Belum Terdampak Kenaikan Harga Mi Instan, Warmindo Surabaya Optimistis Bertahan
Potensi kenaikan harga mi instan sebagai dampak perang Ukraina-Rusia, produsen gandum dunia, belum disadari oleh kalangan warga dan pengelola kedai makanan tersebut di Surabaya, Jawa Timur.
Oleh
AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO
·4 menit baca
Informasi terkini dari Menteri Pertanian Syahul Yasin Limpo yang memperingatkan potensi kenaikan signifikan harga eceran mi instan sebagai dampak perang Ukraina-Rusia, produsen gandum dunia, belum dirasakan berdampak bagi sebagian masyarakat.
Di Warung Makan Indomie (Warmindo) Giras Bersatu Kopi Cangkir 99, Surabaya, Jawa Timur, Rabu (10/8/2022), misalnya, masih ramai dikunjungi oleh konsumen. Pengunjung yang datang antara lain pengemudi ojek online, sopir lyn atau angkutan kota, pengayuh becak, buruh pasar, dan pegawai.
Mereka asyik memelototi telepon seluler ditemani secangkir kopi yang tinggal separuh atau hampir habis. Beberapa pengunjung juga memesan semangkuk Indomie goreng atau rebus. Kendati demikian, tak satu pun yang menyadari adanya informasi potensi kenaikan harga mi instan yang mungkin saja akan memengaruhi harga jajanan di kedai itu.
”Lho, apa iya bakal naik harga Indomie?” kata Sugiyanto, ojek online, yang Rabu siang itu menunggu pesanan pengantaran di kedai ditemani secangkir kopi dan semangkuk Indomie goreng.
Mi, makanan berbentuk tali atau benang yang ”polos” yang berbahan dasar gandum, itu dihargai Rp 5.000 per mangkuk. Dengan harga Rp 5.000 itu, mi yang disajikan tidak dilengkapi dengan sawi hijau atau caisim, dan telur mata sapi atau telur dadar. Sebagian pengunjung juga menikmati secangkir kopir dari kemasan saset seharga Rp 3.000. Bagi Sugiyanto, itulah menu makan siang yang cukup untuk energi sampai makan malam berkisar 5-6 jam kemudian.
Pengunjung lainnya juga belum mengetahui kemungkinan kenaikan harga mi instan. Jika itu terjadi, kemungkinan kenaikan harga jual makanan jadi yakni mi instan siap dikonsumsi tidak sampai 100 persen (dua kali lipat). ”Kalau misalnya sebungkus Indomie dari biasanya Rp 2.600-Rp 2.800 jadi Rp 10.000, itu akan bikin masalah dan geger,” ujar Setiawan, sopir lyn yang siang itu cukup dengan menikmati secangkir kopi dan sepotong pisang goreng.
Menurut Suherman, pelayan di warmindo, kenaikan harga mi instan belum tentu secara otomatis menggoyahkan kestabilan usaha kedai. Meski produk utama yang dijajakan ialah mi instan, yang juga disasar oleh konsumen ialah minuman terutama kopi dan minuman serbuk berperasa dalam saset. Di kedai, pengelola biasanya juga menambah ragam kudapan, misalnya keripik, kacang, dan gorengan.
”Yang datang ke warung tidak selalu ingin pesan Indomie, tetapi terkadang cuma mau ngopi,” kata Suherman. Bisa jadi, jika harga mi instan tidak wajar, produk itu akan sementara hilang dari rak pajang kedai dan digantikan komoditas lainnya.
Secara terpisah, Rafael, mahasiswa Universitas Airlangga, Surabaya, berpendapat mi instan bukan bahan pangan andalan meski harga produk tersebut amat terjangkau. ”Kecuali kalau sedang kepepet banget karena uang menipis, ya makan mi instan ditambah nasi, he-he-he,” katanya.
Warmindo dan kedai mi instan bukan menjadi tempat makan yang dominan bahkan di sekitar kompleks Kampus B Universitas Airlangga. Meskipun ada rumah makan yang menjual menu mi instan, tetapi sudah dalam pengembangan untuk mengakomodasi citra kekinian. Misalnya dengan penambahan sayur dan lauk sehingga lebih mewah, menggiurkan, sekaligus membuat harga jual menjadi berkali-kali lipat. Misalnya, internet soju (Indomie goreng dengan telur, kornet, sosis, dan parutan keju cedar).
Menurut Rafael, warung nasi yang ada di sekitar kampus relatif terjangkau oleh kalangan mahasiswa yang notabene menggantungkan hidup dari uang kiriman orangtua atau wali. Masih mudah dijumpai penjual nasi bungkus seharga Rp 5.000-Rp 6.000 di tepi jalan, yakni sekepal nasi putih dengan sedikit sayur tumis dan sepotong telur atau ikan atau ayam suwir. Jika ingin berhemat, mahasiswa menanak nasi dengan mesin penanak dan membeli sayur dan lauk di warung.
”Kalau bagi saya, potensi kenaikan harga mi instan tidak terlalu berpengaruh,” kata Rafael. Situasi mungkin menjadi ngeri apabila Indonesia kembali jatuh dalam krisis ekonomi seperti 1998-1999. Rafael mendapat cerita dari orangtua, terjadi kenaikan seluruh harga barang dan jasa sehingga uang Rp 1.000 yang saat itu sudah bisa untuk seporsi nasi, sayur, lauk, dan buah di Surabaya kini tak cukup bahkan untuk sepotong tempe atau tahu (lauk).
Suasana di Warung Makan Indomie (Warmindo) dan Giras Bersatu Kopi Cangkir 99 di Surabaya, Jawa Timur, Rabu (10/8/2022).