Pemkot Surakarta Siapkan Aturan untuk Larang Peredaran Daging Anjing
Pemkot Surakarta tengah menyiapkan peraturan untuk melarang peredaran daging anjing. Langkah itu diambil setelah menguatnya desakan dari masyarakat sekaligus menindaklanjuti aturan serupa dari Pemprov Jawa Tengah.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
SURAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Kota Surakarta, Jawa Tengah, tengah menyiapkan peraturan untuk melarang peredaran daging anjing. Langkah itu diambil setelah menguatnya desakan dari masyarakat sekaligus menindaklanjuti aturan serupa dari Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Desakan dari masyarakat menguat setelah kemunculan hasil investigasi mengenai tingginya konsumsi daging anjing di kota tersebut.
”Kemarin, saya sudah bertemu dengan Kabag (Kepala Bagian) Hukum (Pemerintah Kota Surakarta). Nanti akan kami tindaklanjuti. Peraturannya akan mengekor dari Jawa Tengah,” kata Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka, di kompleks Balai Kota Surakarta, Jumat (2/9/2022).
Sebelumnya diberitakan tim dari Dog Meat Free Indonesia (DMFI) melakukan investigasi terkait peredaran daging anjing di Surakarta. Hasilnya ditemukan sedikitnya tiga rumah jagal yang membunuh sekitar 15 anjing setiap harinya. Tempat-tempat jagal itu berada di sepanjang aliran anak Sungai Bengawan Solo di Surakarta.
Mirisnya, limbah berupa darah sisa penjagalan anjing juga dibuang langsung ke sungai. Berdasarkan investigasi DMFI, permintaan daging anjing paling banyak berasal dari Surakarta (Kompas, 31/8/2022)
Beberapa waktu sebelumnya, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah sudah lebih dulu mengeluarkan surat edaran yang isinya melarang peredaran dan konsumsi daging anjing. Surat Edaran Nomor 524.3/2417 itu diterbitkan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan pada 15 Juli 2022.
Surat edaran itu didasari oleh Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 yang sekarang diubah menjadi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Salah satu poin yang diatur ialah larangan penjualan daging anjing. Anjing disebut sebagai hewan peliharaan, bukan hewan ternak. Oleh karena itu, daging anjing tidak diperuntukkan guna keperluan pangan atau konsumsi.
Ditemukan sedikitnya tiga rumah jagal yang membunuh sekitar 15 anjing setiap hari. Tempat-tempat jagal itu berada di sepanjang aliran anak sungai Bengawan Solo di Surakarta.
Gibran menyatakan, selain mencermati Surat Edaran dari Pemprov Jateng, Pemkot Surakarta juga akan mencermati peraturan lain terkait peredaran daging anjing. Regulasi dari daerah lain di sekitar Surakarta juga bakal dicermati.
”Kami juga pelajari peraturan lain yang ada. Ada juga peraturan daerah sekitar kita. Misalnya di Karanganyar dan Sukoharjo, sudah punya peraturan untuk itu. Dorongan dari warga juga akan kami tindak lanjuti,” kata Gibran.
Namun, Gibran menyebut, Pemkot Surakarta tak ingin sekadar mengeluarkan larangan. Perlu dipikirkan juga solusi bagi warga yang berpotensi kehilangan pekerjaan jika nantinya penjualan daging anjing dilarang.
Menurut Gibran, harus ada upaya pembinaan agar mereka bisa beralih ke pekerjaan lain sesuai dengan peraturan yang ada. Dalam waktu dekat, Pemkot Surakarta juga akan mendata warga yang selama ini terlibat dalam usaha terkait daging anjing.
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Surakarta Sugeng Riyanto mengatakan, belum ada pembahasan intens mengenai regulasi pelarangan peredaran daging anjing tersebut. Dia berharap, penerbitan aturan itu menjadi usulan Pemkot Surakarta. Sebab, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPRD Surakarta pernah mengusulkan aturan serupa, tetapi kandas di tengah jalan.
”Periode yang lalu (2014-2019), kami dari Fraksi PKS pernah mengusulkan perda (peraturan daerah) tersebut. Tetapi, itu tidak disetujui oleh forkopimda (Forum Komunikasi Pimpinan Daerah). Saya rasa, nasibnya akan sama jika dilemparkan ke dewan lagi. Lain halnya jika ini luncuran dari Mas Wali (Gibran). Tingkat keterbahasan dan pematangannya lebih tinggi jika diluncurkan oleh Pemkot Surakarta,” kata Sugeng.
Menurut Sugeng, pelarangan peredaran daging anjing juga penting untuk memperbaiki citra Surakarta sebagai destinasi wisata, khususnya di mata wisatawan mancanegara. Sebab, sebagian besar wisatawan mancanegara telah memiliki kesadaran tentang pentingnya perlindungan hewan.
Apalagi di sejumlah negara, anjing merupakan hewan peliharaan, bukan untuk dikonsumsi. Oleh karena itu, para wisatawan asing bisa saja enggan berkunjung ke Surakarta jika mengetahui kota tersebut menjadi daerah dengan tingkat konsumsi daging anjing yang tinggi.
”Tingginya konsumsi daging anjing itu kontraproduktif dengan gencarnya pembangunan citra Surakarta di luar negeri. Bagaimana mungkin mereka datang ke Surakarta kalau mereka berpikir ada pembantaian hewan kesayangan di kota ini,” kata Sugeng.