Percaloan Briptu D Diduga Libatkan Orang Lain, Momentum Polri Bersih-bersih
Kasus percaloan dalam seleksi calon bintara di Polda Sulteng pada pertengahan 2022 bisa menjadi gerbang masuk untuk bersih-bersih di Polda Sulteng dan Polri pada umumnya.
Oleh
VIDELIS JEMALI
·3 menit baca
PALU, KOMPAS — Brigadir Satu D yang ditangkap terkait percaloan seleksi calon bintara pada 2022 di Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah diduga tidak bermain sendiri. Momentum ini harus dijadikan sebagai pintu masuk untuk bersih-bersih di Polda Sulteng dan Polri pada umumnya.
Demikian intisari tanggapan Koordinator Rakyat Anti-Korupsi (Krak) Sulteng Abdul Salam dan Kepala Ombudsman Perwakilan Sulteng Sofyan F Lembah di Palu, Sulteng, Kamis (18/8/2022). Mereka diminta pendapat terkait kasus percaloan yang dilakukan Brigadir Satu (Briptu) D dalam seleksi calon bintara pada pertengahan 2022 ini.
D ditangkap Tim Profesi dan Pengamanan Polda Sulteng pada 28 Juni 2022 dengan barang bukti uang tunai Rp 4,4 miliar yang diduga berasal dari 18 calon bintara. Mereka telah digugurkan dari seleksi setelah terbongkarnya kasus tersebut.
Abdul menyatakan agak sulit dipercaya D bermain sendiri. Dengan pangkatnya yang rendah (brigadir satu), hal itu mustahil untuk meyakinkan orangtua calon bintara. Jumlah uang yang diterima juga cukup banyak. Selain itu, proses seleksi cukup panjang dan tentu melibatkan banyak orang. ”Ini logika publik bahwa D tak bermain sendiri. Siapa pun yang diduga terlibat harus diperiksa dan diusut tuntas,” ujar Abdul.
Abdul menyebutkan, kasus tersebut mempertaruhkan kepercayaan dan citra Polda Sulteng pada khususnya dan Polri umumnya. Untuk Polda Sulteng, ini taruhan besar karena kasus serupa pernah terjadi pada 2021 yang pelakunya sudah divonis 1,5 tahun penjara.
Sementara untuk Polri, kasus tersebut bisa menambah beban citra negatif di pusaran kasus pembunuhan Brigadir J dengan tersangka bekas Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri Inspektur Jenderal Ferdy Sambo.
Sofyan juga berkeyakinan D tak main sendiri dalam percaloan tersebut. Anggota Polri yang lainnya diduga terlibat mengingat saat kasus terbongkar, D bertugas di Bagian Kedokteran dan Kesehatan, bagian yang juga mengurus salah satu tahap penting seleksi, yakni pemeriksaan kesehatan.
”Kepala Polda Sulteng harus periksa semua orang yang terlibat dalam kepanitian. Ini untuk buat kasusnya terang benderang. Ini momentum untuk bersih-bersih di Polda Sulteng dan Polri pada umumnya,” katanya.
Ini momentum untuk bersih-bersih di Polda Sulteng dan Polri pada umumnya. (Sofyan F Lembah)
Menurut Sofyan, untuk mengusut kasus percaloan tersebut hingga tuntas, Polda Sulteng bisa melibatkan pihak eksternal. Langkah itu diambil sebagai bentuk transparansi pengungkapan kasus. Ada kepercayaan publik yang jadi taruhan dalam kasus percaloan tersebut di tengah disorotnya publik dengan kasus pembunuhan di Polri.
Briptu D saat ini ditahan di sel Polda Sulteng untuk menjalani pemeriksaan atau penyelidikan kode etik terkait percaloan.
Abdul dan Sofyan berpandangan proses pidana harus tetap berjalan. Barang bukti Rp 4,4 miliar sudah menjadi indikasi kuatnya adanya pidana (suap). Bahkan, proses pidana saat ini harus diutamakan daripada penyelidikan atau pemeriksaan kode etik.
Bagi peneliti Lembaga Pengembangan Studi Hukum dan HAM Sulteng, Moh Arfandy, kasus percaloan D bisa menjadi titik tolak untuk menelusuri seleksi calon bintara atau taruna pada tahun-tahun sebelumnya. Langkah radikal itu diambil untuk membersihkan Polri sebagai penegak hukum di masyarakat.
”Kalau memang ditemukan, para pelakunya diberi sanksi, seperti penundaan kenaikan pangkat. Dan, hal itu harus disampaikan secara transparan kepada masyarakat untuk menjaga kepercayaan dalam penegakan hukum,” katanya.
Terkait perkembangan pemeriksaan atas D, Kepala Bidang Humas Polda Sulteng Komisaris Besar Didik Supranoto menyatakan, D dan sejumlah saksi masih diperiksa tim Profesi dan Pengamanan. Perkembangan lebih lanjut akan disampaikan.