10 Pabrik Minyak Makan Merah dan Satu Pabrik CPO Akan Dibangun di Sumsel
Sebanyak 10 pabrik minyak makan merah dan satu pabrik minyak sawit mentah akan dibangun di Sumsel. Keberadaan pabrik itu diharapkan membantu penyerapan tandan buah segar kelapa sawit milik petani dengan harga memadai.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Sebanyak 10 pabrik minyak makan merah dan satu pabrik minyak kelapa sawit mentah (CPO) direncanakan dibangun di Sumatera Selatan. Pabrik-pabrik berkapasitas 30 ton per hari itu akan menggunakan tandan buah segar kelapa sawit milik petani swadaya. Dengan program ini, diharapkan tandan buah segar milik petani bisa terserap dengan harga yang memadai.
Hal ini mengemuka dalam pengukuhan pengurus Dewan Pengurus Wilayah Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Sumsel, Jumat (6/8/2022). Ketua Apkasindo Sumsel Slamet Somosentono menuturkan, rencana pembangunan pabrik itu disampaikan Dewan Pimpinan Pusat Apkasindo.
Menurut rencana, pembangunan pabrik-pabrik itu akan menggunakan dana dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Pembangunan pabrik itu merupakan bentuk dari hilirisasi industri sawit yang diharapkan berdampak pada perbaikan harga dan kepastian penyerapan tandan buah segar (TBS) milik petani.
Menurut rencana, pabrik-pabrik tersebut akan dibangun di beberapa daerah, misalnya Kabupaten Banyuasin, Muara Enim, Musi Rawas, Musi Rawas Utara, Ogan Komering Ulu Timur, dan Ogan Komering Ilir. Investasi yang dibutuhkan untuk membangun satu pabrik sekitar Rp 1 miliar untuk setiap satu ton sawit.
”Jika kapasitas pabrik sekitar 30 ton, berarti satu pabrik butuh sekitar Rp 30 miliar,” ungkap Slamet.
Slamet berharap, program ini bisa langsung terealisasi dalam satu tahun ke depan. ”Memang prosesnya tidak mudah, tetapi jika ada komitmen dari semua pihak, saya yakin program ini bisa terlaksana dengan cepat,” ujarnya.
Slamet menambahkan, selama ini, masih ada ketimpangan harga TBS yang cukup mencolok antara petani swadaya dan petani yang bermitra dengan perusahaan. Perbedaan harga itu bisa mencapai Rp 300-Rp 500 per kilogram (kg).
Harga TBS dari petani swadaya lebih murah dengan alasan tidak ada hubungan kemitraan dengan perusahaan dan hasil produksinya kerap dianggap tidak standar. Selain itu, TBS dari petani swadaya yang kerap tidak terserap seluruhnya.
Namun, dengan adanya pembangunan pabrik minyak makan merah dan pabrik CPO di Sumsel, TBS dari petani swadaya diharapkan bisa terserap dan harganya juga lebih baik.
Di sisi lain, Apkasindo Sumsel juga akan memperkuat kelembagaan petani sawit swadaya. Hal itu agar mereka memiliki nilai tawar yang lebih kuat sehingga bisa menjalin kemitraan dengan para pabrik kelapa sawit yang sudah beroperasi.
Analis Madya Sarana dan Prasarana Perkebunan Dinas Perkebunan Sumsel Rudi Arpian menyambut baik rencana pembangunan sejumlah pabrik itu. Dia juga menyebut, sudah ada koperasi petani sawit di Sumsel yang siap membangun pabrik untuk mendongkrak harga TBS yang masih di bawah Rp 2.000 per kg.
Selain itu, salah satu koperasi petani sawit di Kabupaten Lahat, Sumsel, juga berencana menjalin kerja sama dengan investor dari India. ”Investor tersebut mau membangun pabrik kelapa sawit mini, termasuk membeli sawit milik petani. Lahan dan sarana airnya disiapkan oleh koperasi tersebut,” kata Rudi.
Rudi menyebut, konsep kerja sama ini masih digodok dan diharapkan bisa segera terealisasi. ”Jika konsep kerja sama ini berhasil, tentu akan diterapkan di sejumlah sentra perkebunan sawit swadaya yang lain di Sumsel,” ujarnya.
Pembangunan pabrik itu merupakan bentuk dari hilirisasi industri sawit yang diharapkan berdampak pada perbaikan harga dan kepastian penyerapan tandan buah segar milik petani.
Kemitraan
Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Sumsel Alex Sugiarto menuturkan, penguatan kemitraan sangat dibutuhkan karena petani memiliki peran besar dalam industri sawit. Dari 1,2 juta hektar lahan sawit di Sumsel, sekitar 42 persen di antaranya adalah milik petani swadaya dan petani mitra perusahaan atau petani plasma.
Kemitraan yang baik itu diharapkan dapat berdampak pada meningkatnya kualitas sumber daya manusia dan penguatan kualitas sawit yang mereka hasilkan, misalnya melalui peremajaan lahan sawit. ”Dengan peremajaan itu, produktivitas sawit di Sumsel dapat ditingkatkan,” ucap Alex.
Alex menyebut, dengan adanya kemitraan yang baik, kebutuhan pengusaha dan petani bisa dilengkapi. Apalagi, saat ini, ada sekitar 89 pabrik kelapa sawit yang beroperasi di Sumsel dan tiga di antaranya adalah pabrik minyak goreng.
Alex menambahkan, sekarang ini, ekspor CPO juga mulai ditingkatkan. Dengan begitu, diharapkan harga TBS juga bisa meningkat. ”Saya yakin dalam beberapa hari ke depan harganya bisa meningkat,” ujarnya.
Kepala Dinas Perkebunan Sumsel Agus Darwa menilai, kemitraan merupakan hal yang penting agar hasil dari pengelolaan sawit dari pabrik yang akan dibangun bisa segera dipasarkan. ”Jangan sampai pabrik telah terbangun, tetapi jaringan pasar belum ada,” ucapnya.
Gubernur Sumatera Selatan Herman Deru juga menyambut baik rencana pembangunan pabrik-pabrik tersebut. Herman bahkan berencana membuat surat keputusan atau peraturan gubernur untuk memayungi kegiatan petani, termasuk upaya hilirisasi kelapa sawit. ”Jika perlu, silakan berutang di bank untuk membangun pabrik. Saya akan jadi penjaminnya,” ungkapnya.