Potensi ekosistem laut dan pesisir karbon biru di Indonesia sangat besar dan strategis dalam upaya mitigasi perubahan iklim dan penurunan emisi gas rumah kaca. Ekosistem karbon biru didorong agar mendapatkan prioritas.
Oleh
COKORDA YUDISTIRA M PUTRA
·5 menit baca
BADUNG, KOMPAS — Sebagai negara kepulauan, Indonesia termasuk negara dengan garis pantai terbesar di dunia dan memiliki ekosistem laut dan pesisir yang berpengaruh terhadap mitigasi perubahan iklim. Dengan keberadaan padang lamun dan mangrove yang luas dan besar, Indonesia dapat berkontribusi besar dalam upaya penurunan emisi gas rumah kaca.
Demikianlah benang merah dari seminar bertemakan ”Blue Carbon: Enabling Conservation and Financial Capital”, yang diselenggarakan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional serangkaian acara sampingan (side event) presidensi G20 Indonesia di Nusa Dua, Badung, Bali, Senin (8/8/2022).
Dalam sambutannya yang dibacakan Arifin Rudiyanto, Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Kementerian PPN/Bappenas J Rizal Primana menyebutkan, potensi ekosistem karbon biru (blue carbon) Indonesia sangat besar. Ekosistem laut dan pesisir itu juga memiliki kemampuan menyerap dan menyimpan karbon alami (carbon sink).
Dalam siaran pers disebutkan, padang lamun (seagrass) di Indonesia termasuk terluas di dunia dengan luas hingga 293.465 hektar sehingga mampu menyerap karbon hingga 119,5 ton per hektar. Begitu pula dengan mangrove di Indonesia yang seluas 3,3 juta hektar dan mampu menyimpan karbon sebanyak 950 ton per hektar.
Secara keseluruhan, potensi ekosistem laut dan pesisir Indonesia diperkirakan mampu menyimpan karbon alami hingga 3,3 gigaton karbon atau sekitar 17 persen dari karbon biru.
Dengan pengelolaan dan penataan yang baik, ekosistem karbon biru di Indonesia diyakini dapat berkontribusi lebih banyak dalam upaya penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen secara nasional dan 41 persen secara global hingga 2030.
Kondisi itu menunjukkan ekosistem karbon biru menjadi strategis dan perlu mendapatkan perhatian. Ekosistem karbon biru juga didorong agar menjadi prioritas dalam perencanaan tata kelola ruang dan konservasi pesisir di Indonesia serta secara global.
Indonesia Resident Mission (IRM) Country Director Asian Development Bank (ADB) Jiro Tominaga menyatakan, keberadaan ekosistem laut dan pesisir Indonesia menjadi penting dan strategis dalam upaya mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim.
Dalam pidato kuncinya pada seminar tersebut, Jiro menyebutkan, ADB menyadari pentingnya ekonomi biru tersebut di negara-negara berkembang yang menjadi anggota ADB. ADB juga mendukung dan mempromosikan ekonomi biru dalam demi menciptakan peluang bagi sektor swasta berinvestasi dalam proyek ekonomi biru tersebut.
Kami tidak meninggalkan pariwisata, tetapi justru membangun sektor ini lebih kokoh dengan berbasis pada budaya Bali yang berkualitas dan bermartabat. (Wayan Koster)
Seminar bertema ”Blue Carbon: Enabling Conservation and Financial Capital” itu menghadirkan sejumlah pembicara, di antaranya Counsellor Development Effectiveness and Sustainability Kementerian Luar Negeri dan Perdagangan Australia (DFAT) Kedutaan Besar Australia di Jakarta Simon Ernst, Deputy Country Director Agence Francaise de Developpement (AFD) untuk Indonesia Sophie Chappellet, serta Perencana Ahli Utama Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Kementerian PPN/Bappenas Gellwynn Jusuf. Diskusi dan seminar tersebut dipandu Direktur Eksekutif Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF) Tonny Wagey.
Deputy Country Director AFD untuk Indonesia Sophie Chappellet menyampaikan dukungan AFD terhadap upaya Indonesia dalam pengelolaan ekosistem karbon biru melalui pengintegrasian ekosistem karbon biru ke dalam kebijakan keanekaragaman hayati dan perubahan iklim Indonesia.
Selain para pembicara itu, turut pula memberikan pendapat dalam seminar yakni Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Basilio Dias Araujo dan pakar kehutanan IPB University, Daniel Murdiyarso.
Daniel menyebutkan, implementasi dari kebijakan pemerintah menjadi catatan penting dan kebijakan di level nasional juga harus diketahui dan dipahami di level pemerintah daerah. ”Proses birokrasi pemerintahan yang perlu didorong,” kata Daniel yang ditemui seusai seminar.
Transformasi ekonomi
Selain kegiatan seminar bertema ”Blue Carbon: Enabling Conservation and Financial Capital”, Kementerian PPN/Bappenas juga mengadakan kegiatan Development Working Group (DWG) lain sebagai acara sampingan (side event) G20, yakni pertemuan ketiga DWG dengan tema ”Transforming The Economy Towards A Resilient and Sustainable Economic Growth” di Nusa Dua, Badung, Senin.
Acara terpisah di lokasi yang sama di Nusa Dua, Senin, menghadirkan beberapa mantan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, di antaranya Menteri PPN periode 2009-2014 Armida Alisjahbana, Menteri PPN periode 2016-2019 Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro, dan juga mantan Menteri Perencanaan Venezuela Ricardo Hausmann.
Acara yang dibuka Sekretaris Kementerian PPN/Sekretaris Utama Bappenas Taufik Hanafi tersebut juga menghadirkan Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa, yang memberikan pemaparan secara virtual, dan Gubernur Bali Wayan Koster, yang memaparkan perihal Transformasi Ekonomi Kerthi Bali.
Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa menyatakan bersyukur karena Indonesia menunjukkan kemampuannya melewati masa suram akibat dampak pandemi Covid-19 dengan indikasi, antara lain, ekonomi Indonesia sudah bertumbuh secara positif, dari semula terkontraksi dengan pertumbuhan -2,07 persen pada 2020 menjadi tumbuh positif hingga 5,44 persen pada kuartal II-2022.
Bappenas sudah menyiapkan enam strategi prioritas sebagai pengubah permainan (game changer) menuju visi Indonesia 2045, yakni peningkatan daya saing sumber daya manusia, peningkatan produktivitas tiap sektor ekonomi, implementasi ekonomi hijau, penerapan transformasi digital, dan integrasi ekonomi domestik secara pemindahan ibu kota negara.
Kementerian PPN/Bappenas, menurut Suharso, juga meluncurkan konsep transformasi ekonomi Bali, yakni Peta Jalan Ekonomi Kerthi Bali, pada 2021 yang sejalan dengan konsep Transformasi Ekonomi Kerthi Bali dari Pemprov Bali.
Terkait transformasi ekonomi Bali, menurut Gubernur Bali Wayan Koster, adalah upaya Bali menata ulang struktur ekonomi Bali agar Bali tidak semata-mata menggantungkan perekonomian dari satu sektor dominan.
Adapun visi transformasi ekonomi kerthi Bali, ujar Koster, adalah mewujudkan Bali berdikari dalam bidang ekonomi dengan membangun enam sektor unggulan, yaitu, pertanian, kelautan dan perikan, industri manufaktur, industri kecil menengah dan UMKM serta koperasi, ekonomi kreatif dan digital, dan pariwisata.
”Kami tidak meninggalkan pariwisata, tetapi justru membangun sektor ini lebih kokoh dengan berbasis pada budaya Bali yang berkualitas dan bermartabat,” kata Koster dalam jumpa pers.
Adapun Bambang Brodjonegoro mengatakan, pandemi Covid-19 mengakibatkan kontraksi ekonomi mulai level nasional sampai level daerah. Bali menunjukkan contoh dan pengalaman dari kondisi akibat dampak pandemi Covid-19. Transformasi ekonomi menjadi penting dan dibutuhkan Bali agar Bali dapat menjaga performa ekonomi daerah.
Adapun pada level nasional, menurut Bambang, transformasi ekonomi diperlukan agar Indonesia dapat segera naik kelas dari negara dengan pendapatan menengah (middle income) menjadi negara maju (high income).
Sekretaris Kementerian PPN/Sekretaris Utama Bappenas Taufik Hanafi menyatakan, Bappenas berkomitmen agar transformasi ekonomi tidak sebatas tataran kebijakan, tetapi menjadi langkah bersama sehingga transformasi ekonomi menjadi instrumen penting bagi Indonesia agar dapat melepaskan diri dari jebakan middle income.
Menurut Taufik, Provinsi Bali menjadi contoh implementasi konsep transformasi ekonomi, yang dirancang dan dipersiapkan Bappenas bersama Pemprov Bali.