Belum Tuntas Kasus Percaloan, Dua Polisi di Sulteng Kembali Diduga Lakukan Pelanggaran
Dua anggota Kepolisian Sektor Banggai Laut, Sulawesi Tengah, diduga memukul seorang warga yang sempat ditahan. Kasus tersebut muncul di tengah sorotan terhadap Polda Sulteng atas kasus percaloan seleksi bintara.
Oleh
VIDELIS JEMALI
·3 menit baca
PALU, KOMPAS — Dua anggota Kepolisian Sektor Banggai Laut, Sulawesi Tengah, diduga memukul seorang warga yang sempat ditahan karena keributan dalam sebuah acara pada Sabtu (27/8/2022). Kedua polisi itu saat ini ditahan untuk pemeriksaan kode etik. Kasus tersebut muncul di tengah sorotan terhadap Kepolisian Daerah Sulteng atas kasus percaloan seleksi bintara yang masih berproses.
Kedua anggota Kepolisian Sektor Banggai Laut tersebut adalah Brigadir Kepala MR dan Brigadir Kepala IJ. Keduanya ditahan untuk diperiksa tim Seksi Profesi dan Pengamanan Kepolisian Resor Banggai Kepulauan.
Kepala Bidang Humas Polda Sulteng Komisaris Besar Didik Supranoto menyatakan, kedua polisi itu memukul Sandi, warga yang ditahan sementara di kantor Kepolisian Sektor Banggai Laut. Sandi dipukul karena membuat keributan di sel tahanan.
”Karena melakukan kekerasan, keduanya harus diperiksa. Mereka sedang ditangani tim Profesi dan Pengamanan Polres Banggai Kepulauan,” ujar Didik di Palu, Sulteng, Selasa (30/8/2022).
Kejadian tersebut bermula saat Sandi membuat keributan di sebuah acara pada Sabtu lalu di Banggai Laut. Akibatnya, anggota polisi yang bertugas menahan sementara Sandi di kantor Polsek Banggai Laut.
Namun, kata Didik, Sandi membuat keonaran di sel tahanan. Atas kejadian itu, MR dan IJ menegurnya. Tak hanya menegur, keduanya juga memukul Sandi.
Kedua polisi itu memukul Sandi, warga yang ditahan sementara di kantor Kepolisian Sektor Banggai Laut.
Didik menyebutkan, Sandi sudah kembali ke rumah keluarganya pada Minggu (28/8/2022). Tak ada proses pidana atas kasus keributan yang melibatkan Sandi. Berdasarkan foto yang beredar, Sandi mengalami memar di wajah dan punggung.
Kasus kekerasan terhadap warga di Banggai Laut tersebut menambah kasus polisi bermasalah di Sulteng. Sebelumnya, Bagian Profesi dan Pengamanan Polda Sulteng memeriksa Brigadir Satu D atas dugaan percaloan seleksi calon bintara di Polda Sulteng pada akhir Juni 2022.
D ditangkap pada 28 Juni 2022 dengan barang bukti berupa uang tunai Rp 4,4 miliar di salah satu ruas jalan di Palu Timur, Kota Palu. Uang tersebut diduga berasal dari 18 calon bintara yang akhirnya digugurkan dari seleksi karena terbongkarnya kasus tersebut.
Hingga sekarang, kasus D terus bergulir. Berkas perkaranya sudah lengkap dan tinggal menunggu pendapat atau saran hukum dari Bidang Hukum Polda Sulteng. ”Setelah itu, nanti D disidangkan dengan dugaan pelanggaran kode etik,” ujar Didik.
Didik menyatakan, anggota Polda Sulteng tidak boleh melakukan pelanggaran dalam bentuk apa pun saat menjalankan tugas. Sebab, jika ada polisi yang melakukan pelanggaran, bukan hanya nama pribadi bersangkutan yang tercoreng. Citra kepolisian sebagai institusi juga akan ikut terdampak.
Didik menambahkan, anggota kepolisian yang melanggar kode etik bisa saja dijatuhi pemecatan atau pemberhentian tidak dengan hormat dari kepolisian. Selain itu, ada juga peluang kasus pelanggaran kode etik itu diproses secara pidana.
Peneliti Lembaga Pengembangan Studi Hukum dan Hak Asasi Manusia Sulteng, Moh Arfandy, menyatakan, dua kasus yang melibatkan polisi di Sulteng itu harus menjadi pelajaran bagi Polda Sulteng untuk melakukan pembinaan. Pembinaan rutin terhadap anggota kepolisian perlu digalakkan agar mereka tak melakukan pelanggaran.
Arfandy juga menilai, penegakan kode etik harus dilakukan bersamaan dengan proses pidana agar bisa memberikan efek jera kepada anggota kepolisian yang melanggar. Selama ini, banyak kasus pelanggaran hanya berakhir dengan putusan kode etik dengan sanksi atau vonis yang ringan, misalnya mutasi.
Kondisi itu dinilai tak memberikan efek jera dan tidak memenuhi keadilan masyarakat. Padahal, sejumlah kasus secara gamblang memiliki sisi pelanggaran kode etik dan pidana sekaligus.
”Kombinasi kedua sisi penegakan hukum tersebut bisa memunculkan efek jera dan memenuhi keadilan masyarakat. Ini juga bentuk bersih-bersih di tubuh Polri sebagai penegak hukum dan pelindung masyarakat,” kata Arfandy.