Program Lorong Wisata yang dimulai awal tahun ini di Makassar bukan sekadar menghadirkan lingkungan yang nyaman dan aman. Lorong juga diharapkan menjadi titik awal pemulihan pascapandemi.
Oleh
RENY SRI AYU ARMAN
·5 menit baca
Program Lorong Wisata atau Longwis di Makassar, Sulawesi Selatan, bukan sekadar mempercantik lorong agar bersih dan indah. Lebih dari itu, lorong atau gang sempit ini menjadi rumah, ruang bermain, hingga ruang tamu bagi warganya. Lorong juga adalah tempat memulai pemulihan pascapandemi.
Sabtu (12/8/2022) sore itu, sekelompok anak berusia balita hampir bersamaan keluar dari rumah. Wajah mereka ceria. Hujan baru saja reda, tapi mereka seolah tak sabar untuk bermain. Rumah anak-anak ini berada di sebuah gang berukuran lebar sekitar satu meter di Lorong 9 Jalan Rappocini, Kelurahan Buakana, Kecamatan Rappocini.
Jalan semen di gang ini dicat berwarna-warni seperti pelangi: merah, hijau, kuning, dan biru dengan motif polkadot. Tembok pagar maupun rumah di sepanjang sisi kiri dan kanan lorong dihiasi gambar berbagi bentuk. Kebanyakan gambar anak-anak bermain dan belajar. Sebagian bermotif garis-garis dengan warna beragam pula. Lorong ini tak ubahnya ruang kelas di sekolah taman kanak-kanak umumnya.
Lorong ini juga sangat bersih. Tanaman dalam pot di sisi kiri maupun kanan jalan membuat suasana terasa teduh. Tak heran, anak-anak di gang ini betah bermain di jalan. Setiap kali ada kendaraan yang lewat, mereka menepi. Umumnya, rumah di gang ini tak memiliki halaman luas. Sebagian teras warga yang sempit langsung berbatasan dengan jalan.
”Setiap hari begitu. Anak-anak jadi betah bermain di lorong. Daripada di dalam rumah yang sempit dan sumpek, halaman tidak ada, memang lebih bagus mereka bermain di gang. Lagi pula, tak ada pengendara yang melaju kencang di gang sempit seperti ini. Setiap masuk lorong, kendaraan pasti pelan. Jadi, kami merasa anak-anak lebih aman bermain. Apalagi, lorongnya bersih,” kata Aisyah (45), warga setempat.
Sore itu Aisyah memantau anak-anak bermain sembari duduk di depan rumahnya. Bersama seorang kerabatnya yang datang sore itu, mereka ngobrol santai di sisi gang. Sepasang kursi kecil berwarna biru menjadi tempat mereka berbincang. Lorong itu tak ubahnya ruang tamu.
Saat malam tiba, giliran ibu-ibu lain yang keluar dan bercengkerama di gang. Sembari mencicipi singkong goreng dan menyeruput teh, mereka berinteraksi. Sesekali mereka juga berkelakar sehingga terdengar gelak tawa.
Singkong goreng yang mereka santap adalah dagangan seorang warga. Teras kecil rumahnya diubah jadi warung setengah terbuka. Hanya ada kompor dan penggorengan di teras itu serta termos dan gelas untuk teh. Ada pula rak kecil tempat menyimpan gorengan. Pembeli duduk santai di lorong. Sebagian membeli untuk dibawa pulang.
Di lorong lain yang lebarnya sekitar 2 meter di Kelurahan Mappala, Kecamatan Rappocini, jalan paving blok diberi gambar untuk permainan jingkat-jingkat. Permainan ini kerap dikenal dengan nama engklek atau disebut dende di Makassar.
Ada dua bentuk gambar dende berwarna biru di tengah jalan, tak jauh dari mulut gang. Tembok tinggi di sisi kiri-kanan gang dipenuhi gambar warna-warni dan juga beragam tanaman dalam pot. Jejeran pot dicat senada dengan warna tembok.
”Daripada anak-anak main gawai terus atau sekadar menonton, lebih bagus mereka bermain seperti ini. Lebih sehat karena mereka bergerak. Sekaligus kami memperkenalkan permainan tradisional. Kami dan pemuda-pemuda di sini memang sengaja memilih tema permainan tradisional untuk menghias lorong supaya tidak sekadar gambar, tapi bisa dimanfaatkan,” kata Razak (50), warga RT 005 RW 007, Kelurahan Mappala.
Ini adalah model kebangkitan dari sel kota dan sel ekonomi.
Saat anak-anak bermain, orangtua mereka juga bersantai di tepi gang. Sebagian tampak masih menyelesaikan gambar yang belum selesai dicat. Suasana sore di gang itu penuh keceriaan.
Di lorong-lorong lain, suasananya tak jauh berbeda. Anak-anak bermain ceria dan orangtua yang berbincang akrab penuh kehangatan. Lorong jadi serupa teras atau ruang tamu bagi orang dewasa dan menjadi taman bermain bagi anak-anak.
Seiring program Longwis yang dicanangkan Pemerintah Kota Makassar sejak awal tahun ini, lorong-lorong di Makassar dibenahi. Tahun ini targetnya sekitar 1.000 lorong yang dipoles dari total lebih dari 5.000 lorong di ibu kota Sulsel ini. Pembenahan akan terus dilakukan secara bertahap hingga seluruh lorong tersentuh.
Wali Kota Makassar M Ramdhan Pomanto mengatakan, program Longwis ini dijadikan model kebangkitan pascapandemi. Saat ini, geliat warga kian dinamis setelah kasus Covid-19 kian menurun, terlebih dengan capaian vaksinasi, termasuk vaksin penguat, yang sudah tinggi.
”Intinya adalah warga mulai bergeliat dan kami turut menggerakkan partisipasi mereka. Ini adalah model kebangkitan dari sel kota dan sel ekonomi. Kalau selnya sehat dan imunitasnya kuat, jika ada badai yang datang lagi, mereka bisa lebih bertahan. Mereka sudah belajar bekerja sama, berinteraksi, bergotong royong. Inti dari lorong wisata ini bagaimana masyarakat bangkit. Kami tinggal mendampingi dan memberi dukungan,” katanya.
Tak sekadar menata lorong, pemberdayaan ekonomi akan diupayakan jalan beriringan. Sejumlah potensi ekonomi akan dikembangkan. Dalam hal ini, pemerintah menyiapkan inkubator. ”UMKM diinkubasi dan pemerintah jadi offtaker (pembeli). Kenapa saya percaya diri dengan offtaker, karena sudah dipraktikkan di bank sampah,” ujar Ramdhan.
Di Makassar, setelah tujuh tahun berjalan, pemerintah menjadi offtaker bank sampah dengan membeli semua produk bank sampah melalui bank sampah pusat, lalu dijual lagi. ”Artinya, potensi lain juga punya peluang dikembangkan dan pemerintah siap menjadi penjamin,” tambah Ramdhan.
Dia mencontohkan, potensi tanaman hidroponik yang bisa dikembangkan di lorong. Bahkan, tidak menutup kemungkinan pengembangan udang hingga lobster air tawar.
”Medianya bisa menggunakan terpal. Tak butuh tempat yang lebar, tapi dalam. Kami sudah meminta pakar di Unhas (Universitas Hasanuddin) untuk merancangnya,” katanya.
Sosiolog Universitas Hasanuddin, Rahmat Muhammad, mengatakan, idealnya, pengembangan lorong wisata ini memang tak berhenti pada sekadar menata. Pengembangan potensi ekonomi akan menjadi nilai lebih, apalagi jika dilakukan secara berkesinambungan.
”Dimulai dari lorong bersih, nyaman, lalu menggali potensi warga dan juga potensi ekonomi,” ucapnya.
Jika bisa dilakukan dengan serius dan dijaga keberlanjutannya, Rahmat melanjutkan, ini akan jadi solusi bagi sebagian masalah perkotaan. ”Jadi, jangan berhenti pada sekadar program penataan secara fisik, tapi juga pembinaan, pendampingan untuk perputaran ekonomi,” katanya.
Rahmat menambahkan, jika warga bisa mendapat manfaat lebih, tentu sebagian persoalan perkotaan, termasuk yang lazim ada di lorong-lorong, bisa terjawab. ”Intinya, warga tak perlu jauh mencari kenyamanan karena ada di sekitarnya. Apalagi, jika di situ juga mereka mendapatkan manfaat ekonomi,” ujarnya.