Tekan Penangkapan Berlebih, Nelayan Sulteng Usul Perketat Pemakaian Alat Tangkap
Alih-alih mengatur kuota penangkapan, pengetatan pemakaian jaring diusulkan untuk mencegah berkurangnya populasi ikan di perairan akibat penangkapan berlebih.
Oleh
VIDELIS JEMALI
·3 menit baca
PALU, KOMPAS — Nelayan di Provinsi Sulawesi Tengah mengusulkan kepada pemerintah untuk memperketat pemakaian alat tangkap, terutama jaring, guna menekan penangkapan ikan berlebih. Hal itu lebih relevan untuk pencegahan penangkapan berlebih daripada penerapan penangkapan terukur berbasis kuota.
Hal itu disampaikan Ketua Himpunan Nelayan Sulawesi Tengah (HNST) Jaya Rahman di Palu, Sulteng, terkait rencana pemerintah pusat menerapkan penangkapan ikan terukur dengan basis kuota. ”Seleksi ketat dan pengawasan alat tangkap yang menjawab masalah overfishing, terutama di wilayah penangkapan yang terindikasi sudah mengalami penangkapan berlebih dan perairan penyangga wilayah konservasi,” katanya di Palu, Kamis (1/9/2022).
Alat tangkap berupa jaring yang digunakan di dua wilayah perairan tersebut, lanjut Jaya, harus memenuhi syarat ramah perikanan, yakni bermata jaring besar. Ini agar ikan-ikan kecil tak terjaring. Dengan demikian, perkembangbiakan ikan tetap berjalan normal yang artinya stok ikan di perairan tetap terjaga.
Ia mencontohkan di perairan Teluk Tomini di Kabupaten Parigi Moutong, Sulteng, ada indikasi penangkapan berlebih (overfishing). Hal itu terjadi karena banyak nelayan menggunakan jaring dengan mata jaring kecil sehingga ikan kecil pun tertangkap. Hal itu memengaruhi persediaan ikan di perairan.
”Jadi, menurut kami yang relevan untuk menjaga keberlanjutan populasi ikan di perairan mengatur atau memperketat pemakaian alat tangkap di wilayah-wilayah perairan yang terancam overfishing atau wilayah penyangga perairan konservasi. Nelayan tetap bisa melaut tanpa risau dengan kuota,” ujarnya.
Jika kuota penangkapan yang diatur apalagi nelayan harus membentuk koperasi, kata Jaya, hal itu tak membantu nelayan. Selain karena nelayan sulit membentuk koperasi karena berbagai persyaratan, seperti modal dasar yang mencapai ratusan juta, penetapan kuota akan dengan gampang diambil nelayan pemodal besar.Mereka memiliki sumber daya besar mulai dari armada hingga modal. ”Jatuh-jatuhnya kebijakan ini bisa menjadikan nelayan hanya sebagai buruh untuk pemodal,” katanya yang belum mengetahui secara lengkap aturan penangkapan ikan terukur dengan pembatasan kuota tersebut.
Jatuh-jatuhnya kebijakan ini bisa menjadikan nelayan hanya sebagai buruh untuk pemodal. (Jaya Rahman)
Diberitakan sebelumnya, dalam rapat kerja Komisi IV DPR, Selasa (30/8/2022), Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengatakan, kebijakan penangkapan ikan terukur berbasis kuota telah disiapkan secara komprehensif. Hasil penangkapan ikan terukur dinilai akan mendongkrak penerimaan negara bukan pajak (PNBP), yang hasilnya akan dialokasikan untuk mengangkat kesejahteraan nelayan.
Menurut Sakti, sebagian besar nelayan Indonesia yang berjumlah 2,2 juta orang hingga kini belum sejahtera. Program mendorong kesejahteraan nelayan sulit jika hanya mengandalkan postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Pagu anggaran kementerian tersebut pada 2023 sebesar Rp 6,76 triliun atau 0,0068 persen dari alokasi belanja seluruh kementerian dan lembaga, yakni sebesar Rp 993,2 triliun (Kompas, 31/8/2022).
Arham (52), nelayan yang biasa melaut di Selat Makassar di Kabupaten Donggala, menyatakan belum mengetahui aturan baru tersebut. Meskipun begitu, ia mengingatkan pemerintah untuk membuat aturan yang adil untuk semua pihak dalam sektor perikanan.
Sulteng merupakan salah satu provinsi dengan kakayaan perikanan yang melimpah. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, pada 2019 volume produksi ikan tangkap mencapai 133.997 ton dengan nilai Rp 3,1 triliun. Ikan-ikan primadona di perairan Sulteng cakalang dengan produksi 16.740 ton, tongkol 14.306 ton, dan tuna 5.287 ton. Lumbung ikan di Sulteng, antara lain, Selat Makassar di Kabupaten Donggala, Laut Sulawesi (Tolitoli dan Buol), Teluk Tomini (Parigi Moutong dan Poso), dan Teluk Tolo (Morowali).