Aipda A Karnain (41), anggota polisi yang bertugas sebagai bhabinkamtibmas di Kecamatan Way Pengubuan, Lampung Tengah, tewas ditembak teman sesama polisi. Polri didorong mengawasi penggunaan senjata api di lingkungannya.
Oleh
VINA OKTAVIA
·3 menit baca
LAMPUNG TENGAH, KOMPAS — Aipda A Karnain (41), anggota polisi yang bertugas sebagai bhayangkara pembina keamanan dan ketertiban masyarakat (bhabinkamtibmas) di Kecamatan Way Pengubuan, Lampung Tengah, tewas ditembak teman sesama anggota polisi. Penembakan yang dilatarbelakangi dendam pribadi ini menambah panjang kasus penyalahgunaan senjata api di kalangan anggota polisi.
Pelaku adalah Aipda RS, yang bertugas sebagai Kepala Sentra Pelayanan Terbaru Polsek Way Pengubuan. Aipda RS juga mengisi jabatan sebagai Pejabat Sementara Kanit Provost Polsek Way Pengubuan. Saat ini, pelaku sudah ditangkap dan ditahan di Polres Lampung Tengah.
Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Lampung Komisaris Besar Zahwani Pandra Arsyad mengatakan, penembakan terjadi di rumah korban pada Minggu (4/9/2022) malam pukul 21.15. Saat kejadian, korban sedang berada di teras rumahnya di Kelurahan Bandar Jaya Barat, Kecamatan Terbanggi Besar, Lampung Tengah.
Saat itu, pelaku mendatangi rumah dan memanggil korban dari luar gerbang. Korban yang tidak curiga degan kedatangan pelaku mendekat dan membukakan gerbang rumahnya. Namun, RS justru langsung melepaskan tembakan ke arah dada kiri Aipda A Karnain. Setelah menembak, pelaku pergi menggunakan sepeda motor.
Motif sementara yang kami dapatkan dari keterangan tersangka hingga tega melakukan penembakan terhadap korban diduga karena pelaku dendam.
Korban yang masih sadar sempat meminta tolong dengan istrinya. Aipda Karnain juga sempat dibawa ke IGD RS Harapan Bunda, Lampung Tengah. Namun, korban dinyatakan meninggal Minggu malam sekitar pukul 23.00.
”Motif sementara yang kami dapatkan dari keterangan tersangka hingga tega melakukan penembakan terhadap korban diduga karena pelaku dendam,” kata Pandra di Bandar Lampung, Senin (5/9/2022).
Polisi menyita satu pucuk senjata api jenis revolver dengan lima butir peluru sebagai barang bukti. Selain itu, polisi juga menyita satu unit sepeda motor dan pakaian yang digunakan pelaku saat melakukan penembakan.
Dari keterangan pelaku, RS merasa korban kerap menceritakan hal-hal buruk mengenai dirinya dan keluarganya. Salah satunya, korban pernah mengumbar informasi bahwa istri pelaku tak membayar arisan melalui grup Whatsapp.
Atas perbuatannya, pelaku dijerat Pasal 338 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dengan ancaman hukuman penjara maksimal 15 tahun. Selain itu, pelaku juga dinilai melanggar kode etik dan terancam sanksi pemberhentian dengan tidak hormat.
Sedang piket
Kepala Polres Lampung Tengah Ajun Komisaris Besar Polisi Doffie F Sanjaya mengatakan, pelaku sedang menjalani tugas piket jaga di Polsek Way Pengubuan pada Minggu (4/9/2022) malam. Saat itu, RS mendapat telepon dari istrinya yang sedang sakit di rumah. Ia pun izin pulang ke rumah untuk melihat kondisi istrinya.
Saat melintas di depan rumah korban, pelaku melihat Aipda A Karnai sedang berada di depan rumah. Rasa dendam dan kesal pelaku pada korban pun muncul kembali seketika itu. Karena alasan itulah, pelaku nekat melakukan penembakan hingga menewaskan rekan satu kantornya sendiri.
Dari keterangan beberapa anggota polisi, hubungan pelaku dan korban di tempat kerja juga kurang harmonis. Keduanya kerap tidak akur saat bertugas.
Pengamat Hukum Pidana dari Universitas Lampung Heni Siswanto menilai, kasus penembakan polisi oleh polisi di Lampung Tengah ini menambah panjang daftar kasus penyalahgunaan senjata api oleh aparat kepolisian. Senjata api yang semestinya menjadi sarana untuk memberikan perlindungan dan rasa aman masyarakat dari pelaku kejahatan justru digunakan untuk aksi penembakan sesama rekan anggota polisi.
Sebelumnya, publik dikagetkan dengan kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat yang didilakukan atas perintah atasannya, Irjen Ferdy Sambo. Kasus-kasus ini menandakan, perlu ada evaluasi menyeluruh terkait kewenangan penggunaan senjata api.
”Masalah seperti ini jangan sampai ada pembiaran. Pimpinan Polri harus mengevaluasi para pemegang senjata api. Senjata api semestinya digunakan sebagai sarana untuk memberikan perlindungan hukum pada masyarakat,” katanya.
Heni menambahkan, instansi Polri harus melakukan pengawasan berkala terhadap anggota polisi yang menggunakan senjata api. Anggota polisi yang terindikasi arogan dan mengalami persoalan atau tekanan harus segera dibina agar mendapat pendampingan.