Penangkapan Terukur di Pelabuhan Kejawanan Cirebon Tunggu Izin Pemerintah
Pelabuhan Perikanan Nusantara Kejawanan di Kota Cirebon, Jawa Barat, menjadi salah satu tempat uji coba penerapan sistem penangkapan ikan terukur. Sarana dan prasarana pun disiapkan.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·2 menit baca
CIREBON, KOMPAS — Pelabuhan Perikanan Nusantara Kejawanan di Kota Cirebon, Jawa Barat, tengah menyiapkan sarana dan prasarana menjelang penerapan sistem penangkapan ikan terukur berbasis kuota. Fasilitas itu, antara lain, timbangan elektronik hingga tempat pendaratan ikan. Hingga kini, penerapannya masih menunggu izin pemerintah pusat.
PPN Kejawanan merupakan satu dari tiga pelabuhan yang menjadi tempat uji coba sistem penangkapan ikan terukur berbasis kuota. Pelabuhan lainnya adalah PPN Tual di Maluku dan PPN Ternate (Maluku Utara). Sistem ini membatasi jumlah dan daerah penangkapan. Penerimaan negara bukan pajak atau PNBP juga ditarik pascaproduksi, bukan lagi praproduksi.
”Jadi, setelah kapal mendarat dan menimbang produksinya, baru kami bisa menentukan PNBP yang dibayarkan,” ucap Kepala PPN Kejawanan Sarwono, Rabu (31/8/2022). Oleh karena itu, pihaknya tengah menyiapkan sarana pembongkaran ikan. Fasilitas itu mulai dari timbangan elektronik terpadu, troli, hingga selasar agar ikan terhindar dari sinar matahari.
Menurut dia, saat ini, terdapat empat timbangan elektronik dengan kapasitas maksimal 250 kilogram. Pihaknya juga bakal menyiapkan petugas untuk mendata produksi nelayan dan mengecek mutunya. Hasilnya dimasukkan ke aplikasi khusus. ”Kami sudah uji coba alat ini. Kalau satu kapal membongkar tangkapan 10 ton, butuh waktu 4-5 jam,” katanya.
Sarwono mengklaim nelayan tidak akan menunggu lama setiap membongkar tangkapan. Sebab, tidak semua kapal beroperasi setiap hari karena kendala cuaca hingga bahan bakar minyak. Di PPN Kejawanan, terdapat 145 kapal berukuran 30 gros ton ke atas. Setiap bulan, pelabuhan itu melayani pendaratan 500-600 ton perikanan atau 20 ton per hari.
Pihaknya belum bisa memastikan waktu penerapan sistem penangkapan terukur berbasis kuota. Awalnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan merencanakan sistem tersebut berlaku pertengahan Agustus. Namun, hingga akhir bulan ini, sistem itu belum berjalan di PPN Kejawanan. ”Kami menunggu dari pemerintah pusat, termasuk perizinannya,” katanya.
Sekretaris Jenderal Serikat Nelayan Budi Laksana menyoroti infrastruktur pelabuhan yang belum sepenuhnya siap untuk sistem penangkapan terukur. Infrastruktur itu tidak hanya berupa timbangan dan lainnya, tetapi juga data. ”Dari pengalaman kami, pemerintah belum punya data terbaru produksi, seperti rajungan. Kalau tidak ada data, bagaimana menentukan kuota?” katanya.
Budi sepakat, semangat penangkapan ikan terukur untuk keberlanjutan. Namun, ia mendesak pemerintah memastikan payung hukumnya terlebih dahulu. “Enggak usah ngomong kuota penangkapan dulu. Beresin dulu alat tangkap yang tidak ramah lingkungan. Nelayan yang sudah pakai alat tangkap ramah lingkungan malah dibatasi,” ujarnya.