Kematian gajah jantan remaja di ekosistem Bukit Tigapuluh mengulang musibah kematian gajah liar di Jambi. Dua bulan sebelumnya, gajah betina bernama Jeni tewas setelah dipasangi kalung GPS.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·4 menit baca
JAMBI, KOMPAS — Seekor gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) liar ditemukan mati dalam kebun warga di Desa Suo-suo, Kecamatan Sumay, Kabupaten Tebo, Jambi. Masih ditelusuri penyebab kematian gajah jantan itu.
Pelaksana Tugas Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jambi Teguh Sriyanto mengatakan, Rabu (31/8/2022), telah memperoleh laporan dari petugas konservasi satwa di Tebo perihal gajah liar yang mati. ”Tim kami langsung ke sana, kemarin, untuk mengadakan nekropsi,” ujar Teguh. Nekropsi adalah kegiatan bedah bangkai hewan untuk mengetahui penyebab kematian pada satwa.
Teguh juga menyebut masih mengumpulkan data dan petunjuk lain terkait kematian gajah sehingga belum dapat dipastikan kronologi ataupun penyebab kematiannya. Apakah kematiannya terkait konflik dengan manusia atau bukan, ia masih menelusuri. ”Kami masih mengumpulkan data di lapangan.
Kematian gajah jantan tersebut mengulang kematian gajah liar di Jambi. Sebelumnya, gajah betina bernama Jeni yang sebelumnya dipasangi GPS collar atau kalung GPS pada 29 Juni lalu, tewas pada 2 Juli.
Informasi kematian gajah jantan diperoleh petugas Pusat Informasi dan Konservasi Gajah (PIKG) di Tebo dari seorang warga lokal. Dari keterangan yang diperoleh, diketahui lokasi kematian gajah yang diperkirakan masih remaja itu berada di dalam kebun karet milik Lidar, petani setempat.
Lidar sempat melihat gajah tersebut dua hari sebelumnya dalam posisi berdiri dan tidak bergerak. Karena takut, ia langsung pulang ke rumah. Pada Minggu (28/8), Lidar menyuruh anaknya untuk mengambil buah kabau di kebun. Saat berada di kebun itulah anaknya melihat seekor gajah mati. Petugas PIKG yang kemudian dihubungi, langsung mengecek ke lokasi pada keesokan harinya.
Di lokasi, petugas menemukan satu ekor gajah mati yang diperkirakan berjenis kelamin jantan. ”Usianya diperkirakan masih 4 hingga 5 tahun,” ujar Hefa Edison, Kepala PIKG.
Secara kasat mata, tim tidak menemukan adanya bekas luka benda tajam ataupun lebam pada gajah. ”Juga tidak ada bekas luka akibat tembakan,” lanjut Hefa yang turut menemani tim dokter hewan untuk melakukan nekropsi.
Diakuinya wilayah itu merupakan ruang jelajah gajah yang juga dihuni manusia. Warga membuka kebun dan menjalankan budidaya tanaman di jalur itu. Hal itu memungkinkan terjadinya konflik antara satwa dan manusia.
Hasil nekropsi gajah Jeni
Sementara itu, hasil nekropsi gajah betina Jeni yang mati setelah dikalungi GPS di sekitar Hutan Harapan, Jambi, sudah keluar. Teguh menjelaskan, dari hasil pemeriksaan mikroskopis atas sampel jaringan utuh yang diambil melalui biopsi diketahui terjadi perubahan mayoritas terhadap organ utama gajah Jeni. Organ tersebut berupa usus, limpa, paru-paru, hati, dan jantung.
Perubahan seperti entritis atau peradangan usus yang terjadi berpotensi menyebabkan dehidrasi dan malanutrisi. Kondisi dehidrasi yang dialami Jeni saat itu menimbulkan ketidakseimbangan elektrolit sehingga terjadi hypovolemic shock yang membuatnya muntah, diare, dan pendarahan sehingga membawanya pada kematian.
Temuan lainnya, terjadinya penimbunan darah dalam vena akibat aliran darah melambatatau terhenti. Itu dapat merupakan manifestasi gangguan sirkulasi atau infeksi, menyusutnya sel limfoid umumnya mengikuti kondisi stres pada satwa. Akibatnya, sistem pertahanan tubuh hilang dan menyebabkan kematian.
Gajah Jeni sebelumnya dipasangi alat GPS collar atau kalung GPS pada 29 Juni 2022 di ekosistem Hutan Harapan, Jambi. Pemasangan kalung GPS itu bertujuan untuk memantau pergerakan gajah.
Namun, dua hari setelah pemasangan itu, tim mendapati pergerakan gajah tampak statis. ”Gajah itu hanya bergerak sekitar 50 meter dari posisinya terdahulu,” ujar Manajer Perlindungan Hutan Harapan TP Damanik.
Karena curiga mendapati pergerakan yang statis itu, tim dokter BKSDA Jambi berupaya mendatangi kembali gajah tersebut. Saat itu, kondisinya sudah tampak lemah. Tim dokter berupaya memberi obat-obatan kepada gajah itu. Gajah pun mati.
Imbas dari peristiwa kematian Jeni telah dilakukan evaluasi menyeluruh atas tindakan pemasangan GPS collar. Hasil evaluasi bersama BKSDA dan tim dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan disimpulkan bahwa pengalungan GPS pada satwa wajib mengacu pada standar operasional. Saat ini, standar itu tengah disusun.