Dua Warga Bulgaria Pelaku ”Skimming” Bank di Sulut Masih Buron
Dua warga negara Bulgaria yang terlibat dalam pencurian miliaran rupiah dari rekening nasabah BSG dengan metode ”skimming” masih buron. Satu diduga masih di Indonesia, yang lain sudah ke luar negeri.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
MANADO, KOMPAS — Dua warga negara Bulgaria yang terlibat dalam pencurian miliaran rupiah dari rekening nasabah Bank Sulut Gorontalo (BSG, dulu Sulutgo) dengan metode skimming masih buron. Kepolisian menyatakan satu pelaku masih berada di Indonesia, sedangkan seorang lainnya telah melarikan diri.
Dihubungi dari Manado, Sulawesi Utara, Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda Sulut Komisaris Besar Nasriadi menyatakan, seorang pelaku, MTM alias Miltcho, diduga masih berada di Indonesia. Polda Sulut telah meminta Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM untuk mencegahnya ke luar negeri.
Adapun tersangka kedua, yaitu SAA alias Samir, telah kabur ke Bulgaria. ”Sejak awal penangkapan empat temannya (pertengahan Juli), dia sudah kabur. Kami cek di Imigrasi, dia sudah keluar dari Indonesia, kembali ke negaranya,” kata Nasriadi, Jumat (12/8/2022).
Seiring perkembangan ini, dia menyatakan, Samir tak akan dilepaskan begitu saja. Dia tetap masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) kepolisian sehingga dapat ditangkap jika terdeteksi menginjakkan kaki lagi di Tanah Air.
Samir dan Miltcho tergabung dalam komplotan yang empat anggotanya telah ditangkap dan diekspos oleh kepolisian, 25 Juli lalu. Mereka terdiri dari dua warga negara Bulgaria, yakni MIS (28) alias Martin dan VAK (36) atau Valentin, serta dua warga Indonesia, CW (23) alias Charlie dan ALS (31) alias Ari.
Komplotan ini beraksi pada Januari serta 30 Juni di 26 titik ATM BSG yang tersebar di Manado. Mereka mencuri Rp 5,4 miliar setelah menyalin dan menduplikasi data dari ratusan kartu ATM nasabah dengan alat pembaca data atau skimmer. Mesin itu dapat mengambil data dari pita magnetik di belakang kartu.
Dari aksi akhir Juni lalu, sebanyak Rp 450,9 juta mereka ambil dalam bentuk tunai. Adapun Rp 3,3 miliar ditransfer ke akun virtual Indodax, sebuah platform perusahaan jual beli aset kripto.
Namun, diduga jumlah uang yang mereka ambil lebih banyak dari itu. Di antara barang-barang bukti yang disita kepolisian, terdapat buku tabungan bank daerah lain, seperti Kalimantan Selatan, Jawa Tengah, dan Kalimantan Barat.
Hal ini mulai terungkap setelah kepolisian menangkap S alias Sudarmoko di Denpasar, Bali, Senin (8/8/2022). Sudarmoko, yang juga menjadi tersangka kasus narkoba di Badan Narkotika Nasional (BNN) Bali itu, diduga menerima dan melaksanakan perintah dari Samir untuk membuka akun Indodax serta platform jual beli aset kripto lainnya.
Sudarmoko melakukannya dengan meminjam KTP beberapa warga di Kendal, Jawa Tengah. ”Dia membuat akun di tiga aplikasi, termasuk Indodax. Satu KTP bisa (digunakan untuk) tiga akun di tiga aplikasi. Akun-akun itulah yang jadi tempat mengirim uang yang didapat dari skimming,” kata Nasriadi.
Diperkirakan, komplotan itu beraksi pula di daerah lain.
Sudarmoko mendapatkan Rp 1,5 juta dari setiap akun. Dari hasil pemeriksaan awal, terungkap ia berhasil membuat 33 akun sehingga mendapat upah Rp 49,5 juta. Kemudian, ia memberikan Rp 500.000 untuk masing-masing pemilik KTP.
Kini, kata Nasriadi, kepolisian masih mendalami kasus tersebut. Diperkirakan, komplotan itu beraksi pula di daerah lain. ”Bank Kalsel sudah koordinasi dengan kami juga. Mereka ada kerugian juga. Ini jadi indikasi mereka juga beraksi di sana,” ujarnya.
Komplotan ini memang menarget bank-bank daerah untuk melaksanakan skimming. Menurut Nasriadi, hal itu karena kebanyakan nasabahnya belum menggunakan kartu ATM dengan teknologi cip sehingga data yang tersimpan dalam pita magnetik dapat diambil dengan mudah menggunakan alat skimmer.
Untuk mencegahnya, kepolisian menyarankan BSG untuk menetapkan tenggat bagi para nasabahnya untuk mengganti kartu ATM dengan yang memiliki cip. Terkait imbauan ini, Direktur Kepatuhan BSG Pius Batara menyatakan telah mengumumkan imbauan, tetapi belum semua mengikutinya.
Terkait dugaan banyaknya nasabah bank daerah masih menggunakan kartu tanpa cip, ketua Asosiasi Bank Pembangunan Daerah (Asbanda) Supriyatno, yang adalah direktur utama Bank Jateng, tidak menjawab permintaan Kompas untuk berkomentar.
Namun, menurut data Bank Indonesia (BI) per Februari 2022, terdapat 232,11 juta unit kartu ATM dan debit di Indonesia. BI telah mewajibkan semua bank untuk memastikan semua nasabahnya menggunakan kartu ATM bercip sejak 2022, tetapi belum ada data riil terkait capaian itu.
Dihubungi secara terpisah, peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda berpendapat, nasabah bank pembangunan daerah, bank badan usaha milik negara, ataupun bank swasta lainnya memiliki risiko yang sama untuk menjadi korban skimming atau pencurian data lainnya. Sebab, tidak ada undang-undang yang melindungi mereka.
Hingga kini, Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi belum disahkan. ”Akibatnya ada loophole hukum. Saat terjadi skimming atau bentuk scam (penipuan) lainnya, bank bisa bertindak seolah itu salah nasabah. Padahal, seharusnya bank bertanggung jawab melindungi data nasabahnya,” katanya.
Ketiadaan UU menyebabkan sektor perbankan tidak memiliki insentif untuk memastikan semua kartu ATM yang diedarkannya telah memiliki cip. Namun, kata Nailul, bank bisa saja menetapkan tenggat penggantian kartu ATM sebagaimana disarankan Polda Sulut kepada BSG. ”Tetapi, harus dipastikan bank punya stok kartu penggantinya. Kalau tidak, ya, sama saja,” ujarnya.