Normalisasi Sungai di Surabaya Korbankan Mangrove Wonorejo
Proyek normalisasi Kali Jagir di bagian muara, termasuk kawasan konservasi Mangrove Wonorejo di Surabaya, Jawa Timur, ternyata turut merusak ekosistem bakau yang penting bagi keragaman hayati.
SURABAYA, KOMPAS — Pemerintah Kota Surabaya, Jawa Timur, sedang mengeruk dan melebarkan Kali Jagir serta sejumlah saluran air yang bermuara ke bagian hilir. Namun, proyek ini mendapat protes karena mengorbankan atau merusak tanaman bakau di kawasan Mangrove Wonorejo yang dinyatakan sebagai kawasan konservasi dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Surabaya.
Kali Jagir adalah terusan dari Kali Surabaya dan bermuara ke Pantai Timur Surabaya (Pamurbaya), di Selat Madura. Kali Jagir juga menjadi ujung dari jaringan saluran air pembuangan atau afur perumahan, tambak, dan perusahaan. Menurut pemerintah, proyek normalisasi merupakan kegiatan rutin tahunan yang pada tahun ini berlangsung sejak Mei 2022 dan berakhir mendekati musim hujan yang diperkirakan jatuh mulai bulan depan.
Bagian Kali Jagir yang terkena normalisasi bermuara ke kawasan Mangrove Wonorejo dan Kebon Agung, antara lain, dari bozem atau waduk buatan di Medokan Sawah dan Pompa Air Medokan Ayu hingga ke Selat Madura. Normalisasi diharapkan memperlancar aliran air ke laut, terutama di bagian dengan pintu dan pompa air sebagai bagian dari pengendalian banjir.
Menurut Kepala Bidang Drainase Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga Kota Surabaya Eko Juli Prasetya, normalisasi diklaim bertujuan mengembalikan lebar sungai dari 20 meter menjadi 30 meter. Pemerintah mengklaim lebar sungai menyempit 10 meter karena penanaman mangrove untuk tujuan konservasi oleh masyarakat. ”Untuk mengembalikan lebar sungai seperti semula,” katanya, Selasa (6/9/2022).
Eko melanjutkan, dalam proyek normalisasi, petugas mengeruk endapan lumpur dan menaruh material di bantaran atau sisi utara dan selatan sungai. Karena ada deretan mangrove, petugas terpaksa menebang dan membabat deretan tanaman itu untuk menaruh material pengerukan. Pelebaran 10 meter akan dimanfaatkan sebagai jalan inspeksi. ”Jalur inspeksi yang ditanami mangrove. Saat normalisasi, tumbuhan tertimbun hasil pengerukan,” ujarnya.
Secara terpisah, Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kota Surabaya Antiek Sugiharti mengatakan, penempatan material hasil pengerukan pada prinsipnya menekan perusakan lingkungan. Penempatan material diarahkan di petak bantaran yang sebisa mungkin tidak ada tanaman mangrove. Namun, kerusakan tidak bisa dihindari.
Kerusakan juga terjadi di sisi utara sungai.
”Akan bersama-sama dengan masyarakat untuk reboisasi dan penanaman mangrove setelah kegiatan normalisasi,” ujar Antiek.
Hermawan Some dari Konsorsium Rumah Mangrove Surabaya mengatakan, proyek normalisasi mengakibatkan kerusakan dan kematian deretan tanaman mangrove dan anakan. Kerusakan akibat penebangan, pencabutan, dan atau ditimbun material pengerukan untuk meninggikan tanggul sungai.
Kerusakan, antara lain, ada di sisi selatan dermaga perahu Kelompok Petani Tambah Trunodjoyo, Wonorejo. Di sini ada kerusakan pohon bakau (Rhizophora mucronata), lindur (Bruguiera gymnorrhiza), jenis buta-buta, Avicennia alba, dan Avicennia marina. ”Kerusakan juga terjadi di sisi utara sungai,” kata Hermawan, yang juga Koordinator Komunitas Nol Sampah Surabaya.
Deretan bakau yang mati akibat proyek itu membentang sepanjang 500 meter. Padahal, konsorsium telah mendampingi komunitas masyarakat sejak 2007 untuk aktif merehabilitasi kawasan muara Kali Jagir di Wonorejo dengan penanaman mangrove.
Sudah lebih dari 500.000 tanaman mangrove yang ditanam di sepanjang Kali Jagir dan jaringan afur, termasuk lokasi peringatan Hari Jadi Kota Surabaya. ”Tidak pernah ada peringatan atau pemberitahun bahwa kami menanam mangrove di lokasi yang salah,” ujar Hermawan.
Selain itu, dalam pemantauan sejak 2007, lanjut Hermawan, lebar Kali Jagir tidak berubah atau sekitar 20 meter. Keinginan pemerintah untuk mengembalikan lebar sungai menjadi 30 meter perlu dipertanyakan karena tidak jelas dasarnya. Lebar bantaran yang ditanami mangrove hanya 2-3 meter sebab sudah berbatasan dengan tambak-tambak warga. Penanaman mangrove bertujuan menguatkan tepi sungai sehingga tanggul tambak atau sungai tidak jebol.
Hermawan juga mengingatkan, Mangrove Wonorejo merupakan kawasan konservasi yang telah ditetapkan dalam RTRW Kota Surabaya. Segala kegiatan di sana sepatutnya mengutamakan konservasi atau perlindungan keragaman hayati yang ada. Mangrove Wonorejo penting untuk habitat kera, biota laut (kepiting), bahkan persinggahan burung migran. ”Proyek normalisasi itu menjadi preseden buruk dalam perlindungan lingkungan hidup,” katanya.
Dia pun meminta pemerintah bertanggung jawab atas kerusakan dan kematian pepohonan bakau. Caranya dengan memastikan penanaman dan perawatan sehingga tanaman ini tumbuh kembali. Perawatan minimal berlangsung tiga tahun sesuai masa kritis pemeliharaan dan pertumbuhan mangrove.