Lorong-lorong yang Bersolek di Makassar
Lorong Wisata menjadi program Pemkot Makassar untuk mengubah wajah lorong atau gang permukiman. Di tengah keterbatasan ruang dan kepadatan penduduk, lingkungan nyaman menjadi kebutuhan semua orang.
Apa yang terpikir saat memikirkan gang-gang di permukiman padat? Barangkali, bagi sebagian orang, yang pertama terlintas adalah kumuh, kotor, sesak, bau, dan beragam bayangan senada lainnya. Gang seolah selalu berkonotasi pada hal-hal yang jauh dari positif. Namun, di Makassar, Sulawesi Selatan, bayangan ”kelam” itu sirna, berbalik 180 derajat.
Sejak awal tahun ini, sebagian gang permukiman atau yang disebut lorong di Makassar telah berubah menjadi bersih, indah, dan bersolek. Sebagian lainnya bahkan seolah berlomba meraih predikat ”Instagramable” di media sosial.
Berjalan-jalan menyusuri sebagian lorong di Makassar belakangan ini adalah menyusuri jalan bersih dan berwarna-warni. Tembok-tembok dan pagar di sepanjang sisi kiri dan kanan dipenuhi berbagai gambar. Ada gambar anak-anak bermain, garis-garis abstrak, gambar tempat bersejarah, hingga pemandangan alam.
Ada pula jejeran pot bunga di tepi gang. Sebagian menanam tanaman merambat di bagian atas lorong yang berfungsi serupa kanopi. Sebagian menghias bagian atasnya dengan payung warna-warni yang digantung terbalik, ada pula yang memasang lampion. Pada malam hari, lorong menjelma terang dan meriah dengan lampu kelap-kelip.
Gambaran ini, misalnya, tampak di salah satu lorong, tepatnya Lorong 2 di bilangan Jalan Pelita Raya, Kecamatan Rappocini. Sejak di mulut gang, siapa pun yang masuk akan disambut gambar-gambar menarik di tembok tinggi di sisi kiri dan kanan. Jejeran tanaman juga memberi suasana teduh. Nyaris tak ada sampah yang terlihat. Saat malam, lampu warna-warni dan lampu jalan menerangi gang.
”Anak-anak muda yang berkreasi dengan ide-ide mereka. Kadang kami orangtua juga memberi masukan. Intinya, dipoles sesuai keinginan atau kesepakatan bersama. Tentu dengan begini semua bisa menikmati dan puas. Tak hanya ide, proses pengerjaannya juga melibatkan semua warga,” kata Rosmini, Ketua RW 001 Kelurahan Ballaparang, Kecamatan Rappocini, Kamis (18/8/2022).
Untuk mendandani lorong di lingkungannya ini, Rosmini meminta kerelaan dan kesepakatan warga mengumpulkan uang seadanya. Permintaan ini disambut antusias oleh warga. Berbekal Rp 10.000, Rp 20.000, hingga jumlah lebih besar yang dikumpulkan warga secara sukarela, terkumpul uang Rp 1 juta. Uang ini menjadi modal awal membeli cat.
Harapannya, warga di lorong-lorong sekitar bisa melihat apa yang sudah dilakukan dan syukur-syukur bisa ikut menata lorongnya juga.
Proses mempercantik lorong ini melibatkan seluruh warga, mulai dari mendesain, menggambar, memilih warna, sampai proses pengerjaannya. Bahkan, yang tidak ikut kerja juga datang sekadar meramaikan dan membawa camilan dan teh.
Semua warga bergembira mengikuti proses itu dan akhirnya menikmati hasilnya. ”Saat cat habis dan masih ada gambar yang belum selesai, semua bersemangat mengumpulkan lagi uang seadanya dan akhirnya tuntas,” katanya.
Di sisi kiri mulut gang, terdapat kode batang. Saat kode batang ini dipindai, akan muncul data tentang lorong, warga, dan berbagai hal tentang kependudukan, sosial, kuliner, dan potensi lain. Informasi tentang Bank Sampah Pelita Bangsa yang ada di RW 001 termasuk di dalamnya. Bank sampah ini memang salah satu yang terbaik di Makassar.
Di sebuah lorong lain di tepi kanal di bilangan Jalan Rappocini Raya, gang kumuh juga didandani dengan aneka gambar dan warna. Di permukiman padat di kawasan ini memang terdapat banyak gang sempit. Sebagaimana banyak gang lainnya, rumah padat berderet, jalan yang kotor, hingga jemuran pakaian di pagar rumah menjadi gambaran umum kawasan.
Namun, di salah satu lorong, bayangan kumuh itu sirna. Jalan bersih yang berhiaskan lampion warna-warni membuat gang ini menjadi berbeda dari gang di sekitarnya.
”Harapannya, warga di lorong-lorong sekitar bisa melihat apa yang sudah dilakukan dan syukur-syukur bisa ikut menata lorongnya juga,” kata Mardiah, ketua RW setempat.
Baca juga: Manfaat Lebih dari Bank Sampah di Makassar
Ada banyak lorong lain yang bersolek. Setidaknya, di setiap kelurahan, ada empat hingga tujuh lorong yang dipoles warga, umumnya berukuran lebar 1-2 meter. Kota berpenduduk 1,4 juta jiwa ini terdiri dari 15 kecamatan dan 153 kelurahan.
Wisata
Lorong wisata atau disingkat Longwis belakangan ini menjadi kata yang akrab di telinga warga Kota Makassar. Ini adalah program Pemerintah Kota Makassar untuk mengubah pandangan sekaligus bayangan tentang lorong yang selama ini identik dengan kata kumuh dan kotor. Maka, menjelmalah sebagian lorong menjadi tempat serupa kafe, halaman dan ruang kelas di sekolah taman kanak-kanak, taman bermain, hingga ruang tiga dimensi.
Lorong-lorong wisata ini punya tema dan nama. Ada yang menggunakan nama buah, nama kota-kota di dunia, ada pula yang menggunakan nama berbau religi atau yang identik dengan harapan. Sebagai contoh, Longwis Ceria, Longwis Cherry, Longwis Strawberry, Longwis Attaubah, dan Longwis Silves. Penamaan ini umumnya melibatkan kesepakatan warga.
Wali Kota Makassar M Ramdhan Pomanto mengatakan, saat membuat program ini, dalam bayangan pemkot tak hanya soal bagaimana lorong-lorong menjadi bersih dan indah. Tapi, juga menumbuhkan interaksi sosial antarwarga, gotong royong, kebersamaan, hingga pelibatan dan pemberdayaan warga, terutama perempuan. ”Kami juga berharap program ini membawa dampak lain, misalnya, perputaran ekonomi,” ujarnya.
Baca juga: Cikal Bakal Kota Makassar
Setiap lorong nantinya didorong punya produk unggulan. Ini, misalnya, kuliner tradisional seperti kue-kue dan camilan, produk kerajinan, tanaman hias, hingga pupuk organik dari sampah rumah tangga. Saat ini warga di sebagian lorong sudah jalan dengan produk rumahan. Ada yang sudah jalan bahkan sebelum program Longwis ini dimulai.
”Longwis memang baru kami mulai tahun ini, tapi sebenarnya ini adalah penyempurnaan dari program-program sebelumnya yang juga berbasis lorong. Dulu, misalnya, ada program lorong garden, lorong UMKM,” ucap Ramdhan.
Program itu kemudian ditingkatkan agar punya nilai lebih dengan menjadi lorong wisata. Harapan pemkot adalah lorong tidak sekadar dinikmati warga setempat, tapi bisa menarik bagi orang di luar lorong. ”Jika orang luar datang melihat-lihat, setidaknya mungkin mereka bisa membeli kue-kue, camilan, kerajinan, atau apa pun. Intinya, mereka bisa membelanjakan uang di situ,” kata Ramdhan.
Lorong-lorong ini dikurasi oleh Tim PKK Kota Makassar yang melibatkan sejumlah organisasi dan orang-orang yang kompeten. Tak hanya itu, warga juga diberi pembinaan dan sosialisasi tentang kesehatan, pendidikan, hingga keterampilan. Bank sampah juga menjadi program ikutan dari setiap lorong wisata. Di Indonesia, Makassar adalah salah satu kota yang cukup berhasil dalam program reduksi sampah melalui bank sampah.
Semakin berkembang kota, lingkungan yang nyaman akan terus menjadi kebutuhan.
Sosiolog Universitas Hasanuddin, Makassar, Rahmat Muhammad, mengatakan, program seperti ini patut diapresiasi. Di tengah suasana kota yang kian padat dan lahan yang kian terbatas, menciptakan suasana aman, nyaman, dan bersih adalah kebutuhan.
”Suasana kota yang sumpek bikin sesak dan akhirnya orang-orang bisa stres. Saat stres, rentan terjadi persoalan sosial hingga kriminal. Antartetangga bisa ribut, antarkeluarga juga,” ujarnya.
Menurut Rahmat, menciptakan suasana yang nyaman, bersih, dan aman bisa menjadi salah satu solusi masalah sosial di perkotaan. ”Lingkungan tempat tinggal yang nyaman bisa menciptakan interaksi sosial antarwarga, bisa lebih ramah pada warga, dan terutama anak-anak,” katanya.
Rahmat menambahkan, di tengah sumpeknya perkotaan dan beban hidup, orang kadang lupa bahwa kenyamanan bisa jadi ada di sekitar. Namun, itu perlu diciptakan dan dijaga. Lorong yang selalu dikonotasikan dengan segala sesuatu yang negatif bukan tak mungkin menjadi positif.
”Intinya, model-model penataan seperti ini memang sebaiknya melibatkan partisipasi masyarakat. Dengan begitu, akan terjalin interaksi yang baik sejak awal. Mereka akan menikmati dan pasti akan menjaga,” ucapnya.
Satu hal yang tak kalah penting, lanjutnya, adalah menjadikan Longwis tak sekadar program semata dan berakhir tak berkesinambungan. Menjaga dan memelihara apa yang sudah dibangun jauh lebih penting. Semakin berkembang kota, lingkungan yang nyaman akan terus menjadi kebutuhan.
Baca juga: Rumah Panggung yang Menyejukkan Makassar