Riset Mengenai Terorisme di Aceh Perlu Diperbanyak
Provinsi Aceh dinilai rentan menjadi tempat pengaderan jaringan teroris di Tanah Air. Namun, riset mengenai aktivitas terorisme di Aceh dinilai masih minim. Ke depan, riset mengenai terorisme di Aceh perlu diperbanyak.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Provinsi Aceh dinilai rentan menjadi tempat pengaderan jaringan teroris di Tanah Air. Namun, riset mengenai aktivitas terorisme di Aceh dinilai masih minim. Ke depan, riset mengenai terorisme di Aceh perlu diperbanyak untuk memudahkan upaya penanggulangan.
Hal itu mencuat dalam webinar bertema ”Terorisme di Aceh: Fakta dan Pencegahan”, Selasa (30/8/2022), di Banda Aceh. Seminar tersebut digelar oleh Poesa Institute.
Pengamat teroris yang juga dosen Antropologi Universitas Malikussaleh, Lhokseumawe, Al Chaidar, mengatakan, isu terorisme di Aceh belum menarik perhatian para peneliti di kampus. Selain isunya yang berat, sumber pendanaan untuk penelitian terkait terorisme juga minim.
”Isu terorisme masih kurang perhatian, pendanaan juga sangat sedikit,” ujar Al Chaidar saat menjadi pembicara dalam webinar tersebut.
Al Chaidar termasuk salah seorang dosen di Aceh yang memiliki perhatian terhadap isu terorisme. Sejak lama, dia mengkaji dan mengikuti perkembangan gerakan terorisme di Aceh.
Menurut Al Chaidar, kajian tentang terorisme di Aceh perlu diperbanyak untuk memperkaya referensi dalam menyusun strategi penanggulangan. Dia menyebut, saat ini di Aceh terdapat dua gerakan terorisme, yakni Jamaah Ansharut Daulah dan Jamaah Islamiyah.
Dalam kurun Juli-Agustus 2022, sebanyak 15 terduga teroris jaringan Jamaah Islamiyah dan Jamaah Ansharut Daulah di Aceh ditangkap oleh Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri. Lokasi penangkapan tersebar di Kabupaten Aceh Tamiang, Aceh Utara, Langsa, Bireuen, dan Banda Aceh.
Berkembangnya gerakan terorisme di Aceh tak lepas dari sejumlah faktor. Selain faktor geografis, Aceh juga memiliki sejarah panjang konflik sehingga penyebaran paham radikal berpotensi lebih mudah dilakukan di sana. Apalagi, di Aceh terdapat kelompok etnonasionalis yang berpotensi disusupi oleh teroris.
Kelompok etnonasionalis merupakan bagian dari Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang tidak setuju dengan perdamaian. Kelompok tersebut masih eksis menebar teror yang dianggap sebagai bentuk melawan pemerintah.
Salah satu bentuk teror yang dilakukan kelompok itu adalah penembakan terhadap Komandan Badan Intelijen Strategis TNI di Kabupaten Pidie pada Oktober 2021. Pelaku penembakan merupakan mantan kombatan GAM.
Deni Gunawan, penulis buku Indonesia Tanpa Caci Maki dan pengurus Lembaga Studi Visi Nusantara, mengatakan, transformasi gerakan radikal ke aksi terorisme dimulai dari kekecewaan personal terhadap negara. Kekecewaan tersebut bisa muncul karena negara dinilai tidak berlaku adil.
Isu terorisme di Aceh belum menarik perhatian para peneliti di kampus. Selain isunya yang berat, sumber pendanaan untuk penelitian terkait terorisme juga minim.
Akumulasi kekecewaan itu bisa mendorong seseorang untuk melawan negara. ”Tahap selanjutnya, dia mempersiapkan fisik dan mengidentifikasi, lalu masuk organisasi teroris, dan berakhir dengan aksi teror,” ujar Deni.
Namun, kata Deni, belakangan motif aksi teror bukan hanya karena kemarahan pada pemerintah. Sebab, ada pelaku terorisme yang menjalankan aksinya karena sikap anti terhadap negara-negara Barat.
Sebelumnya, Ketua Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Aceh Mukhlisuddin Ilyas menuturkan, keberadaan jaringan terorisme di Aceh adalah fakta yang harus direspons dengan serius. Upaya pencegahan paham radikal harus diperkuat agar tidak semakin banyak warga Aceh terpapar ideologi tersebut.
Menurut Mukhlisuddin, jaringan teroris akan terus berupaya melahirkan kader-kader baru. Penyebaran paham radikal dimulai dengan menciptakan kelompok-kelompok intoleran, selanjutnya menjadi pelaku teror.
Oleh karena itu, pencegahan harus diperkuat, misalnya dengan pendekatan budaya dan kearifan lokal. Komunitas-komunitas di akar rumput harus didorong untuk menjadi agen kampanye perdamaian dan toleransi.