Sengkarut Pekerja Migran NTB dan Kerusakan Sistem di Hulu
Maraknya praktik percaloan paspor di Lombok, Nusa Tenggara Barat, memperlihatkan sistem di hulu yang rusak. Jika tidak diselesaikan, persoalan di hilir pada pekerja migran nonprosedural akan terus terjadi.
Oleh
ISMAIL ZAKARIA
·5 menit baca
Ombudsman RI Perwakilan Provinsi NTB menemukan praktik calo paspor di Unit Layanan Paspor Lombok Timur. Seperti banjir bandang yang terus berulang akibat gundulnya hutan, temuan itu memperlihatkan sengkarut pekerja migran ilegal di NTB, yang sulit diselesaikan karena sistem di hulu telah rusak.
Jumisah (30), warga Dusun Mengiluk, Desa Batujai, Kecamatan Praya Barat, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, tiba-tiba menangis histeris. Jumat (17/6/2022) pagi itu, ia mendengar kabar jika kapal pengangkut warga asal Lombok, termasuk suaminya Muhammad Rahim, mengalami kecelakaan di perairan Batam, Kepulauan Riau.
Di antara 23 korban yang selamat, tidak ada nama Muhammad Rahim. ”Terakhir, kami berkomunikasi Kamis malam sekitar pukul 19.00 Wita. Ia berkabar akan berangkat dan meminta doa. Lalu tidak aktif lagi dan malah dapat informasi kecelakaan,” tutur Jumisah.
Sebulan berlalu, pada minggu ketiga Juli 2022, para korban selamat dipulangkan. Sayang, Muhammad Rahim dinyatakan hilang dan tidak ditemukan dalam operasi SAR. Mimpinya untuk memperbaiki hidup keluarga tenggelam bersama jasadnya di Selat Malaka.
Muhammad Rahim bukan pekerja migran Indonesia baru. Keberangkatan yang merenggut nyawanya itu merupakan yang ketiga kalinya. Jumisah mengatakan, suaminya pertama berangkat secara prosedural. Sementara yang kedua dan ketiga secara nonprosedural atau ilegal.
Rahim bermasalah di Malaysia. Sehingga masuk daftar hitam dan tidak bisa masuk secara resmi lagi. Satu dari beberapa status yang disandang pekerja asal Indonesia di Malaysia. Selain itu, ada yang berangkat resmi dan bekerja resmi, ada yang berangkat tidak resmi dan menjadi resmi di sana, dan ada yang berangkat tidak resmi dan bekerja tidak resmi di Malaysia.
Seperti Rahim, mereka yang bermasalah akhirnya memilih jalur ilegal. Gayung bersambut karena calo dengan mudah masuk ke kampung-kampung. Mengiming-imingi calon pekerja migran dengan perjalanan yang aman, nyaman, dan gaji tinggi.
”Tekong yang datang kesini menjamin keberangkatan suami saya aman. Tidak akan angkut banyak orang. Hanya belasan orang dalam satu kapal. Akan tetapi, ternyata sampai 30 orang lebih,” kata Jumisah sambil terisak.
Kecelakaan kapal yang ditumpangi Rahim hanya berselang tujuh bulan dari kecelakaan serupa pada Desember 2021 lalu. Kecelakaan kapal di Perairan Johor Malaysia itu menewaskan 14 warga Lombok yang juga berangkat ke Malaysia secara ilegal.
Terus berulangnya kejadian itu, menurut Koordinator Pusat Bantuan Hukum Buruh Migran NTB Muhammad Saleh, memperlihatkan pihak terkait tidak pernah belajar dari kejadian sebelumnya. Bahkan, akan terus terjadi lagi jika tidak ada komitmen bersama dari semua pihak terkait.
Komitmen bersama untuk mencegah PMI nonprosedural di NTB bisa jadi sulit diwujudkan. Apalagi dengan temuan mengejutkan Ombudsman RI Perwakilan NTB dalam investigasi mereka sepanjang Juni-Juli 2022 di Unit Layanan Paspor (ULP) Lombok Timur.
Dalam investigasi itu ditemukan praktik percaloan paspor di ULP Lombok Timur. Menurut Kepala Keasistenan Pemeriksa Laporan dan Koordinator Investigator Ombudsman RI Perwakilan NTB Arya Wiguna, meski harganya tinggi, Rp 2,5 juta, dari harga resmi yang ditetapkan pemerintah, yakni Rp 350.000 (paspor biasa 48 halaman), banyak yang menggunakannya.
Menurut Arya, praktik itu menjadi celah yang kemudian dimanfaatkan oleh pihak-pihak terkait. Salah satunya untuk pengiriman PMI nonprosedural.
Terkait hal itu, Kepala Seksi Teknologi Informasi dan Komunikasi Keimigrasian Kantor Imigrasi Kelas I Tempat Pelayanan Imigrasi Mataram I Made Surya Artha menegaskan, proses pembuatan paspor di Kantor Imigrasi Kelas I TPI Mataram dan ULP Lombok Timur sesuai prosedur.
Pemohon harus melalui proses wawancara, sidik jari, dan foto wajah. Mereka juga wajib datang langsung dan tidak bisa diwakilkan. Sementara proses pembayaran setoran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari paspor juga tidak dibayar di kantor imigrasi. Melainkan melalui bank, kantor pos, dan Indomaret.
Made Surya mengatakan, Kantor Imigrasi Kelas I TPI Mataram menata dan memperbaiki diri. Mereka terbuka untuk saran dan kritik untuk meningkatkan kualitas layanan.
Rusak
Kepala Ombudsman RI Provinsi NTB Adhar Hakim mengatakan, mereka pernah menemukan praktik pungutan liar serupa pada 2017 lalu dan sempat membaik. Ia sangat menyayangkan hal itu saat ini kembali terjadi.
Menurut Adhar, persoalan-persoalan yang muncul terkait PMI nonprosedural seperti kecelakaan kapal hingga pemulangan jenazah, adalah persoalan hilir. Sementara hulunya di sistem yang dibangun pemerintah apakah itu sistem administrasi penduduk atau sistem administasi di Imigrasi.
”Sistem di hilir adalah produk dari hulu. Asumsi kami, kalau sistem hulu diperbaiki, maka persoalan di hilir bisa diminamalkan,” kata Adhar.
Sepanjang 2021, Unit Pelaksana Teknis Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Provinsi NTB mencatat, pada 2020, dari 16.123 pemulangan, sebanyak 4.379 orang merupakan pekerja migran nonprosedural.
Pada 2021, dari 26.996 pemulangan, pekerja migran nonprosedural mencapai 11.974 orang. Pada tahun tersebut, juga tercatat 101 pekerja migran yang meninggal di luar negeri. Dari seluruh PMI yang meninggal, 93 orang adalah pekerja migran nonprosedural.
Menurut Adhar, ULP seharusnya dibuat untuk mempermudah sistem yang dibangun pemerintah. Terutama mendekatkan layanan ke masyarakat.
”Tetapi, belakangan, ULP itu tidak berfungsi apa-apa karena praktik-praktik itu (calo paspor). Fungsinya diambil alih oleh sistem di luar mekanisme sistem negara (calo dan pihak internal yang diduga terlibat),” kata Adhar.
Adhar menambahkan, jika negara melalui imigrasi misalnya, tidak benar dalam memberikan layanan maka orang akan frustrasi dan mencari jalan instan. Gambaran kuat itu yang mereka dapatkan saat investigasi. Jika itu terus terjadi, maka sulit untuk menjamin orang mau menggunakan sistem yang dibangun pemerintah.
Saat ini, pemerintah tengah menghentikan sementara pengiriman PMI ke Malaysia. Upaya itu sekaligus memperbaiki sistem yang ada. ”Saya khawatir keduanya tidak akan tercapai karena sistem rusak. Siapa yang bisa menjamin pengiriman PMI nonprosedural terhenti kalau calo bisa menembus sistem paling dalam dari sistem kerja imigrasi,” kata Adhar.
Adhar juga berharap ada komitmen bersama untuk menyelesaikan persoalan ini. Perlu ada supervisi dan audit proses keimigrasian. Jika tidak kunjung dilakukan, maka bisa jadi memang ada pihak tertentu yang tidak ingin sistem ini baik karena merupakan ladang bisnis yang besar.
Sudah banyak kasus tekrait PMI nonprosedural asal NTB. Tetapi, kejadian itu tidak kunjung berakhir, malah berulang. Seperti banjir bandang yang membawa gelondongan dari hutan yang rusak, masalah di hulu dalam penanganan PMI harus tuntas agar tidak ada lagi Muhammad Rahim berikutnya.