Pemkot) Pontianak pun berkoordinasi dengan Bank Indonesia Perwakilan Kalbar untuk memonitor kondisi harga-harga kebutuhan pokok di pasar.
”Tim pengendali inflasi Kota Pontianak juga terus bekerja keras memantau perkembangan harga di lapangan. Jangan sampai terjadi lonjakan harga yang mengganggu masyarakat. Kami akan berupaya seoptimal mungkin agar tidak terjadi lonjakan inflasi,” ujar Edi.
Sebelumnya diberitakan, pemerintah telah menaikkan harga BBM bersubsidi. Harga pertalite naik dari sebelumnya Rp 7.650 per liter menjadi Rp 10.000 per liter. Harga per liter solar bersubsidi juga naik dari Rp 5.150 menjadi Rp 6.800. Selain itu, pemerintah juga mengumumkan kenaikan harga pertamax dari Rp 12.500 per liter menjadi Rp 14.500 per liter (Kompas, 4/9/2022).
Sebagian subsidi BBM akan dialihkan untuk bantuan langsung tunai (BLT) BBM sebesar Rp 12,4 triliun. BLT ini diberikan kepada 20,65 juta keluarga kurang mampu sebesar Rp 150.000 per bulan, dan mulai diberikan pada September hingga Desember mendatang.
Pemerintah juga menyiapkan bantuan subsidi upah bernilai Rp 9,6 triliun untuk 16 juta pekerja dengan gaji maksimum Rp 3,5 juta per bulan. Bantuan subsidi upah diberikan sebesar Rp 600.000 per penerima.
Pemkot Pontianak pun berkoordinasi dengan Bank Indonesia Perwakilan Kalbar untuk memonitor kondisi harga-harga kebutuhan pokok di pasar.
Terkait pemberian BLT, Edi menuturkan, Pemkot Pontianak telah memiliki data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) untuk memastikan penyaluran bantuan tersebut benar-benar efektif. Dia menyebut, data tersebut selalu diverifikasi setiap enam bulan.
Data yang telah diverifikasi itulah yang kemudian diusulkan kepada Kementerian Sosial (Kemensos). Kemudian, Kemensos yang akan menentukan siapa yang akan mendapatkan BLT.
”Penerima BLT di Pontianak berdasarkan DTKS sebanyak 27.400 keluarga. Mudah-mudahan BLT ini bisa menjangkau semuanya dan efektif,” tutur Edi.
Pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Tanjungpura Pontianak, Eddy Suratman, menyatakan setuju dengan upaya Pemkot Pontianak dan tim pengendali inflasi daerah (TPID) yang mulai mengantisipasi inflasi. Hal ini karena kenaikan harga BBM sangat rentan memicu kenaikan harga kebutuhan pokok,
”Yang paling penting untuk dimonitor oleh TPID adalah bagaimana ketersediaan barang dan distribusinya lancar. Kemudian memastikan tidak ada spekulan yang bisa mendistorsi pasar dan tidak ada biaya tambahan dalam distribusi ataupun penyediaan barang,” ujar Eddy.
TPID juga bisa mengarahkan masyarakat untuk menyediakan kebutuhan sayur-mayur yang bisa disediakan sendiri memanfaatkan pekarangan rumah. Apalagi, TPID Kota Pontianak dulu pernah membagikan bibit cabai untuk ditanam di rumah penduduk sehingga dalam beberapa bulan masyarakat tidak perlu berbelanja cabai.
Hal semacam itu bisa juga dilakukan lagi untuk kondisi saat ini. ”Yang masih bisa diatasi harus segera diatasi,” tutur Eddy.
Kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM direspons ratusan mahasiswa dari Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) dan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kalbar dengan berdemonstrasi di kantor DPRD Provinsi Kalbar, Senin (5/9/2022) siang.
Kepala Bidang Kebijakan Publik Pengurus Wilayah KAMMI Kalbar Muhammad Al Iqbal, menuturkan, kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM menyengsarakan masyarakat yang sedang berjuang pulih dari pandemi Covid-19. ”Kenaikan harga BBM berdampak pada inflasi,” ujarnya.
Padahal, menurut Iqbal, ada solusi yang dapat dilakukan pemerintah dengan kondisi sekarang, salah satunya menunda pembangunan proyek strategis nasional yang tidak berdampak langsung pada masyarakat. Dengan demikian, anggaran dapat dialihkan ke subsisi BBM. Oleh karena itu, para mahasiswa menolak kenaikan harga BBM dan mendesak pemerintah mengendalikan harga kebutuhan pokok.