Dugaan Pemaksaan Jilbab, Kepsek dan Tiga Guru Dinyatakan Langgar Disiplin Pegawai
Dinas Dikpora DIY menyatakan ada pelanggaran disiplin pegawai terkait dugaan pemaksaan pemakaian jilbab di SMA Negeri 1 Banguntapan, Bantul. Mereka yang dinyatakan melanggar itu adalah kepala sekolah dan tiga guru.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·5 menit baca
KOMPAS/HARIS FIRDAUS
Seorang jurnalis mengambil gambar karangan bunga yang diletakkan di halaman SMA Negeri 1 Banguntapan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Senin (8/8/2022). Beberapa karangan bunga itu dikirimkan setelah viralnya kasus dugaan pemaksaan pemakaian jilbab yang dilakukan guru kepada seorang siswi di SMAN 1 Banguntapan.
YOGYAKARTA, KOMPAS — Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Daerah Istimewa Yogyakarta menyatakan ada pelanggaran disiplin pegawai terkait dugaan pemaksaan pemakaian jilbab di SMA Negeri 1 Banguntapan, Kabupaten Bantul. Mereka yang dinyatakan melanggar disiplin pegawai itu adalah kepala sekolah dan tiga guru SMAN 1 Banguntapan.
”Saat ini, Dinas Dikpora DIY sudah memperoleh data dan fakta serta telah ditemukan pelanggaran disiplin pegawai,” kata Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Dikpora) DIY Didik Wardaya dalam konferensi pers, Rabu (10/8/2022), di Yogyakarta.
Sebelumnya diberitakan, seorang siswi di SMAN 1 Banguntapan diduga dipaksa memakai jilbab oleh gurunya. Pada Juli lalu, siswi kelas sepuluh itu dipanggil oleh beberapa guru lalu ditanyai kenapa tidak memakai jilbab. Siswi tersebut juga sempat dipakaikan jilbab oleh gurunya. Setelah peristiwa itu, sang siswi disebut merasa tertekan dan mengurung diri di kamar selama beberapa hari.
Kasus itu kemudian dilaporkan ke sejumlah pihak, termasuk ke Dinas Dikpora DIY dan Ombudsman DIY. Pada 4 Agustus lalu, Dinas Dikpora DIY memutuskan untuk membebastugaskan atau menonaktifkan sementara kepala sekolah dan tiga guru SMAN 1 Banguntapan. Hal itu dilakukan agar mereka bisa fokus dan konsentrasi menjalani proses pemeriksaan dan klarifikasi yang dilakukan oleh berbagai pihak.
Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Daerah Istimewa Yogyakarta Didik Wardaya (tengah) memberi keterangan terkait kasus dugaan pemaksaan pemakaian jilbab di SMAN 1 Banguntapan, Kabupaten Bantul, dalam konferensi pers, Rabu (10/8/2022), di kantor Dinas Dikpora DIY, Kota Yogyakarta. Terkait kasus tersebut, Dinas Dikpora DIY menyatakan ada pelanggaran disiplin pegawai yang dilakukan kepala sekolah dan tiga guru SMAN 1 Banguntapan.
Didik memaparkan, ada empat orang yang dinyatakan melanggar disiplin pegawai terkait kasus dugaan pemaksaan pemakaian jilbab tersebut. Mereka adalah Kepala SMAN 1 Banguntapan, dua guru Bimbingan Konseling (BK), dan satu wali kelas dari siswi yang diduga dipaksa memakai jilbab.
Selain soal dugaan pemaksaan pemakaian jilbab terhadap seorang siswi, Didik mengatakan, pelanggaran itu juga berkait dengan penjualan seragam yang dilakukan oleh SMAN 1 Banguntapan. Padahal, berdasarkan regulasi yang berlaku, sekolah sebenarnya tidak boleh menjual seragam.
Selain itu, seragam yang dijual oleh SMAN 1 Banguntapan ternyata menyertakan jilbab sebagai bagian dari paket seragam. Oleh karena itu, siswi yang beragama Islam tidak diberi pilihan model seragam lainnya.
”Pelanggaran disiplin itu salah satunya kan ada ketentuan sekolah tidak boleh menjual seragam, tetapi di situ ada penjualan seragam. Dan di dalam seragam tersebut ada paket jilbab sehingga mendorong semua siswi disarankan untuk mengenakan jilbab. Jadi, pelanggarannya tidak memberi ruang pilihan untuk menggunakan jilbab atau tidak,” kata Didik.
Saat ini, Dinas Dikpora DIY sudah memperoleh data dan fakta serta telah ditemukan pelanggaran disiplin pegawai.
KOMPAS/HARIS FIRDAUS
Suasana SMA Negeri 1 Banguntapan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Senin (8/8/2022). Selama beberapa hari terakhir, sekolah tersebut menjadi bahan perbincangan karena adanya dugaan pemaksaan pemakaian jilbab yang dilakukan guru kepada seorang siswi.
Hukuman disiplin
Akan tetapi, Didik enggan menjelaskan apakah pelanggaran yang dilakukan empat orang itu tergolong pelanggaran ringan, sedang, atau berat. Dia menyebut, setelah adanya temuan pelanggaran itu, seluruh data dan fakta terkait kasus tersebut akan dikirimkan ke Badan Kepegawaian Daerah (BKD) DIY.
Menurut Didik, penilaian apakah pelanggaran yang dilakukan itu tergolong ringan, sedang, atau berat, diserahkan kepada BKD DIY. Selain itu, BKD DIY juga yang akan menentukan sanksi atau hukuman disiplin terhadap keempat orang tersebut. ”Hari ini akan dikirim ke BKD DIY untuk memohon rekomendasi hukuman disiplin yang akan diberikan kepada pegawai tersebut,” katanya.
Didik menambahkan, setelah data dan fakta terkait kasus tersebut diterima, Satuan Tugas (Satgas) Pembinaan Disiplin Aparatur Sipil Negara BKD DIY akan mempelajari masalah tersebut. Satgas ini pula yang akan memutuskan bentuk hukuman disiplin kepada kepala sekolah dan tiga guru yang dinyatakan melanggar disiplin pegawai itu.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, ada tiga tingkat hukuman disiplin, yakni ringan, sedang, dan berat. Hukuman disiplin ringan terdiri dari teguran lisan, teguran tertulis, dan pernyataan tidak puas secara tertulis.
Sejumlah karangan bunga diletakkan di halaman SMA Negeri 1 Banguntapan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Senin (8/8/2022).
Hukuman disiplin sedang berupa pemotongan tunjangan kinerja sebesar 25 persen dengan jangka waktu 6 bulan hingga 12 bulan. Adapun hukuman disiplin berat terdiri dari penurunan jabatan setingkat lebih rendah selama 12 bulan, pembebasan dari jabatannya menjadi jabatan pelaksana selama 12 bulan, dan pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai pegawai negeri sipil (PNS).
Saling memaafkan
Didik memaparkan, pada Rabu ini, sudah terjadi pertemuan antara pihak sekolah dan orangtua siswi yang diduga dipaksa memakai jilbab. Pertemuan itu disaksikan sejumlah pihak, termasuk perwakilan Dinas Dikpora DIY serta Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Pengendalian Penduduk DIY.
Dalam pertemuan itu, kata Didik, kedua pihak sudah sepakat untuk saling memaafkan terkait masalah yang terjadi. ”Mereka saling bertemu dan bermaafan terkait dengan permasalahan yang terjadi,” ujarnya. Meski kedua pihak disebut sudah saling memaafkan, pelanggaran disiplin yang dilakukan kepala sekolah dan tiga guru SMAN 1 Banguntapan tetap diproses.
Didik menambahkan, setelah kejadian ini, siswi tersebut tetap diberi kesempatan untuk bersekolah di SMAN 1 Banguntapan. Namun, berdasarkan permintaan dari orangtua dan saran dari psikolog, siswi tersebut kemungkinan akan pindah ke sekolah lain. Dinas Dikpora DIY pun siap memfasilitasi pemindahan siswi tersebut ke sekolah lain.
KOMPAS/HARIS FIRDAUS
Kepala SMAN 1 Banguntapan nonaktif Agung Istianto (tengah) bersalaman dengan Daniel, ayah dari siswi SMAN 1 Banguntapan yang diduga dipaksa memakai jilbab, Rabu (10/8/2022), di kantor Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Daerah Istimewa Yogyakarta. Dalam kesempatan itu, kedua pihak saling memaafkan dengan disaksikan Kepala Dinas Dikpora DIY Didik Wardaya (kanan).
”Pada prinsipnya, kami tetap memberikan kesempatan untuk bersekolah di tempat itu. Tapi atas permintaan orangtua dan saran dari psikolog, menghendaki sekolah lain. Kami nanti akan mencarikan sekolah lain,” ujar Didik.
Kepala SMAN 1 Banguntapan nonaktif,Agung Istianto menyerahkan proses pelanggaran disiplin pegawai itu kepada Dinas Dikpora DIY. Agung menyebut, ke depan, para murid dan guru SMAN 1 Banguntapan berharap bisa kembali menjalani kegiatan belajar mengajar dengan tenang.
”Yang pasti, sekolah kami ingin tenang lagi belajar. Anaknya tenang belajar, bapak ibu gurunya tenang belajar,” ujar Agung.
Sebelumnya, Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X mengatakan, jika benar ada guru SMAN 1 Banguntapan memaksa siswinya untuk memakai jilbab, hal itu merupakan pelanggaran terhadap Permendikbud Nomor 45 Tahun 2014 tentang Pakaian Seragam Sekolah bagi Peserta Didik Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah.
KOMPAS/HARIS FIRDAUS
Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sultan Hamengku Buwono X didampingi Wakil Gubernur DIY Paku Alam X memberikan keterangan kepada wartawan seusai mengikuti Rapat Paripurna DPRD DIY, Selasa (9/2/2022), di Gedung DPRD DIY, Kota Yogyakarta.
Dalam Permendikbud itu disebutkan, pakaian seragam khas muslimah adalah pakaian seragam yang dikenakan oleh peserta didik muslimah karena keyakinan pribadinya. Oleh karena itu, tidak boleh ada pemaksaan untuk mengenakan pakaian seragam dengan model baju muslimah, termasuk jilbab, di sekolah negeri.
Sultan menyebut, apabila ada guru yang terbukti melakukan pelanggaran, mereka harus mendapat sanksi sesuai aturan yang berlaku. ”Kalau memang ada unsur pemaksaan, itu bertentangan dengan bunyi peraturan menteri. Karena guru-guru dan kepala sekolah itu adalah pegawai negeri sipil,” ujar Raja Keraton Yogyakarta itu.