Mitigasi Kekerasan terhadap Siswa, Cegah Kasus Terus Terulang
Kementerian Agama segera menerbitkan regulasi sebagai langkah mitigasi dan antisipasi terhadap kasus kekerasan di lembaga pendidikan agama dan keagamaan agar tidak terulang.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·3 menit baca
MARINA EKATARI
Dalam video, Minggu (4/9/2022), tangis seorang ibu bernama Siti Soimah pecah saat mengadu ke pengacara Hotman Paris Hutapea. Sang ibu mengungkapkan kecurigaan atas kematian anaknya, Albar Mahdi (17), yang merupakan santri di Pesantren Gontor I, Ponorogo, Jawa Timur.
PONOROGO, KOMPAS — Kementerian Agama segera menerbitkan regulasi sebagai langkah mitigasi dan antisipasi terhadap kasus kekerasan di lembaga pendidikan agama dan keagamaan agar tidak terulang. Sementara itu, penyidik Kepolisian Resor Ponorogo telah memeriksa tujuh saksi untuk mengungkap dugaan kekerasan yang menyebabkan meninggalnya AM (17 tahun), santri Pesantren Modern Darussalam Gontor.
”Kekerasan dalam bentuk apa pun dan di mana pun tidak dibenarkan. Norma agama dan peraturan perundang-undangan jelas melarangnya,” ujar Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kemenag Waryono Abdul Ghofur di Jakarta, Selasa (6/9/2022).
Pernyataan resmi itu disampaikan Waryono menanggapi peristiwa yang dialami AM, salah satu santri Pesantren Modern (PD Pontren) Darussalam Gontor, Ponorogo, Jawa Timur. AM yang meninggal pada 22 Agustus 2022 tersebut diduga menjadi korban tindak kekerasan yang dilakukan oleh kakak kelasnya atau seniornya di pesantren.
”Mewakili Kementerian Agama, kami sampaikan dukacita. Semoga almarhum husnul khotimah dan keluarganya diberi kekuatan dan kesabaran. Kami juga berharap peristiwa memilukan seperti itu tidak terjadi lagi,” kata Waryono.
Santri Ponpes Gontor yang telah sembuh dari Covid-19 mendapat penjelasan dari petugas saat mengecek surat keterangan sehat saat akan meninggalkan Rumah Sakit Lapangan Kogabwilhan II Indrapura, Surabaya, Jawa Timur, Selasa (28/7/2020).
Direktorat PD Pontren segera berkoordinasi dengan Kantor Wilayah Kemenag Jawa Timur. Pihak Kanwil Jatim selanjutnya menerjunkan tim dari kantor Kemenag Kabupaten Ponorogo untuk menemui para pihak dan mengumpulkan berbagai informasi di lokasi kejadian.
”Kami mengapresiasi langkah Pesantren Gontor yang telah menyampaikan permohonan maaf secara terbuka, memberikan sanksi kepada para pelaku, dan berkomitmen terhadap upaya penegakan hukum,” jelas Waryono.
Kementerian Agama, kata Waryono, terus memproses penyusunan regulasi pencegahan tindak kekerasan pada pendidikan agama dan keagamaan. Menurut dia, saat ini regulasi tersebut sudah dalam tahap harmonisasi di Kementerian Hukum dan HAM.
”Rancangan Peraturan Menteri Agama tentang Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Kekerasan mudah-mudahan tidak dalam waktu lama dapat segera disahkan,” tegasnya.
KOMPAS/YOLA SASTRA
Santri mengikuti pengajian dengan Ustaz Halim Ambiya (47), pemimpin Pondok Pesantren Tasawuf Underground, di Ciputat, Tangerang Selatan, Banten, Rabu (20/4/2022). Pondok pesantren ini disebut juga pesantren anak punk karena menerima anak punk jalanan sebagai santri.
Waryono mengajak semua lembaga pendidikan agama dan keagamaan melakukan langkah-langkah penyadaran dan pencegahan tindak kekerasan sejak dini. Caranya dengan mengedukasi semua pihak termasuk pengasuh. Selain itu, pengelola pesantren harus meningkatkan pengawasan dan pembinaan agar tindak kekerasan tidak terulang lagi.
Juru bicara Pondok Modern Darussalam Gontor, Noor Syahid, mengatakan, berdasarkan temuan tim pengasuhan santri, ditemukan dugaan adanya penganiayaan yang menyebabkan AM meninggal. Menyikapi hal tersebut, pengelola pesantren langsung menjatuhkan sanksi kepada santri yang diduga terlibat.
”Yaitu dengan mengeluarkan yang bersangkutan dari pondok secara permanen dan langsung mengantarkan mereka kepada orangtua masing-masing. Pada prinsipnya kami tidak menoleransi segara kekerasan di dalam lingkungan pesantren apa pun bentuknya, termasuk dalam kasus almarhum AM,” ujar Noor dalam pernyataan resminya.
KEMENTERIAN LUAR NEGERI RI
Peserta International Conference on the Role of Afro-Asian Universities in Building Civilizations yang digelar Minggu (22/7/2018) di Pondok Modern Darussalam, Gontor, Ponorogo, Jatim.
Dia menambahkan, pihak pesantren siap mengikuti segala bentuk upaya dalam rangka penegakan hukum terkait peristiwa meninggalnya korban. Pesantren terus membangun komunikasi secara intens dengan keluarga korban untuk mendapatkan solusi terbaik dan kemaslahatan bersama.
Sementara itu, Kepala Polres Ponorogo Ajun Komisaris Besar Catur Cahyono Wibowo mengatakan, penyidik tengah mengusut dugaan kekerasan atau penganiayaan dengan korban AM, santri asal Palembang, yang terjadi di Pesantren Modern Darussalam Gontor 1. Penyidik telah bertemu dengan pengelola dan menggali informasi dari sejumlah pihak.
”Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Satreskrim Polres Ponorogo sudah memeriksa tujuh saksi terkait kejadian tersebut,” kata Catur.
KOMPAS/LARASWATI ARIADNE ANWAR
Pelatih bahasa Inggris dari British Council (Lembaga Kebudayaan Inggris) Gumawang Jati (memegang mikrofon) menyampaikan materi kepada perwakilan dosen Universitas Darussalam Gontor dan Pondok Modern Darussalam Gontor di Ponorogo, Jawa Timur, Selasa (27/8/2019).
Tujuh saksi yang diperiksa itu berasal dari santri, dokter pesantren, dan ustaz atau pengasuh santri. Menurut hasil pemeriksaan sementara, kekerasan yang mengakibatkan meninggalnya santri AM terjadi akibat kesalahpahaman antara korban dan santri seniornya. Namun, untuk mendalami motifnya, penyidik memerlukan waktu dan proses yang tidak sederhana.
Kasus kekerasan terhadap santri di Pesantren Modern Darussalam Gontor Ponorogo ini mencuat setelah ibunda korban, Soimah, mengadu ke pengacara Hotman Paris. Soimah menduga putranya yang duduk di bangku kelas 5 atau setara dengan kelas II SMA itu meninggal secara tidak wajar.
Berdasarkan catatan Kompas, kasus kekerasan terhadap pelajar semakin memprihatinkan. Sebelumnya, MZA (15), salah satu santri di pondok pesantren di Tanggulangin, Sidoarjo, meninggal setelah dianiaya oleh sesama santri. Peristiwa itu terjadi pada Oktober 2021.