Keluarga Santri yang Tewas di Ponpes Gontor Minta Kasus Diusut Tuntas
Orangtua AM (17), santri yang meninggal di Pondok Modern Darussalam Gontor, meminta agar kematian anaknya diusut secara tuntas. AM diduga menjadi korban kekerasan.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
KOMPAS/RHAMA PURNA JATI
Siti Soimah (kanan), ibu dari AM, santri Pondok Modern Darussalam Gontor, Ponorogo, Jawa Timur, yang tewas di pesantren tersebut, menangis di pelukan sahabatnya, Selasa (6/9/2022).
PALEMBANG, KOMPAS — Orangtua AM (17), santri yang meninggal di Pondok Modern Darussalam Gontor, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, meminta agar kematian anaknya diusut secara tuntas. Dugaan sementara, kematian AM disebabkan tindakan kekerasan. Pengusutan ini penting agar kekerasan di dunia pendidikan tidak kembali terulang.
AM merupakan santri Pondok Modern Darussalam Gontor kelas 5i yang dinyatakan meninggal pada Senin (22/8/2022). Jenazah AM dibawa ke Palembang, Sumatera Selatan, keesokan harinya dengan kondisi sudah dikafani.
Titis Rachmawati, kuasa hukum keluarga AM di Palembang, Selasa (6/9/2022), menuturkan, orangtua AM memutuskan membawa kasus ini ke ranah hukum agar pelaku kekerasan bisa segera menjalani proses hukum. ”Kami tidak bermaksud untuk mendiskreditkan satu lembaga pendidikan tertentu, tetapi keluarga hanya meminta keadilan,” ujarnya.
Sampai saat ini, pihak keluarga belum mengetahui siapa pelaku dan juga penyebab kematian AM. Hal ini karena keterangan yang diberikan pihak pondok pesantren (ponpes) sejak awal selalu berbeda-beda.
KOMPAS/RHAMA PURNA JATI
Kuasa hukum keluarga AM, Titis Rachmawati (tengah), memberikan keterangan di Palembang, Sumatera Selatan, Selasa (6/9/2022).
Awalnya, utusan ponpes yang mengantarkan jenazah mengatakan, kematian AM disebabkan sakit. Hal ini juga diperkuat dengan adanya surat keterangan dari rumah sakit. Namun, setelah didesak pihak keluarga, beberapa hari kemudian, pihak ponpes mengubah keterangannya dan mengakui penyebab kematian AM adalah tindak kekerasan. ”Kami meminta agar kasus ini diusut secara tuntas agar kasus ini bisa terungkap dengan jelas,” ucap Titis.
Sampai saat ini, pihak keluarga belum mengajukan laporan atas kasus ini karena Polres Ponorogo sudah melakukan penyelidikan atas dasar temuan di lapangan. ”Sudah ada tujuh saksi yang dimintai keterangan,” ucap Titis, meneruskan pesan dari jajaran Polres Ponorogo.
Namun, apabila nanti penyidik menyarankan untuk membuat laporan, pihak keluarga akan menurutinya. ”Begitu pun jika ada permintaan untuk melakukan otopsi, keluarga akan menjalaninya. Intinya, kami masih menunggu perkembangan pemeriksaan oleh penyidik,” katanya.
Titis menuturkan, ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan pihak keluarga yang akhirnya memutuskan untuk membawa kasus ini ke ranah hukum. Alasan pertama, adanya perbedaan keterangan dari pihak ponpes.
Awalnya, pihak ponpes mengatakan bahwa penyebab kematian AM terjatuh saat mengikuti Perkemahan Kamis-Jumat (Perkajum). Alasan ini sempat dipercaya oleh keluarga karena memang saat itu sang anak ditunjuk sebagai Ketua Perkajum.
Namun, setelah mendapatkan keterangan dari sejumlah wali santri, diketahui kematian AM bukan karena terjatuh, melainkan karena tindak kekerasan. Hal ini juga tampak dari lebam yang ada di tubuh korban dan juga darah yang terus mengucur di bagian belakang kepala AM.
Selain itu, pihak keluarga juga masih menunggu inisiatif dari pihak ponpes untuk memfasilitasi pertemuan dengan keluarga pelaku. ”Kami akan memaafkan pelaku jika ada niat baik, tetapi proses hukum akan tetap berjalan,” ucapnya.
Saya berharap jangan ada lagi kekerasan di dunia pendidikan.
Di tengah kondisinya yang masih tampak terpukul, ibu AM, Siti Soimah, berharap ada titik terang dari peristiwa kematian anak sulungnya ini. ”Kejadian ini sungguh tragis dan miris. Saya menitipkan anak saya di pondok pesantren tersebut untuk mendapatkan didikan dan akhlak yang baik,” ujar Soimah sambil terus menangis.
Dia tidak mengira kejadian ini akan menimpa anaknya. Padahal, dia sangat memercayai ponpes ini untuk mendidik anaknya. Namun, sekarang anaknya pulang hanya tinggal nama. Siti hanya meminta pihak ponpes terbuka agar kasus ini bisa terkuak.
”Saya berharap jangan ada lagi kekerasan di dunia pendidikan. Cukup anak saya saja yang jadi korban, jangan yang lain,” ucapnya.
KOMPAS/RHAMA PURNA JATI
Para santri Pondok Pesantren Gontor bersiap berangkat dari Kompleks Olahraga Jakabaring, Palembang, ke Jawa Timur dengan menggunakan bus, Sabtu (20/6/2020).
Melalui keterangan resminya, Juru Bicara Pondok Modern Darussalam Gontor Noor Syahid menyatakan permohonan maaf atas kejadian ini. ”Kami sangat menyesalkan kejadian ini, termasuk jika dalam proses pengantaran jenazah, pihak keluarga menganggap tidak ada keterbukaan, kami memohon maaf. Kami berharap kejadian ini tidak terulang lagi,” ucap Noor.
Berdasarkan temuan tim, lanjut Noor, pihaknya menemukan memang terjadi penganiayaan yang menyebabkan AM meninggal. ”Atas kejadian ini, kami bertindak cepat dengan menghukum mereka yang terlibat,” ujarnya.
Bentuk hukuman yang diberikan adalah dengan mengeluarkan santri yang terlibat dan mengembalikannya kepada orangtua. ”Kami tidak menoleransi segala bentuk aksi kekerasan di dalam lingkungan pesantren,” ucap Noor. Pihak ponpes juga akan mengikuti segala bentuk proses hukum yang sedang berlangsung.