Apresiasi seni budaya perlu dikenalkan dan ditumbuhkan sedari usia dini. Pemerintah didorong berperan dalam mengenalkan kekayaan seni budaya, di antaranya melalui kunjungan ke museum.
Oleh
COKORDA YUDISTIRA M PUTRA
·3 menit baca
GIANYAR, KOMPAS — Pengenalan dan penumbuhan kecintaan terhadap seni budaya harus didorong sejak usia dini. Diperlukan intervensi pemerintah dalam mengenalkan kekayaan seni budaya, di antaranya melalui kunjungan ke museum.
Demikian mengemuka dalam acara bincang dan diskusi seni bertema ”Reputasi dan Apresiasi Pita Maha” yang diselenggarakan dalam rangkaian pameran seni rupa bertajuk Tirtha Agra Rupa di Museum Seni Agung Rai (Arma) Ubud, Gianyar, Bali, Minggu (21/8/2022).
Adapun pameran seni rupa Tirtha Agra Rupa yang menampilkan lukisan dan patung dari 41 seniman digelar di Arma Ubud sejak Rabu (17/8/2022).
Acara bincang dan diskusi seni ini menghadirkan pendiri Arma Ubud, Anak Agung Gde Rai, dan seniman I Ketut Sadia sebagai narasumber.
Turut hadir dan mengikuti acara ini, di antaranya, Rektor Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar I Wayan Kun Adnyana, kritikus seni dan budayawan Jean Couteau, dan Ketua Yayasan Puri Kauhan Ubud Anak Agung Gde Ngurah Ari Dwipayana.
Agung Rai mengungkapkan, museum di Bali menjadi jembatan sejarah dan peradaban yang menghubungkan tradisi, masa kini, dan masa modern. Museum menyimpan warisan kekayaan seni budaya yang penting diketahui dan dikenali keberadaannya oleh generasi penerus kebudayaan.
”Penting diketahui bahwa museum dibangun bukan hanya untuk kepentingan pariwisata agar didatangi wisatawan,” ujar Agung Rai.
Acara bincang dan diskusi seni digelar dalam rangkaian pameran seni rupa bertajuk Tirtha Agra Rupa. Pameran yang diselenggarakan Yayasan Puri Kauhan Ubud dan Arma Ubud dengan didukung Pupuk Kaltim ini menampilkan lukisan dan patung karya 41 seniman.
Penting diketahui bahwa museum dibangun bukan hanya untuk kepentingan pariwisata agar didatangi wisatawan.
Dalam katalog pameran disebutkan, pameran Tirtha Agra Rupa yang dikurasi I Wayan Kun Adnyana dan Ketut Muka menghadirkan karya lukisan dan patung yang merepresentasikan estetika personal-komunal warisan Pita Maha dan potensi seni rupa di sepanjang aliran Tukad (Sungai) Wos. Pameran dijadwalkan berlangsung sampai Sabtu (27/8/2022).
Penikmat seni
Lebih lanjut Agung Rai menambahkan, diperlukan upaya dan langkah bersama untuk membiasakan masyarakat lokal, termasuk generasi muda, berkunjung ke museum dan mengenal koleksi beserta lingkungan museum.
Dengan demikian, bisa bertumbuh apresiasi dan penghargaan terhadap warisan seni budaya dan muncul penikmat-penikmat seni.
Menurut Agung Rai, pengenalan seni budaya melalui kunjungan ke museum itu perlu didukung dan didorong pemerintah.
Kritikus seni dan budayawan Jean Couteau menyebutkan, penumbuhan apresiasi seni budaya juga perlu dukungan referensi yang memadai. Jean mengusulkan agar buku tentang karya seni dan seniman serta kritik seni juga dicetak dalam bahasa Indonesia, selain berbahasa asing.
Adapun Ari Dwipayana mengatakan, karya seni tidak hanya menampilkan keberadaan senimannya. Namun, lebih dari itu, karya seni mencerminkan dan menyuarakan alam, lingkungan, dan kehidupan masyarakat.
Senada dengan Agung Rai, Ari Dwipayana mengungkapkan, edukasi seni budaya sejak usia muda menjadi sebentuk upaya menumbuhkan apresiasi seni budaya.
Sementara itu, Kun Adnyana menyatakan, seni juga menjadi pewarta sejarah. Para seniman menjadi pencatat sejarah yang terjadi dalam kehidupan manusia dan memunculkannya melalui karya-karya seniman tersebut.
Seniman I Ketut Sadia mengatakan, seniman asal Desa Batuan, Sukawati, Gianyar, I Nyoman Ngendon, membuat karya lukisan yang menangkap suasana perjuangan Indonesia pada masa perang kemerdekaan era 1930-an, bahkan terlibat dalam perjuangan itu.