Supaya Tetap Beroperasi, Penerbangan ke Wakatobi Disubsidi
Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara dan Pemkab Wakatobi mengalokasikan subsidi agar penerbangan satu-satunya ke Wakatobi tetap beroperasi. Namun, alokasi subsidi direncanakan untuk tiga bulan dahulu.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·4 menit baca
KOMPAS/SAIFUL RIJAL YUNUS
Pesawat ATR milik Wings Air bersiap terbang dari Bandara Haluoleo di Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, menuju Wakatobi, Kamis (7/7/2022). Penerbangan ke Wakatobi telah dihentikan oleh pihak Lion Air sejak Jumat (8/7/2022) dan belum beroperasi hingga akhir Agustus.
KENDARI, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi mengalokasikan subsidi agar penerbangan satu-satunya ke Wakatobi tetap beroperasi. Terhentinya penerbangan berdampak besar pada sejumlah sektor. Namun, alokasi subsidi direncanakan untuk tiga bulan dulu, dan masih menunggu detail penganggaran dan pelaksanaan.
Kepala Dinas Pariwisata Sultra Belli Harli Tombili menjelaskan, pihaknya telah mengajukan usulan subsidi sebesar Rp 2,4 miliar untuk membantu operasionalisasi penerbangan ke Wakatobi, hingga akhir tahun mendatang. Alokasi ini telah disetujui Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) dan direncanakan dibahas dalam anggaran perubahan bulan depan.
”Alokasi subsidi itu berdasarkan hasil rapat terakhir dengan pihak Lion Air. Mereka meminta jaminan subsidi sebesar Rp 6 miliar. Itu dihitung dari harga tiket Rp 1,2 juta per kursi, dengan hitungan pemerintah menanggung 50 kursi jika satu penerbangan kurang dari 50 kursi,” kata Belli di Kendari, Selasa (30/8/2022).
Setelah mendengar usulan tersebut, ia lalu meminta hitungan penumpang pada Mei dan Juni 2022. Berdasarkan jumlah penumpang, rata-rata subsidi yang dibutuhkan sekitar Rp 600 juta untuk sekali terbang.
”Tapi, itu baru hitungan dari Kendari ke Wakatobi dan hanya sekitar tiga bulan. Makanya, kami berharap nilai yang sama dari Pemkab Wakatobi untuk menanggung subsidi perjalanan Wakatobi-Kendari. Untuk tahun depan, akan dievaluasi sembari jalan,” ujarnya.
Perhitungan teknis dan rencana detail lainnya akan dibahas dalam rapat lanjutan. Rapat yang direncanakan digelar di Jakarta itu akan menghadirkan Pemkab Wakatobi, Lion Air, Kementerian Perhubungan, dan DPRD masing-masing daerah.
Rapat lanjutan tersebut diharapkan menghasilkan rekomendasi akhir untuk tiap-tiap pihak. Dengan begitu, akan ada kepastian kapan penerbangan ke Wakatobi bisa kembali beroperasi. Terlebih lagi, saat ini hanya ada satu izin penerbangan ke Wakatobi, yaitu Wings Air dari grup Lion Air.
”Semoga nanti rapatnya sudah jelas teknis dan detailnya. Kalau mengacu pada APBD-P normal, pesawat artinya baru bisa beroperasi pada Oktober mendatang. Kecuali ada opsi lain yang dihasilkan agar pesawat bisa terbang lebih cepat,” katanya.
Sejak Jumat (8/7/2022), satu-satunya penerbangan Wings Air ke Wakatobi dihentikan oleh pihak Lion Air. Danang Mandala Prihantoro, Corporate Communications Strategic Wings Air, dalam rilis yang dikirimkan pada Rabu (6/7/2022) menuturkan, penghentian sementara penerbangan rute Kendari-Wakatobi berlaku mulai Jumat (8/7/2022). Penghentian ini hingga batas waktu yang belum ditentukan.
Menurut Danang, keputusan ini diambil sebagai langkah penataan ulang kinerja pada rute tersebut. Pihak Wings Air akan terus melakukan evaluasi dan berharap dapat kembali membuka layanan yang mendukung aktivitas perekonomian, mobilitas warga, dan barang di Wakatobi.
Dihubungi secara terpisah, Ketua DPRD Wakatobi Hamiruddin mengungkapkan, pihaknya sangat mendukung segala upaya agar penerbangan bisa kembali beroperasi di Wakatobi. DPRD Wakatobi saat ini menunggu usulan daerah untuk menganggarkan subsidi penerbangan seperti yang dibahas sebelumnya.
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Kondisi bawah laut di titik selam zona pariwisata Pantai Yoro yang berbatasan dengan perairan Kaombo di Desa Wali, Binongko, Wakatobi, Sulawesi Tenggara, Rabu (27/9). Perlindungan terumbu karang setempat diberlakukan untuk menjamin ketersediaan sumber protein bagi masyarakat.
Salah satu instrumen untuk menganggarkan subsidi adalah melalui anggaran perubahan. Alokasi senilai Rp 6 miliar yang diusulkan maskapai telah dibahas untuk diusulkan oleh Pemprov Sultra dan Pemkab Wakatobi.
”Kami belum dapat usulannya berapa. Apakah Rp 2,4 miliar seperti yang dibahasakan, atau berapa. Kami masih menunggu, dan sangat berharap ini bisa segera tuntas. Apakah lewat instrumen anggaran perubahan, atau aturan tertentu akan terus diusakan. Catatannya, tidak melanggar aturan,” tuturnya.
Selain itu, Hamiruddin mengatakan, alokasi subsidi juga belum untuk alokasi APBD 2023. Dalam pembahasan ke depan, alokasi subsidi diharapkan bisa dimasukkan atau dibahas lebih lanjut untuk mengantisipasi penghentian operasionalisasi penerbangan seperti yang terjadi saat ini.
Upaya untuk mengaktifkan penerbangan harus dimaksimalkan. Sebab, penutupan penerbangan hampir dua bulan terakhir berdampak sangat luas terhadap masyarakat. Mulai dari pelaku usaha wisata, pemilik penginapan, jasa rental kendaraan, hingga pedagang kecil di pasar atau lokasi wisata.
Sebagian pelaku usaha bahkan telah menutup sementara jasa yang ditawarkan akibat tidak adanya pengunjung. Tidak hanya itu, perjalanan dari Wakatobi pun terkendala karena hanya mengandalkan transportasi laut.
”Kondisinya ini kembali ke 15 tahun lalu saat pesawat belum masuk ke Wakatobi. Padahal, wilayah ini merupakan destinasi wisata prioritas, di mana ribuan masyarakat bergantung di dalamnya,” ucap Harimuddin.
KOMPAS/SAIFUL RIJAL YUNUS
Suasana senja di Tomia, Wakatobi, Sulawesi Tenggara, Jumat (28/2/2020). Warga di Wakatobi berbenah menggalakkan parwisata berbasis kearifan dan kelestarian lingkungan di tengah sejumlah tantangan.
Iin Haryanti (38), pengelola Hotel Briana Beach di Wangi-wangi, Wakatobi, menuturkan, dampak penutupan penerbangan membuatnya terpaksa merumahkan semua karyawan. Sebab, selama Agustus ini, ia baru mendapatkan dua wisatawan yang menginap selama tiga malam.
”Kalau istilahnya, kami pelaku usaha di sini betul-betul tiarap. Bagaimana tidak kalau wisatawan tidak ada sama sekali. Untuk sementara, kami baru buka kembali penginapan kalau memang ada tamu, dan hanya mengelola sendiri, tidak memakai karyawan,” kata Iin saat dihubungi dari Kendari, Senin (29/8/2022).
Kondisi yang terjadi saat ini, ia melanjutkan, jauh lebih berdampak dibandingkan pada saat awal pandemi Covid-19. Saat itu, pengunjung masih ada meski turun drastis. Penerapan protokol kesehatan menjadi kunci satu-satunya agar wisatawan tetap datang.
Akan tetapi, ia menambahkan, saat ini wisatawan tidak datang karena akses penerbangan satu-satunya tidak beroperasi sejak Juli lalu. Di musim angin timur seperti sekarang, pengunjung juga akan berpikir panjang untuk memakai angkutan laut. Jadi, sektor pariwisata di wilayah ini benar-benar terputus dari dunia luar.