Berubah Lebih Baik Bersama Mandalika
Pengembangan kawasan Mandalika tidak hanya mengubah wajah infrastruktur Lombok di Nusa Tenggara Barat. Mandalika, yang telah mendunia, juga mendorong masyarakat untuk berbenah diri dan menangkap peluang.
Pengembangan Kawasan Mandalika tidak hanya mengubah wajah di Lombok, Nusa Tenggara Barat, secara fisik dengan hadirnya beragam infrastruktur. Kehadiran Mandalika dengan ikon sirkuit MotoGP yang mendunia itu, juga mendorong masyarakat di dalam dan luar kawasan itu untuk berbenah diri, demi menangkap peluang.
Jam menunjukkan pukul 12.30 Wita saat Dempak (50) terlihat sibuk di toko miliknya di kawasan Jalan Pariwisata Kuta, Pujut, Lombok Tengah, Rabu (3/8/2022). Siang itu, dibantu menantunya, Dempak tengah mengemas ulang keripik singkong dan pisang dari kantong plastik besar ke dalam plastik-plastik kecil.
Sejak dua hari terakhir, Dempak sibuk dengan pesanan makanan ringan untuk hidangan pertemuan di salah satu hotel di Kuta. Dalam beberapa bulan terakhir, hotel-hotel mulai ramai kegiatan sehingga ia kerap mendapat pesanan.
”Tidak hanya makanan ringan, kami juga semakin banyak menerima pesanan bahan makanan untuk restoran dari hotel-hotel di Kuta. Juga kafe,” kata Dempak.
Sambil terus mengisi keripik ke pembungkusnya, Dempak sesekali melihat ke arah cucu laki-lakinya. Memastikan bocah berusia dua tahun lebih itu tidak berlari ke jalan raya yang semakin ramai oleh lalu lalang kendaraan.
”Jalan raya di sana tidak hanya semakin ramai, juga semakin bagus. Tidak ada debu lagi yang terbang masuk ke toko saya. Ha-ha-ha...,” kata Dempak sambil tertawa dan menunjuk ke jalan raya yang langsung tersambung dengan gerbang Sirkuit Mandalika itu.
Menurut Dempak, ia tinggal di Kuta sejak 1991. Jalan mulus yang kini ramai di Kuta memang membuatnya nyaman. Namun, yang paling disyukurinya adalah ia merasa semakin aman tinggal di kawasan itu.
”Sejak beberapa tahun terakhir, terutama sejak mulai ada berbagai pembangunan kawasan Mandalika, sudah sangat jarang terdengar ada yang kemalingan atau sejenisnya. Beda dengan tahun-tahun sebelumnya,” tutur Dempak.
Sebelum seperti sekarang, kawasan Kuta tergolong sangat rawan tindakan kriminal seperti maling dan begal. Selain karena sepi, juga tidak banyak sumber mata pencarian warga. Kondisi itu membuat warga juga tidak berani keluar malam.
”Mendiang suami saya, bahkan kalau malam tidur bawa tombak dan batu saat menjaga kandang sapi kami,” kata Dempak.
Dahulu, warga acapkali memperingatkan wisatawan asing agar tidak melintas di sejumlah titik rawan. Apalagi tak jarang juga terjadi pemerasan kepada wisatawan. Misalnya, jika ada penyewaan sepeda motor lalu wisatawan tersebut tidak sengaja membuat kendaraan lecet, maka pemilik motor akan meminta ganti rugi yang tinggi.
”Dulu, warga malah berharap kalau bulenya jatuh saat bawa motor. Sehingga bisa meminta ganti rugi,” kata Dempak.
Kini, praktik seperti itu tidak ada lagi di Mandalika. Hal ini seiring semakin sadarnya warga bahwa mereka hidup dari pariwisata. Bahkan, saat mendengar ada wisatawan asing dijambret di luar Mandalika, warga di situ gelisah dan khawatir kejadian itu akan berdampak ke kunjungan wisata di Mandalika.
Kriminalitas sudah sangat jarang terjadi di kawasan Mandalika akhir-akhir ini. Baik warga setempat maupun wisatawan tidak lagi khawatir untuk pulang malam, bahkan dini hari.
”Memang terasa sangat aman. Terutama setelah ramai proyek, banyak pembangunan dan banyak hotel juga. Warga yang dulu jadi maling atau rampok banyak yang kerja di sana,” kata Dempak.
Perlahan tapi pasti, warga semakin melihat bahwa pariwisata sebagai masa depan, terutama sejak hadirnya Sirkuit Mandalika. Bahkan, pentingnya pariwisata juga ditanamkan kepada anak-anak mereka.
Dempak, misalnya, memutuskan untuk menyekolahkan anak bungsunya ke SMK Pariwisata di Lombok Tengah. Setelah itu, ke sekolah tinggi pariwisata di Mataram. Anak laki-lakinya itu sudah wisuda tahun lalu dan kini sudah direkrut bekerja di salah satu hotel bintang di kawasan Kuta.
Meningkatkan keahlian
Saat Dempak sibuk dengan pesanan makanan ringan, sekitar 700 meter di tenggara tokonya, dua perempuan muda Nora Intan Azhari (22) asal Lombok Timur dan Yusika Dewi (23) dari Lombok Tengah tengah beradaptasi dengan banyak hal baru di JM Hotel, salah satu Hotel di Kuta Mandalika.
Nora dan Yusika bersama 98 rekannya mengikuti program pemagangan. Mereka tersebar di 16 hotel di dalam dan luar kawasan Mandalika. Program pemagangan dari Kementerian Ketenagakerjaan itu akan berlangsung selama lima bulan.
”Sekarang sudah masuk bulan pertama. Benar-benar menantang,” kata Yusika yang bertugas di bagian resepsionis.
Menurut Nora, meski menantang, setelah sebulan magang di JM Hotel yang berjarak sekitar 8 kilometer dari Sirkuit Internasional Jalan Raya Pertamina Mandalika itu, banyak perubahan yang dia rasakan.
”Awalnya memang gugup atau malu saat bertemu orang. Tetapi sebulan berjalan, saya lebih percaya diri,” kata Nora yang lulus SMK Multimedia.
Nora dan Yusika menuturkan, perubahan yang mereka rasakan bukan hanya itu. Lebih dari itu, keramahan dan kepedulian pada orang lain terbawa terus ke kehidupan sehari-hari. Mereka jadi lebih sopan saat bertemu orang. Tidak hanya saat berada di hotel, tetapi juga di tempat tinggal.
”Saya lebih murah senyum. Biasanya susah sekali. Bawaannya jutek,” kata Nora yang bermimpi suatu hari bisa menjadi seorang manajer hotel.
Hal lain yang lebih penting, kata Jesika, adalah mereka sadar bahwa pariwisata bisa jadi pilihan. Hal itu semakin kuat setelah hadirnya KEK Mandalika.
”Dulu, tidak pernah terpikirkan akan terjun ke pariwisata. Sama seperti tidak pernah membayangkan ada sirkuit. Saya kira akan biasa-biasa saja, tetapi justru Mandalika jadi populer. Karena itu, saya ingin fokus ke pariwisata. Siapa tahu bisa punya hotel nanti, ha-ha-ha...,” kata Yusika yang seorang lulusan SMA.
Sementara itu, sekitar 44 kilometer utara Mandalika, Abdul Khalik (34) sibuk dengan kegiatannya di Pasar Pancingan, Desa Wisata Hijau Bilebante, Kecamatan Pringgarata, Lombok Tengah.
Khalik telah siap dengan peralatan yang akan ia gunakan selama berada di obyek wisata salah satu desa penunjang Kawasan Ekonomi Khusus Mandalika. Peralatan yang dibawanya meliputi sebuah ponsel pintar, gimbal, dan pipa kecil sepanjang 30 sentimeter.
”Pipa ini untuk disambung dengan gagang gimbal. Jadi bisa merekam dari angle yang lebih tinggi atau memberikan kesan video seperti diambil dengan drone. Ha-ha-ha...,” kata Khalik.
Sejak dua bulan terakhir, Khalik telah menggunakan gimbal untuk menunjang kerjanya di desa wisata yang berada sekitar 17 kilometer selatan Mataram, ibu kota NTB itu. Dengan alat tersebut, ia bisa membuat video yang lebih stabil dan membuat pengguna jasanya senang.
Hasil video buatan Khalik menjadi bagian dari paket wisata di Desa Wisata Hijau atau DWH Bilebante, terutama paket berkeliling desa dengan motor ATV. Khalik akan merekam perjalanan wisatawan berkeliling dengan ATV, mengeditnya, dan mengirimkannya ke tamu secara daring.
Pada akhir pekan, Khalik akan lebih sibuk lagi. Bilebante selalu ramai oleh wisatawan, baik lokal, domestik, maupun mancanegara. Terutama setelah gelaran MotoGP di Mandalika. ”Saat Covid-19, pariwisata di Lombok lesu. Lalu setelah MotoGP, terasa ada pergerakan. Pariwisata mulai bangkit dan ramai lagi. Termasuk di Bilebante,” kata Khalik.
Hal itu membuat permintaan pembuatan video selalu ramai. Apalagi tidak semua wisatawan sempat atau cukup waktu merekam aktivitas berwisatanya.
Khalik melihat itu sebagai peluang. Maka ia membeli ponsel pintar dengan kualitas perekaman yang lebih baik, serta membeli gimbal. Semua dibeli dengan cara kredit.
Tidak hanya itu, ia juga belajar berbagai program pengeditan video di ponsel pintar. Baik dengan menonton tutorial di Youtube maupun berdiskusi dengan teman-teman sesama pembuat konten video.
Khalik menyadari masih perlu terus belajar untuk meningkatkan kemampuan editing. Apalagi permintaan video cukup banyak. Khalik tidak hanya membuat satu, tetapi bisa dua hingga tiga video, tergantung permintaan wisatawan. Satu video dengan editan yang cukup kompleks bisa ia selesaikan dalam empat jam.
Setelah itu, sarjana Pendidikan Olahraga dan Kesehatan itu menunggah video hasil editannya ke penyimpanan awan (cloud). Begitu pun dengan potongan-potongan video asli. Baru ia kirimkan linknya ke wisatawan.
“Saya tidak pernah bayangkan akan sampai sejauh ini. Dulu saya lihat biasa saja. Tetapi wisatawan ramai dan mereka senang dengan video buatan saya. Saya menikmatinya. Ini seperti hobi yang jadi uang,” kata Khalik yang mendapat Rp 25.000 dari paket ATV.
Khalik, yang setiap minggu bisa membuat hingga 20 video, mengaku tidak akan berhenti di sana. Apalagi melihat Bilebante dan Lombok kini semakin ramai dikunjungi wisatawan, terutama dengan hadirnya kawasan Mandalika. Ia berharap bisa terus belajar meningkatkan keahlian dan menjangkau pasar yang lebih luas sebagai pembuat video pariwisata.
Berubah
Perubahan di kawasan Mandalika terjadi sejak ditetapkan sebagai salah satu kawasan ekonomi khusus (KEK) di Indonesia pada 2014. Sejak 2020, Mandalika bahkan menjadi satu dari lima destinasi superprioritas yang fokus dikembangkan pemerintah bersama Danau Toba di Sumatera Utara, Borobudur di Jawa Tengah, Labuan Bajo di Nusa Tenggara Timur, dan Likupang di Sulawesi Utara.
Mandalika terletak di Desa Kuta, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah, sekitar 55 kilometer tenggara Mataram, ibu kota Nusa Tenggara Barat.
KEK Mandalika mencakup kawasan seluas 1.035,67 hektar. Kawasan ini menawarkan wisata bahari dengan pesona pantai dan alam bawah laut. Dalam perjalanannya, arah pengembangan Mandalika adalah sebagai destinasi sport tourism,terutama dengan hadirnya Sirkuit Mandalika.
Sebelum ada sirkuit, Mandalika adalah kawasan wisata pada umumnya di Lombok. Tetapi kalah populer dibandingkan kawasan Senggigi di Lombok Barat atau Gili di Lombok Utara. Wisatawan yang datang juga didominasi wisatawan lokal.
Tetapi seiring dimulainya pembangunan sirkuit, Mandalika mulai dilirik. Lalu sejak selesainya pengaspalan lintasan dan digelarnya World Superbike, semua mata seperti tertuju ke sana. Lantas menjadi magnet baru seiring suksesnya MotoGP.
Hingga saat ini, masih banyak warga NTB yang tidak percaya bahwa sirkuit balap motor level Grand Prix bisa dibangun di kampung halaman mereka. Nyatanya, Sirkuit Mandalika memang ada dan telah membuktikan kualitasnya lewat ajang World Superbike pada November 2021 dan MotoGP pada Maret 2022.
Tidak hanya menggairahkan pariwisata yang sempat lesu akibat pandemi Covid-19, kedua ajang itu juga menggerakkan ekonomi daerah dengan perputaran uang hingga ratusan miliar rupiah pada setiap gelaran.
Hal yang lebih penting adalah menyadarkan masyarakat tentang peluang besar di depan mata dari hadirnya Mandalika. Hal itu, menurut Gubernur NTB Zulkieflimansyah, sangat menantang karena banyak masyarakat yang ragu bahwa di Mandalika akan ada sirkuit kelas dunia.
Namun dengan terlaksananya ajang balap dunia, lalu keberadaan sirkuit menjadi magnet baru pariwisata, juga berbagai infrastruktur yang terus dibangun, masyarakat di dalam dan luar kawasan Mandalika tak mau hanya jadi penonton. Mereka lantas mengambil bagian dengan cara sendiri.
”Kami melihat, dengan kemajuan pariwisata, terutama hadirnya Mandalika, semua orang tertarik untuk ikut ambil bagian. Menikmati sektor ini. Masyarakat juga semakin paham bahwa dengan bersikap baik, akan menjaga keberlanjutan pariwisata,” kata Ketua Mandalika Hotel Association dan General Manager JM Hotel Syamsul Bahri.
Pengamat ekonomi yang juga dosen di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mataram, M Firmansyah, mengatakan, kehadiran Mandalika, secara perlahan akan membawa perubahan dan masyarakat akan menyesuaikan diri. Namun, hal itu tidak bisa diserahkan pada mekanisme pasar, tetapi mesti dirancang.
Firmansyah mengatakan, upaya itu bisa dimulai dengan merancang keorganisasian, baik formal maupun nonformal. Organisasi itu bertugas mendesain tata nilai dalam berbisnis dan berekonomi di kawasan Mandalika.
”Tetapi tata nilai itu didesain tanpa harus mendegradasi tata nilai kehidupan sehari-hari masyarakat. Tetapi lebih ke nilai-nilai universalatau standar daerah yang sama dengan standar internasional,” kata Firmansyah.
Pengorbanan Putri Mandalika yang terjun ke laut dalam legenda yang kemudian menjadi awal penamaan Mandalika tak lebih dari niat tulusnya agar keadilan bisa dirasakan semua orang. Selayaknya, Mandalika yang sekarang pun harus demikian. Hadir untuk memberi kebaikan bagi semua.