Pemkab Bintan Dorong Konsumsi Sorgum untuk Kemandirian Pangan
Pertanian sorgum mulai dikembangkan di Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau. Tanaman pangan yang adaptif dan mampu tumbuh di lahan marjinal itu diharapkan bisa menopang kebutuhan pangan untuk warga di masa depan.
Oleh
PANDU WIYOGA
·3 menit baca
DINAS KETAHANAN PANGAN DAN PERTANIAN KABUPATEN BINTAN
Lahan pertanian sorgum di Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau, Juni 2022.
BATAM, KOMPAS — Pemerintah Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau, melakukan berbagai macam promosi untuk mengajak warga mengonsumsi sorgum. Tanaman sorgum yang mudah tumbuh di lahan marjinal itu dinilai cocok menopang kebutuhan pangan untuk warga Bintan di masa depan.
Kepala Bidang Tanaman Pangan dan Hortikultura, Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Bintan, Agus Widyasmoko, Senin (22/8/2022), mengatakan, saat ini ada 10 kelompok tani yang menanam sorgum di kabupaten itu. Kelompok-kelompok tani tersebut menggarap lahan dengan luas total sekitar 20 hektar.
”Sebenarnya, sejak dulu tanaman sorgum sudah ada di Bintan. Hanya saja dulu sorgum masih sekadar dipakai untuk pakan hewan ternak,” kata Agus.
Menurut dia, pengembangan pertanian sorgum secara serius baru dilakukan pada 2019. Tanaman sorgum yang dapat tumbuh dengan baik di lahan kering atau marjinal dinilai cocok dengan kondisi sebagian besar wilayah Bintan.
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Tanaman sorgum
Ketahanan pangan di Bintan amat rawan karena sangat bergantung pada beras yang didatangkan dari luar daerah. Pemkab Bintan menyadari ketergantungan pasokan pangan pokok itu harus segera diatasi.
Di Bintan hanya terdapat satu lokasi sawah padi yang luasnya sekitar 25 hektar. Padi sulit tumbuh di Bintan karena tanah di daerah itu kering.
”Berbeda dengan padi, sorgum tidak perlu lahan yang dipersiapkan dengan khusus untuk dapat tumbuh. Bintan memerlukan tanaman pangan yang adaptif seperti itu untuk memenuhi kebutuhan pangan di masa depan,” ujar Agus.
Sorgum merupakan tanaman adaptif karena bisa tumbuh dengan baik di lahan basah ataupun kering. Karena itu, sorgum amat potensial untuk ditanam di daerah dengan curah hujan sedikit, seperti Bintan.
Sebagai sumber pangan, sorgum juga mengandung berbagai macam nutrisi baik. Kandungan protein dan kalsium dalam sorgum bahkan lebih tinggi dari beras.
Beras mengandung protein 6,8 persen dan kalsium 6 persen per 100 gram. Sementara sorgum mengandung protein sampai 11 persen dan kalsium 28 persen per 100 gram. Sorgum juga memiliki nilai indeks glikemik rendah sehingga cocok untuk pasien diabetes.
Menurut Agus, ke depan lahan pertanian sorgum di Bintan akan terus diperluas. Selain cocok dengan kondisi tanah di Bintan, sorgum juga dinilai punya banyak manfaat karena hampir semua bagian tanaman ini bisa diolah menjadi bahan makanan.
Saat ini, hasil panen sorgum mayoritas diolah menjadi tepung oleh kelompok tani setempat secara mandiri. Adapun batang sorgum dipakai sebagai pakan ternak. Belakangan, daun sorgum juga diolah menjadi minuman seperti teh.
”Dari sisi produksi tidak ada masalah karena sudah banyak petani yang menyatakan bersedia menanam sorgum. Tantangannya ada pada daya serap pasar, masyarakat sulit beralih dari beras,” ucapnya.
Untuk mengatasi hal itu, Pemkab Bintan menggencarkan upaya promosi konsumsi sorgum sebagai pengganti beras. Sepanjang bulan ini saja, Pemkab Bintan sudah menyelenggarakan empat kali bazar untuk memasarkan produk-produk berbahan dasar sorgum.
Presiden Joko Widodo, saat meninjau lahan pertanian dan pabrik pengolahan sorgum Laipor di Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur, Kamis (2/6/2022).
Pada 2 Juni lalu, Presiden Joko Widodo, saat meninjau lahan pertanian dan pabrik pengolahan sorgum di Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur, mengatakan, pengembangan sorgum serta sumber pangan lain harus disiapkan dalam rencana besar Indonesia menghadapi ancaman krisis pangan.
”Kita ingin banyak alternatif yang bisa kita kerjakan di negara kita, diversifikasi pangan, supaya bahan pangan tidak hanya tergantung beras,” katanya.
Adapun pegiat Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) sekaligus anggota Komite Pendayagunaan Pertanian (KPP), Khudori, menilai, upaya dan kebijakan pemerintah tidak cukup hanya dengan melipatgandakan luas area tanam serta meningkatkan produktivitas. Namun, pemerintah perlu juga menciptakan pasar dan memastikan tingkat keterserapan sorgum agar harga komoditas ini tidak jatuh sewaktu-waktu (Kompas, 8/8/2022).