Kemanusiaan yang Adil dan Beradab Cerminkan Kearifan Lokal dalam Prinsip Universal
Nilai kearifan lokal, tradisi, dan adat istiadat di Indonesia bertalian dengan prinsip kemanusiaan universal. ICRC bersama PMI mengeksplorasi nilai-nilai adat Nusantara dalam konteks pelindungan martabat manusia.
Oleh
COKORDA YUDISTIRA M PUTRA
·4 menit baca
BADUNG, KOMPAS — Sila Kedua dalam Pancasila, yaitu Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, merefleksikan nilai-nilai tradisi dan kearifan adat istiadat Indonesia, yang juga mencerminkan prinsip kemanusiaan yang universal. Kemajemukan adat istiadat Indonesia dapat menjadi kekuatan dan modal sosial berharga dalam memunculkan dan menggerakkan kepalangmerahan.
Komite Internasional Palang Merah (ICRC) mempromosikan 10 prinsip kemanusiaan (principles of humanity) sebagai aturan dasar dalam hukum humaniter internasional, yakni penghormatan atas integritas fisik dan psikologis, penjaminan atas martabat seksual, perawatan dan perlindungan terhadap anak-anak dan orang yang sakit dan terluka.
Selain itu, penyediaan fasilitas dan penjagaan perawatan kesehatan, dan penyediaan fasilitas bantuan kemanusiaan bagi yang membutuhkan.
Prinsip kemanusiaan lainnya adalah terjaminnya fasilitas dan akses pendidikan, penghormatan atas fasilitas pendidikan, penghormatan atas properti individu dan milik bersama, termasuk tempat ibadah. Termasuk perlakuan secara manusiawi dan bermartabat terhadap orang-orang yang kehilangan kebebasan, dan penanganan secara bermartabat terhadap jasad manusia.
Seminar dan grup diskusi terfokus (FGD) bertemakan ”Nilai Kemanusiaan: Promosi dan Pelindungan Martabat Manusia dalam Adat Bali”, diselenggarakan Komite Internasional Palang Merah (ICRC) bersama Palang Merah Indonesia (PMI) dan Fakultas Hukum Universitas Udayana di Rektorat Universitas Udayana, Jimbaran, Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Bali, Jumat (19/8/2022).
Deputi V Bidang Politik, Hukum, Keamanan, Pertahanan, dan Hak Asasi Manusia Kantor Staf Presiden (KSP) Jaleswari Pramodhawardani mengatakan, masyarakat adat Indonesia, yang multietnis, menunjukkan kesamaan dalam prinsip dan nilai kemanusiaan, yakni gotong royong.
Memberikan pidato kunci dalam seminar, Jaleswari mengungkapkan, gotong royong menjadi warisan adat istiadat yang ditemukan di Indonesia.
Gotong royong menekankan kebersamaan dengan partisipasi aktif. Kegotongroyongan di Indonesia tampil dengan jelas saat bangsa Indonesia menghadapi dan menangani krisis akibat pandemi Covid-19.
Menurut Jaleswari, gotong royong dan nilai-nilai adat istiadat lokal Indonesia lainnya tecermin pada sila kedua Pancasila.
”Modal sosial masyarakat Indonesia adalah gotong royong. Ini bukan sekadar bersama-sama mengerjakan sesuatu, tetapi juga bersama-sama membantu,” kata Jaleswari yang ditemui di sela-sela seminar dan FGD di Rektorat Universitas Udayana, Jimbaran, Badung, Jumat (19/8).
Jalewari menambahkan, kegotongroyongan Indonesia ditampilkan mulai dari tingkat masyarakat hingga level pemerintah ketika Indonesia menangani pandemi Covid-19.
Dalam pemaparannya saat seminar, Jaleswari mengungkapkan, Presiden Joko Widodo menyadari keberadaan Indonesia sebagai negara multietnis dan beragam suku bangsa.
Hal itu tecermin dari pernyataan Presiden Joko Widodo dalam Pidato Kenegaraan pada 16 Agustus 2018, yang menyebutkan, kearifan lokal menjadi sumber energi yang tidak pernah habis, menjadi sumber inspirasi bagi seluruh anak bangsa, dan menjadi sumber kreativitas untuk memenangi dan mengharumkan nama bangsa dan negara dalam pentas persaingan global.
Pembahasan
Adapun penyelenggara seminar dan diskusi grup terfokus tersebut juga menghadirkan Sekretaris Jenderal PMI Sudirman Said dan Kepala Delegasi Regional ICRC untuk Indonesia dan Timor Leste Alexandre Faite serta Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Hilmar Farid sebagai pembicara.
Seminar dan FGD dibuka Wakil Rektor Universitas Udayana Bidang Perencanaan, Kerja Sama, dan Informasi I Putu Gede Adiatmika.
Dirjen Kebudayaan Hilmar Farid memberikan pemaparannya secara di dalam jaringan (daring) melalui telekonferensi, sedangkan Sudirman Said dan Alexandre Faite hadir langsung di Rektorat Universitas Udayana, Jimbaran, Badung.
Seminar dan FGD diikuti kalangan mahasiswa Universitas Udayana dan perwakilan institusi pemerintah, PMI, Kodam IX/Udayana, dan Polda Bali.
Dalam pemaparannya, Sudirman menyebutkan, nilai tradisi dan adat istiadat, yang tumbuh dan hidup di masyarakat Indonesia juga mengandung nilai kemanusiaan secara universal. Keterkaitan dan hubungan tersebut, menurut Sudirman, perlu dieksplorasi dan ditampilkan lebih meluas.
Modal sosial masyarakat Indonesia adalah gotong royong.
Seminar ini membahas nilai kemanusiaan universal dan bagaimana mempromosikan nilai-nilai kemanusiaan dalam kehidupan dan bagaimana adat memberikan perlindungan terhadap martabat manusia. ”Gerakan kepalangmerahan ini menerapkan prinsip universal kemanusiaan,” katanya.
Alexandre Faite mengatakan, ICRC bersama PMI bekerja sama dalam menyosialisasikan prinsip kemanusiaan universal dalam hukum humaniter internasional kepada segenap lapisan masyarakat.
Menurut Alexandre, Ketua Umum PMI Jusuf Kalla memberikan gambaran dalam upaya mencari pertautan dan koneksi antara kemanusiaan secara universal dan adat, budaya, dan kearifan lokal.
”Ini akan menjadi program panjang dan tidak mudah. Namun, ini akan menjadi keuntungan karena menemukan benang merah dari adat yang beragam dan unik dengan konsep kemanusiaan yang universal,” ujar Alexandre.
Mempromosikan dan melindungi martabat manusia, menurut Alexandre, menjadi hal universal dan menjadi inti dari norma internasional. ICRC dan PMI bersama-sama berbagi pengetahuan mengenai hukum humaniter internasional, termasuk ke berbagai kalangan.
”Karena kami bukan pakar dalam adat istiadat dan kearifan lokal, karena itu kami bersama pihak universitas di Bali sebelumnya sudah di Ambon untuk meminta masukan dari para ahli dalam mengungkapkan kearifan lokal, nilai-nilai lokal, dan adat yang bisa diangkat ke tingkat nasional dan internasional,” ujarnya.