Tanaman Hias, Magnet Baru Komoditas Ekspor Lampung
Tanaman hias hadir memberi warna baru bagi perekonomian petani di Lampung. Aglaonema kini menjadi komoditas ekspor baru yang diharapkan meningkatkan kesejahteraan petani Lampung.
Tiga tahun terakhir, tanaman hias hadir memberi warna baru bagi perekomian petani di Lampung. Ekspor tanaman hias yang sukses dilakukan oleh Kelompok Tani Adipuro Sri Rejeki di Kelurahan Adipuro, Kecamatan Trimurjo, Kabupaten Lampung Tengah, mendobrak anggapan bahwa Lampung hanya mampu mengekspor kopi atau lada.
Aziz Hermawan (43) sibuk menyiapkan aglaonema yang akan diekspor ke Turki, Minggu (14/8/2022). Kedua tangannya cekatan membungkus setiap helai daun dan batang aglaonema dengan tisu. Bagian akar tanaman itu lalu dibungkus menggunakan spons khusus dan plastik agar tetap lembab.
Bersama belasan petani lainnya, Aziz harus memastikan 10.500 batang aglaonema yang akan diekspor perdana ke Turki bebas dari organisme pengganggu tumbuhan. Untuk itu, mereka harus teliti sejak awal proses penanaman hingga persiapan ekspor.
Untuk membantu petani, Balai Karantina Pertanian Kelas I Bandar Lampung mendirikan tempat karantina tumbuhan khusus di Kelurahan Adipuro. Di sana, petani juga didampingi melakukan proses pemeriksaan tanaman, mulai dari cara membersihkan dan membungkus tanaman hias yang akan diekspor. Dengan melakukan proses karantina di tingkat desa/kelurahan, waktu untuk menyiapkan ekspor bisa lebih cepat.
”Kami harus bisa menyiapkan tanaman yang akan diekspor dalam waktu seminggu. Walaupun lelah, tapi kami bangga aglaonema yang kami tanam akhirnya bisa diekspor,” kata Aziz disela-sela kesibukannya membersihkan aglaonema.
Aziz sudah menggeluti usaha tanaman hias sejak 2019. Pada awal masa pandemi Covid-19, masyarakat Lampung dilanda ”demam” tanaman hias. Ia pun memanfaatkan momentum itu untuk coba-coba menanam berbagai jenis tanaman hias yang sedang tren, tak terkecuali aglaonema.
Ternyata, hasil usaha tanaman hias tak main-main. Aglaonema koleksi Aziz pernah laku terjual dengan harga cukup tinggi, mencapai Rp 700.000 untuk satu batang. Saat ini, ia bisa mengantongi uang Rp 3 juta-Rp 4 juta setiap bulan dari hasil berjualan tanaman hias.
Padahal, ia mengaku usaha tanaman hias hanya sebagai pekerjaan sampingan yang diurus disela-sela kesibukannya bekerja sebagai buruh rongsok. Aziz menyisihkan waktu setiap pagi sebelum pergi bekerja dan sore setelah pulang kerja untuk merawat tanaman hias.
”Usaha tanaman hias ini pekerjaan sampingan, tapi hasilnya menjanjikan melebihi hasil dari pekerjaan utama saya sebagai buruh rongsok,” ucapnya.
Tanaman hias yang kini mulai merambah pasar ekspor semakin menguatkan niat Aziz untuk memperluas area tanam. Saat ini, ia baru memanfaatkan halaman rumah untuk budidaya. Di lahan sekitar 40 meter persegi, ia bisa menghasilkan 300-400 tanaman setiap bulan.
”Saya ingin punya lahan tambahan sehingga bisa membudiyakan tanaman hias sampai ribuan batang,” katanya.
Aziz hanyalah satu dari puluhan rumah tangga petani aglaonema di kelurahan itu yang menikmati hasil dari budidaya tanaman hias. Peluang ekspor tanaman hias yang sangat besar juga menjadi daya tarik bagi para perantau asal Adipuro untuk kembali ke kampung halamannya.
Salah satunya adalah Eko Widiantoro (41). Perantau yang sudah 16 tahun terakhir bekerja di sebuah pabrik sepatu di Tangerang ini memutuskam pulang di kampung halamannya sejak Mei 2022. Sejak dua bulan lalu, dia memulai usaha budidaya aglaonema dengan modal awal Rp 3 juta. Modal itu ia pakai untuk membeli media tanam, bibit, dan menyiapkan area budidaya.
”Saya baru bisa panen 3-4 bulan lagi. Saat ini, masih dalam proses pemotongan batang untuk memperbanyak bibit aglaonema,” kata Eko.
Selain budidaya aglaonema, Eko juga bekerja sebagai petani padi di desa. Ia mengaku tak menyesal meninggalkan tanah rantau karena ingin kembali menetap di desa. ”Saya lihat banyak warga di sini yang bisa hidup layak dari hasil budidaya tanaman hias ini. Dari situ, saya tertarik menggeluti usaha ini,” ucapnya.
Ketua Kelompok Tani Aglaonema Adipuro Sri Sejeki Margiono menuturkan, ada 90 rumah tangga di Kelurahan Adipuro yang mengembangkan budidaya tanaman hias. Para petani inilah yang memasok aglaonema untuk diekspor perdana ke Turki.
Namun, jumlah aglaonema yang terkumpul ternyata belum mencukupi kuota ekspor. Akhirnya, kelompok tani bekerja sama dengan petani lain di Kabupaten Lampung Timur agar memasok tanaman aglaonema sehingga kuota ekspor tercukupi.
Baca juga: Ekspor Tanaman Hias Kediri Melejit Saat Pandemi
Margiono menuturkan, terbukanya pasar ekspor tanaman hias ini mampu memberikan kepastian penjualan bagi petani. Jika hanya mengandalkan pasar lokal, jumlah tanaman hias yang terjual setiap bulan hanya belasan atau puluhan batang. Ke depan, petani diharapkan bisa menjual ratusan hingga ribuan batang setiap bulan.
Pada ekspor perdana kali ini, ada tiga jenis aglaonema yang dikirim, yakni jenis donakarmen, snow white, dan siam aurora. Ketiga jenis tanaman itu dipilih dari sekitar 20 jenis aglaonema yang ditawarkan kelompok tani sebagai komoditas ekspor. Keunikan dan ciri khas setiap aglaonema menjadi penentu tanaman mana yang laku diekspor.
Ia mencontohkan, aglaonema siam aurora mempunyai ciri khas daun berwarna kehijauan dan kemerahan. Batang tanaman yang berwarna kemerahan dinilai unik jika dibandingkan dengan aglaonema lain yang cenderung berwarna putih. Hal inilah yang membuat aglaonema siam aurora laku ke pasar ekspor.
Subkoordinator Karantina Tumbuhan Balai Karantina Pertanian Kelas I Bandar Lampung Irsan Nuhantoro menuturkan, nilai ekspor 10.500 batang tanaman aglaonema itu ditaksir mencapai Rp 50 juta. Harga per batang tanaman itu saat ini memang masih tergolong murah, yakni Rp 5.000 per batang. Namun, kuota ekspor aglaonema yang cukup besar bisa meningkatkan keuntungan petani.
Menurut Irsan, potensi ekspor tanaman hias juga masih terbuka lebar. Selain ke Turki, tanaman hias dapat diekspor ke sejumlah negara lain, seperti Amerika Serikat, Vietnam, Singapura, Malaysia, Mesir, Belanda, dan Inggris.
Berdasarkan data yang dihimpun Balai Karantina Pertanian Kelas I Bandar Lampung, pada 2020, Lampung tercatat hanya dua kali melakukan ekspor bibit tanaman hias jenis aglaonema ke Amerika Serikat. Sementara pada 2021, frekuensi ekspor tanaman hias dari Lampung meningkat hingga 159 kali dengan jumlah batang tanaman yang diekspor sebanyak 2.044 batang dan nilai ekspor mencapai Rp 300 juta. Sementara hingga Semester I 2022, Lampung tercatat melakukan ekspor sebanyak 65 kali dengan nilai ekspor mencapai Rp 200 juta.
Untuk mempercepat proses ekspor, Balai Karantina Pertanian Kelas I Bandar Lampung membangun fasilitas tempat karatina tumbuhan di Kelurahan Adipuro. Selain itu, petani juga didampingi untuk bisa merawat dan menyiapkan tanaman untuk ekspor dengan baik.
Potensi terbuka lebar
Sebelum dikirim ke luar negeri, aglaonema harus melewati pemeriksaan ketat untuk memastikan tidak ada organisme pengganggu tanaman yang terbawa. Hal ini penting untuk menghindari risiko penolakan di negara tujuan ekspor. Tindakan karantina yang dilakukan di tingkat desa itu dapat memangkas waktu hingga tiga pekan untuk persiapan ekspor.
Divisi Ekspor dari Asosiasi Tanaman Hias Indonesia Bonar Martua Sitorus mengungkapkan, peluang Indonesia untuk merebut pasar ekspor tanaman hias dunia masih terbuka lebar. Apalagi tanaman hias bisa dibudidayakan sepanjang musim di Indonesia.
Saat ini, Indonesia baru menguasai sekitar 0,1 persen industri perdagangan tanaman hias dunia. Sebagian besar perdagangan tanaman hias masih dikuasai negara-negara di Eropa, antara lain Belanda, Italia, dan Jerman.
Untuk itu, ia mendorong generasi muda di Lampung melirik usaha ekspor tanaman hias. Selain peluang yang terbuka lebar, eksistensi ekspor juga menjadi suatu kebanggaan sebagai bangsa Indonesia.
Anggota Komisi IV DPR Hanan A Rozak yang hadir dalam kegiatan tersebut menyampaikan, ekspor perdana tanaman hias itu membuktikan ekspor tidak hanya bisa dilakukan oleh perusahaan besar, tetapi juga kelompok tani. Kegiatan ekspor ini diharapkan bisa meningkatkan nilai tambah dan penghasilan petani di wilayah tersebut.
Ia juga mengapresiasi semangat para petani muda Lampung yang ingin menjadi eksportir tanaman hias. Ia mendorong petani di Lampung terus mengembangkan sentra-sentra budidaya tanaman hias yang menghasilkan produk kualitas ekspor.
Baca juga: Lampung Berpeluang Gaet Pasar Ekspor Tanaman Hias
Ekspor tanaman hias ini menandakan petani Lampung tidak hanya bisa mengekspor komoditas perkebunan seperti kopi dan lada. Akan tetapi, petani di desa bisa didorong untuk menciptakan komoditas ekspor baru, seperti tanaman hias. Dengan memperbanyak ekspor produk pertanian, petani ikut berkontribusi menghasilkan devisa dari desa.