Lagi, Pemberangkatan Calon Pekerja Migran Ilegal asal NTB Digagalkan
Kementerian Tenaga Kerja berhasil menggagalkan rencana pemberangkatan secara non-prosedural 42 perempuan asal NTB yang akan menjadi pekerja migran tujuan Timur Tengah.
Oleh
ISMAIL ZAKARIA
·3 menit baca
MATARAM, KOMPAS — Kasus terkait pekerja migran non-prosedural atau ilegal asal Nusa Tenggara Barat terus terjadi. Setelah berhasil mencegah pengiriman 11 perempuan pada Juli lalu, hal serupa kembali terjadi terhadap 42 perempuan asal NTB yang direncanakan diberangkatkan ke Timur Tengah.
Roy Muhadi, anggota Satuan Tugas Perlindungan Pekerja Migran Indonesia Kementerian Tenaga Kerja, dalam keterangan pers Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi NTB, Selasa (9/8/2022), mengatakan, pencegahan itu dilakukan melalui operasi penangkapan pada 2 Agustus 2022 di Jakarta. Adanya Calon Pekerja Migran Indonesia (CPMI) non-prosedural itu diketahui dari laporan warga.
“Setelah mendapat laporan, kami langsung tangkap. Pasalnya, morotarium CPMI untuk sektor domestik atau pekerja rumah tangga tujuan Timur Tengah belum dibuka kembali,“ kata Roy.
Berdasarkan informasi, sebenarnya ada 82 CPMI non-prosedural tujuan Timur Tengah. Namun, dalam pengungkapan itu, hanya 42 orang yang berhasil dicegah keberangkatannya. Sementara 40 orang lagi telah berangkat ke Timur Tengah.
“Semoga kami segera mendapat laporan dari pihak terkait untuk memulangkan 40 CPMI ilegal yang telah berangkat menuju Timur Tengah. Sesudah berita acara penangkapan 40 CPMI non-prosedural ini rampung, kami akan menyerahkan hasilnya ke pemerintah provinsi (NTB),“ kata Roy.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi NTB I Gede Putu Aryadi mengatakan, pada Senin (8/8/2022) sebanyak 40 CPMI non-prosedural itu sudah dipulangkan ke Lombok. Sebelumnya, mereka ditampung di shelter Kementerian Sosial RI untuk pembinaan.
Menurut Gede, dari 42 orang itu, sebanyak 13 orang berasal dari Lombok Barat dan 9 orang dari Lombok Tengah. Selain itu, ada 6 orang dari Lombok Timur, 5 orang dari Kota Mataram, dan 3 orang dari Bima. Sisanya dari Dompu, Sumbawa, dan Sumbawa Barat masing-masing 2 orang.
Paspor melancong
Gede menambahkan, para CPMI non-prosedural itu dibawa dari Lombok ke Jawa Barat. Di Jawa Barat, mereka kemudian dibuatkan paspor melancong atau visa kunjungan. “Jadi, seluruh dokumen perjalanan mereka tidak diurus di NTB, tetapi diurus di Jawa dan dipegang langsung oleh pelaku atau tekongnya,“ kata Gede.
Gede menambahkan, selama berada di Jawa Barat, para CPMI non-prosedural itu ditampung oleh perusahaan yang tidak memiliki izin. Begitu tiba di Lombok, para CPMI itu langsung diserahkan ke pemerintah kota dan kabupaten untuk dibina.
Calo paspor memang menjadi salah satu pintu masuk bagi pelaku pengiriman CPMI non-prosedural di NTB. Hal itu berdasarkan temuan Ombudsman RI Perwakilan NTB dalam investigasi mereka di Unit Layanan Paspor Lombok Timur sepanjang Juni-Juli.
Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi NTB Adhar Hakim mengatakan, maraknya calo paspor memperlihatkan jika sistem di hulu sudah rusak. Jika tidak ada komitmen bersama untuk menuntaskannya, kasus-kasus pekerja migran Indonesia di hilir akan terus terjadi.
Gede mengatakan, sesuai ketentuan, tidak ada larangan bagi setiap warga negara Indonesia (WNI) yang ingin bekerja di luar negeri asalkan mereka mengikuti prosedur dan persyaratan yang telah ditentukan.
Oleh karena itu, Gede mengimbau CPMI agar mengikuti prosedur yang berlaku supaya masalah yang kerap menimpa pekerja migran Indonesia tidak berulang. “Jika sesuai prosedural, setiap CPMI yang bermasalah dapat dibantu. Sebaliknya, jika non-prosedural, kami akan susah untuk bantu,“ kata Gede.
Menindaklanjuti pencegahan 42 CPMI tersebut, Gede mengatakan akan segera mengumpulkan data seluruh tekong yang memberangkatkan CPMI tersebut.
“Kami akan bekerja sama dengan aparat penegak hukum dalam rangka menelusuri hingga menangkap para calo dan tekong yang masih saja memberangkatkan CPMI non-prosedural,“ kata Gede.