Tak Ingin Diberdayakan Setengah Hati untuk IKN
Pemerintah membuat program pelatihan berbasis kompetensi bagi warga di sekitar IKN. Tujuannya, untuk menyiapkan warga menyongsong pemindahan ibu kota baru. Kendati demikian, warga juga butuh sokongan alat produksi.
Reni Salle serius melihat jarum jahit yang keluar masuk pada potongan kain yang sudah ia bentuk. Tangan perempuan 39 tahun itu berhati-hati mengoperasikan mesin di hadapannya. Ia tak ingin blouse bikinannya cacat dan tak rapi. Momen memegang mesin jahit, yang tak pernah ia miliki, selama pelatihan itu tak ingin ia sia-siakan.
Ia adalah warga dari Desa Telemow, Kecamatan Sepaku, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Di ruangan berukuran 8 meter x 5 meter itu, ia bersama 15 warga lain mengikuti pelatihan menjahit yang diselenggarakan oleh Otorita IKN Nusantara bekerja sama dengan Kementerian Ketenagakerjaan dan pemerintah daerah. Selama 1,5 bulan, ia dibimbing oleh instruktur untuk belajar menjahit dari nol. Tujuan pelatihan itu untuk menyambut ibu kota baru yang bakal dibangun di Kecamatan Sepaku.
Pelatihan menjahit Reni pilih lantaran ia melihat peluang di tempat tinggalnya. Desa Telemow yang berjarak 30 kilometer dari Kecamatan Sepaku dihuni oleh banyak suku dengan berbagai latar belakang. Saat perayaan hari besar agama, banyak warga yang memenuhi kebutuhan untuk menjahit baju keluarga ke luar daerah.
”Setelah pelatihan ini, saya pengin buka jasa jahit sendiri. Setidaknya untuk melayani kebutuhan tetangga dan keluarga di desa,” ujarnya saat ditemui Senin (25/7/2022).
Oleh karena itu, Reni rela belajar menjahit dari nol di pelatihan tersebut, mulai dari membuat pola kain, mengoperasikan mesin jahit, mesin obras, hingga cara berkomunikasi dengan klien. Reni percaya diri bakal mampu menjadi penjahit andal seiring waktu. Namun, laiknya keterampilan lain, ia khawatir kemampuan dari pelatihan itu memudar seiring waktu lantaran ia tak punya mesin jahit.
Hal itu yang membuatnya gamang. Di satu sisi, ia senang betul punya kemampuan baru yang bisa menjadi mata pencarian. Di sisi lain, ia tak memiliki alat produksi atau modal uang untuk membeli mesin jahit hingga mesin obras. Paling tidak, ia butuh Rp 5 juta untuk membeli dua mesin tersebut.
”Kalau mau kerja ke orang atau perusahaan, di sini juga ndak ada. Memang ada penjahit, tetapi rata-rata tidak membuka lowongan,” katanya lemas.
Baca juga: Mengarungi Kehidupan di Tengah Badai Stigma
Hal serupa juga dikhawatirkan Ruth (35). Meskipun ada mesin jahit peninggalan orangtua di rumahnya, alat itu sudah tak bisa digunakan lagi lantaran banyak kerusakan. Untuk mengerjakan tugas saat pelatihan saja, ia mesti meminjam ke tetangganya. ”Tetapi itu juga ndak sampai selesai karena ndak enak, takut mesinnya mau dipakai yang punya,” ujarnya terkekeh.
Ruth melihat banyak peluang dari jasa menjahit di Sepaku, lokasi yang bakal menjadi titik mula pembangunan ibu kota baru. Seperti yang dikatakan oleh Wakil Kepala Otorita IKN Dhony Rahajoe saat membuka pelatihan, pembangunan IKN bisa menjadi peluang ekonomi bagi warga di sekitar IKN. Ruth sepakat dengan pernyataan itu. Sebab, setidaknya ada 500.000 pekerja yang bakal hadir untuk membangun IKN.
Misalnya saja, kata Ruth, ribuan pekerja proyek itu tentu butuh seragam. Pemegang proyek tak perlu jauh-jauh memesan seragam untuk pekerjanya jika banyak penjahit yang mumpuni di sekitar IKN. Hal itu bisa memotong ongkos produksi seragam sehingga bisa mendapatkan harga lebih murah jika dikerjakan oleh warga lokal.
”Tetapi kami memang butuh akses permodalan untuk beli mesin jahit yang baik dan layak,” ujar Ruth sambil membuat pola baju.
Tak punya alat
Juriati (37), instruktur jahit dalam pelatihan tersebut, mengatakan bahwa seluruh peserta punya kemampuan yang baik dalam menjahit. Meskipun sebagian besar tak punya pengalaman menjahit, perkembangan para peserta begitu cepat. Mereka sudah mampu menguasai berbagai teknik hanya dalam beberapa hari.
Kendati demikian, ia juga menyadari bahwa keterampilan menjahit layaknya pisau. Ia harus terus diasah agar kemampuan itu berkembang. Hanya dengan ribuan jam terbang menjahit dan menjumpai klien, kemampuan itu terasah. Sebagai instruktur, ia juga kerap mendengar keluhan peserta pelatihan soal akan dibawa ke mana kemampuan mereka setelah pelatihan beres.
”Dari 16 peserta sesi satu ini, hanya dua orang yang punya mesin jahit di rumahnya,” kata instruktur jahit dari Kota Bontang itu.
Baca juga: Pemerintah Alokasikan Rp 5,3 Triliun untuk Bangunan IKN Tahun Ini
Di samping ruang pelatihan menjahit, ada ruang pelatihan desain grafis. Kendala yang dihadapi oleh para peserta di ruangan itu juga sama, yakni alat produksi. Desain grafis butuh komputer atau laptop dengan kapasitas RAM minimal 4 gigbyte agar bisa memasang aplikasi seperti Photoshop dan Corel Draw.
”Paling nanti pakai komputer kantor untuk latihan karena ndak punya komputer. Pakai handphone soalnya ndak bisa aplikasi ini,” ujar Maman Rohiman (41) yang berprofesi sebagai satpol PP di Sepaku.
Kami juga ingin berkembang.
Siswanto (30), instruktur desain grafis, menyatakan, sebagian besar peserta didiknya memang tak punya komputer atau laptop. Untuk itu, ia mengarahkan para peserta didiknya untuk menggunakan keterampilan itu sekreatif mungkin. Mereka diminta menggunakan berbagai aplikasi desain gratis yang bisa diunduh di gawai masing-masing.
”Untuk pemasaran jasa desain, mula-mula bisa melalui internet, seperti media sosial biar kemampuan desainnya terasah kalau dipakai terus,” ujarnya.
Menanggapi aspirasi para peserta pelatihan, koordinator Tim Informasi dan Komunikasi Tim Transisi IKN Nusantara, Sidik Pramono, menjelaskan, program pelatihan yang diselenggarakan pemerintah itu bukan hanya bertujuan agar warga di sekitar IKN bisa bekerja langsung dalam program pembangunan, melainkan program tersebut juga mendorong agar warga bisa menyambut peluang IKN dengan membuat berbagai usaha.
”Pemerintah juga menerima aspirasi warga, salah satunya mengenai akses permodalan untuk membantu agar warga bisa berusaha dan mengaplikasikan keterampilan yang mereka peroleh dalam pelatihan yang dijalani selama ini, termasuk di antaranya pelatihan menjahit, barista, pembuatan kue, hidroponik, dan sablon,” ujar Sidik saat dihubungi.
Realisasi itu amat dinanti para peserta pelatihan. Dalam akhir sesi wawancara, Reni mengutarakan kekhawatirannya. Ia takut program pemindahan IKN ini hanya dinikmati segelintir orang yang datang dengan berbagai hak istimewa yang dimiliki. ”Kami juga ingin berkembang,” katanya.