Labuan Bajo Mulai Kondusif, Jumlah Pengunjung Anjlok
Pemerintah mengklaim sejumlah pegiat wisata mendukung kenaikan tarif komodo. Namun, sejumlah pegiat menyatakan sikap itu tidak mewakili aspirasi sebenarnya.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
LABUAN BAJO, KOMPAS — Kisruh mengenai kenaikan tarif masuk Taman Nasional Komodo yang diikuti boikot asosiasi pegiat wisata perlahan mulai mereda. Situasi di destinasi wisata superprioritas Labuan Bajo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, itu kini berangsur kondusif. Namun, jumlah pengunjung yang datang ke sana anjlok lantaran kenaikan tarif dimaksud.
Menurut informasi yang dihimpun Kompas, Jumat (5/8/2022), kondisi di Labuan Bajo mulai pulih. Tidak ada lagi unjuk rasa dari pegiat wisata. Patroli aparat bersenjata laras panjang juga tidak tampak di jalanan. Meski demikian, pengunjung di kota itu yang hendak berwisata ke Taman Nasional Komodo berkurang drastis.
”Biasanya, jalan beberapa langkah di pusat kota, sudah ketemu wisatawan asing. Saat ini, jarang sekali. Di kafe dan tempat makan sepi. Hotel-hotel juga sepi. Pengunjung berkurang sejak berlakunya tarif baru,” tutur Hiro (34), tukang ojek di Labuan Bajo. Tarif naik dari sebelumnya sekitar Rp 200.000 menjadi Rp 3,75 juta per wisatawan.
Tarif baru itu berlaku untuk kunjungan ke Pulau Komodo dan Pulau Padar. Sementara ke lokasi lain, seperti Pulau Rinca, masih berlaku tarif yang lama. Pulau Rinca juga habitat reptil komodo. Komodo yang menjadi magnet pariwisata setempat, menurut data Balai Taman Nasional Komodo, tersebar di lima pulau.
Rincian populasi komodo per tahun 2021 meliputi di Pulau Komodo sebanyak 1.728 ekor, disusul Pulau Rinca 1.385 ekor, Pulau Padar 19 ekor, kemudian Pulau Gili Motang 81 ekor, dan Pulau Nusa Kode 90 ekor. Total keseluruhan populasi komodo di kawasan itu 3.303 ekor.
Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif NTT Zeth Sony Libing, secara terpisah, menuturkan, pihaknya sudah kembali bertemu dengan sejumlah perwakilan dari asosiasi wisata. Ia mengklaim ada kemajuan berarti. ”Mereka mendukung penerapan tarif baru Rp 3,75 juta yang berlaku 1 Agustus 2022,” ujarnya.
Menurut dia, perwakilan asosiasi juga tidak lagi melakukan boikot pelayanan kepada wisatawan dan berkomitmen menjaga keamanan dan kenyamanan bagi wisatawan yang datang ke sana. Oleh karena itu, aparat bersenjata laras panjang, yang dalam beberapa hari sebelumnya melakukan patroli, kini sudah ditarik.
Namun, salah satu pegiat wisatawan yang menolak namanya disebut menuturkan, dukungan sejumlah pegiat wisatawan terhadap pemberlakuan tarif baru itu dilakukan setelah beberapa dari mereka ditangkap dan ditahan polisi. Ada yang bahkan dipukul sampai mengalami luka di sekujur tubuh.
”Mereka menyampaikan dukungan itu di bawah tekanan. Video dukungan itu diambil di kantor polisi. Mereka terpaksa menyampaikan itu. Banyak teror yang diterima oleh pegiat sehingga mereka sementara ’tiarap’ dulu. Namun, ada juga yang terus melakukan konsolidasi untuk melanjutkan protes,” ujar pegiat dimaksud.
Di tengah polemik kenaikan harga itu, beberapa operator masih melayani wisatawan ke Pulau Komodo dan Pulau Padar dengan tarif lama, yakni Rp 200.000. Mereka menggunakan perahu motor dan speedboat. Wisatawan tersebut tidak mendaftar lewat aplikasi Inasi sebagaimana aturan terbaru yang berlaku mulai 1 Agustus 2022.
Viki (43), salah satu operator wisata, mengatakan, pada Jumat pagi ia mengantar dua tamu asal Belgia yang berwisata ke Pulau Padar dan Pulau Komodo. ”Saat kami antar ke sana, tidak ada masalah. Kami dapat informasi bahwa tarif baru itu akan diterapkan tahun depan. Katanya masih ada kelonggaran,” katanya.
Saat dikonfirmasi terkait tarif lama dimaksud, Zeth enggan mengomentarinya. ”Tidak ada itu. Siapa yang bilang itu?” ujarnya. Ia kembali menegaskan, saat ini sudah berlaku tarif baru yang berada di bawah kontrol PT Flobamor, badan usaha milik daerah Provinsi NTT. Asosiasi wisata diminta berkoordinasi dengan PT Flobamor.
Sementara itu, anggota DPR asal NTT, Andreas Hugo Pareira, berharap, pengelolaan pariwisata melibatkan masyarakat lokal. ”Jangan ada monopoli yang merugikan pelaku wisata dan ekonomi kreatif masyarakat. Juga pariwisata di Flores semakin menarik bagi wisatawan, konservasi taman nasional dan lingkungan serta budaya lokal terjaga,” kata anggota komisi X yang membidangi pariwisata dan ekonomi kreatif itu.