Kalimantan Barat Terus Berupaya Memerangi ”Stunting”
Kalimantan Barat terus berupaya memerangi ”stunting”. Selain melalui berbagai kebijakan dari pemerintah, upaya tersebut juga memerlukan partisipasi dari berbagai sektor agar target penurunan ”stunting” tercapai.
Oleh
EMANUEL EDI SAPUTRA
·5 menit baca
Stunting atau tengkes merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat malanutrisi kronis. Kondisi ini tidak hanya mengganggu pertumbuhan fisik, yang ditandai dengan tubuh anak tidak dapat mencapai ketinggian layak seperti anak seusianya, tetapi juga mengganggu perkembangan otak.
Berdasarkan data Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021, prevalensi stunting atau tengkes di Kalimantan Barat sebesar 29,8 persen, di atas rata-rata nasional 24,4 persen. Presiden menargetkan secara nasional pada tahun 2024 angka stunting menurun menjadi 14 persen.
Kabupaten di Kalbar dengan prevalensi anak balita stunting tertinggi adalah Kabupaten Kubu Raya, yaitu 40,3 persen anak balita di Kubu Raya berstatus gizi kelompok stunting. Menempati urutan kedua adalah Kabupaten Sintang dengan 38,2 persen dan ketiga adalah Kabupaten Melawi dengan37,2 persen.
Berdasarkan survei yang dilakukan, stunting di Kalbar mengalami penurunan beberapa tahun terakhir. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, prevalensi anak balita stunting 38,6 persen dan berdasarkan Riskesdas 2018 sebesar 33,29 persen. Kemudian dari hasil SSGI tahun 2021, angkanya sebesar 29,8 persen.
”Berdasarkan analisis tren, diharapkan di tahun 2024 stunting di Kalbar di bawah 20 persen. Kalau target yang ditetapkan 17 persen. Oleh sebab itu, perlu kerja kolaborasi dari berbagai sektor untuk mencapai target tersebut,” ujar Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kalbar Hary Agung Tjahyadi, Rabu (31/8/2022).
Hary menuturkan, ada beberapa strategi percepatan penurunan stunting secara nasional ataupun di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Upaya penurunan stunting dilakukan melalui intervensi spesifik dan intervensi sensitif.
Intervensi spesifik dilakukan melalui program-program yang dijabarkan dalam kegiatan-kegiatan pelayanan bidang kesehatan. Sementara intervensi sensitif meliputi berbagai upaya yang dilakukan di luar sektor kesehatan serta dapat dikerjakan berbagai sektor.
”Dalam pelaksanaan dan dampak yang dihasilkan dari kedua intervensi tersebut, para ahli mengatakan, 30 persen pengaruh dari intervensi spesifik dan 70 persennya pengaruh intervensi sensitif dari multisektor,” ujar Hary.
Intervensi spesifik dilaksanakan, misalnya, dengan program 1.000 hari pertama kehidupan. Intervensi tersebut dimulai sejak anak dikandung hingga usia dua tahun. Dalam hal ini ada pula kegiatan sebelum dan sesudah 1.000 hari pertama kehidupan untuk melengkapi program 1.000 hari pertama kehidupan.
Sementara itu, program yang terkait intervensi sensitif misalnya bagaimana rumah tangga mendapatkan akses air minum dan sanitasi layak. Kemudian di tingkat desa/kelurahan, digalakkan program stop buang air besar sembarangan. Keluarga yang berisiko stunting memperoleh pendampingan.
Ketahanan pangan guna memenuhi ketersediaan makanan bergizi yang dapat diakses masyarakat juga memegang peranan penting. Selain itu, upaya pencegahan pernikahan dini, sosialisasi terkait pendidikan pada anak usia sekolah, dan edukasi terkait gizi.
”Penurunan stunting dapat berhasil apabila intervensi spesifik dan sensitif berjalan seiring dan saling mendukung, kemudian semua sektor bergerak,” ujar Hary.
Pekerjaan rumah
Kepala Dinkes Kabupaten Kapuas Hulu Sudarso secara terpisah saat ditemui di Desa Sentabai, Kecamatan Silat Hilir, Sabtu (13/8/2022), menuturkan, berdasarkan hasil pemantauan, status gizi stunting di Kapuas Hulu tahun 2019 sebesar 32 persen dan pada tahun 2021 baru turun menjadi 31 persen.
”Ini merupakan pekerjaan rumah besar. Kami harus melakukan berbagai intervensi pada masyarakat untuk menurunkan stunting di Kapuas Hulu,” katanya.
Program yang sudah diberikan mulai dari pemberian vitamin A, obat cacing, dan makanan tambahan. Daerah masih terus melaksanakan itu hingga target stunting secara nasional 14 persen pada tahun 2024 dan target di Kapuas Hulu sebesar 27 persen pada tahun 2024.
Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinkes Kabupaten Kapuas Hulu Ade menambahkan, untuk mencegah stunting, Dinkes Kapuas Hulu memiliki program bersama Kementerian Agama. Calon pengantin dan wanita usia subur diberikan materi tentang stunting.
”Kami memiliki manajemen terpadu balita sakit. Semua bidan di desa sudah dilatih. Ketika ada balita sakit, berat badan bayi diharapkan tidak turun. Petugas promosi dan gizi di desa juga mendampingi,” kata Ade.
Prevalensi stunting tertinggi di Kabupaten Kapuas Hulu terdapat di Kecamatan Selimbau, sekitar 40 persen. Sementara prevalensi stunting yang paling rendah ada di Kecamatan Silat Hili,r sebesar 18,5 persen.
Kecamatan dengan tingkat stunting tinggi dipicu masalah sanitasi. Kemudian, asupan gizi kurang karena aspek pengetahuan yang kurang. ”Ada wilayah yang memiliki sumber protein dari ikan, tetapi ikan dijua,l kemudian hasilnya malah untuk membeli mi instan,” ungkapnya.
Pihaknya ke depan akan menjalin kerja sama dengan perguruan tinggi untuk meneliti air sungai yang dikonsumsi masyarakat di pinggiran sungai. Sebab, stunting pada masyarakat di tepian sungai tinggi.
”Dikhawatirkan ada pencemaran sungai,” lanjutnya.
Deputy CEO Perkebunan Sinar Mas Agribusiness and Food Wilayah Kalbar Benny Setiawan dalam acara seremonial serah terima program sanitasi serta air bersih, aman, dan sehat di Desa Sentabai, Kecamatan Silat Hilir, Kapuas Hulu, Sabtu (13/8/2022), menuturkan, akses terhadap air dan sanitasi yang layak masih menjadi tantangan masyarakat di Indonesia, termasuk di Kalbar. Masyarakat di banyak desa di Kalbar masih harus menempuh jarak jauh untuk bisa mengakses air bersih guna memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Selain itu, belum ada sanitasi di rumah-rumah penduduk sehingga pencemaran air tinggi. Hal ini berdampak pada kesehatan masyarakat. Sanitasi yang buruk, air yang tidak bersih, dan kurangnya nutrisi secara tidak langsung juga menjadi penyumbang stunting.
Melalui program sanitasi serta air bersih, aman, dan sehat tersebut, pihaknya bersama-sama berupaya mencegah stunting, meminimalkan stunting di Desa Sentabai. Dengan demikian, anak-anak bisa tumbuh sehat dan sejahtera.
Pihaknya telah menyelesaikan pembangunan sistem sanitasi dan air mengalir serta pemasangan penyaringan air minum bagi 80 keluarga di Desa Sentabai. Hal ini memungkinkan masyarakat setempat mengakses air bersih yang mengalir dengan lebih mudah dan cepat serta mendapatkan manfaat dari sistem sanitasi yang lebih baik.
Bersama tim Safe Water Garden sebagai pelaksana, 30 unit sistem sanitasi, 20 unit instalasi air bersih, dan 49 unit penyaringan air minum telah selesai dipasang dan diberikan kepada masyarakat Dusun Sentabai, Dusun Putat, Dusun Tekalong, dan Dusun Jentu di Desa Sentabai, Kapuas Hulu.